• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Senin, 6 Mei 2024

Nasional

Gus Baha: Idul Fitri saat Pandemi, Umat Islam Harus Rela

Gus Baha: Idul Fitri saat Pandemi, Umat Islam Harus Rela
KH Bahauddin Nur Salim (Gus Baha) (Foto: NU Online)
KH Bahauddin Nur Salim (Gus Baha) (Foto: NU Online)

Rembang, NU Online Jateng

Rais Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Bahauddin Nur Salim (Gus Baha) mengingatkan agar masyarakat bisa memaklumi keadaan saat ini, ketika pandemi membatasi tradisi Idul Fitri. Sejatinya, Idul Fitri adalah hari ketika Allah memaklumatkan dan disaksikan serta dipersaksikan para malikat bahwa kita (umat Islam) telah diampuni.   


"Umat Islam harus dilatih bahwa di antara ibadah tertinggi adalah ridha atas semua qadha dan qadar yang sudah ditetapkan oleh Allah SWT sebab orang yang tidak ridha dengan semua ketentuan-Nya diancam agar tidak tinggal di bumi ini," ujarnya Kamis (13/4).   


“Jadi, saat ini kita harus ridha dengan keadaan hari ini meskipun tetap ikhtiar untuk lebih baik lagi. Artinya apapun keputusan Allah kita terima dengan lapang dada sehingga kita jadi umat Islam yang tidak suka komplain,” sambung Gus Baha.   


Menurutnya, pembatasan sosial yang terjadi seperti saat ini bisa jadi merupakan yang terbaik, misalnya dengan jarang bertemu akan membuat seseorang terkesan tetap menjadi baik, sebaliknya jika sering bertemu bisa jadi akan mengecewakan orang lain sebab setiap orang punya persepsi, harapan dan standar yang bersifat subjektif.   


Gus Baha mengutip dawuh ulama yang menyatakan bahwa ketika kita suka terhadap seseorang jangan sering ketemu supaya tetap rindu dan tetap indah. Jadi selalu ada obat dalam Islam, kalau bisa bertemu diniati silaturahim, kalau belum ada kesempatan bertemu diniati potensi keburukan kita tidak menimpa orang lain.   


“Misalnya ketika kita sedang tidak mood, kalau ketemu seseorang bawaannya sinis, muka ditekuk sebaiknya di kamar saja, dengan cara itu kita tidak menyakiti orang lain,” ungkapnya.

  

Gus Baha juga menjelaskan tentang Idul Fitri. Dalam syarah kitab Ihya Ulumuddin, terdapat redaksi yang mengatakan hari kemenangan setelah menjalankan ibadah puasa Ramadhan telah dimaklumatkan oleh Allah di hadapan para malaikat yakni manusia (umat Islam) dinobatkan lagi sebagai penduduk surga. Maklumat ini kemudian dikenal dengan sebutan Idul Fitri.   


Gus Baha kemudian menjelaskan hadits yang diriwayatkan para ulama (di antaranya) Imam Thabrani, pada saat malam Idul Fitri Allah telah memberi kabar gembira melalui malaikat yang diutus ke bumi untuk menyampaikan bahwa Allah telah ridha kepada umat Islam. 


“Adapun berita gembira pada hari lebaran kata (Allah) kepada malaikat yakni umat islam sudah dimaafkan dan tidak akan dipermalukan kelak di akhirat. Selain itu dengan melakukan puasa Ramadhan dan menjalankan ibadah shalat (Idul Fitri) status mereka (umat Islam) telah diridhai Allah,” terangnya.


Disampaikan, bagi umat Islam yang tidak menjalankan puasa Ramadhan atau tidak mengindahkan Ramadhan sebetulnya tidak punya kemenangan, karena tidak memiliki status yang perlu dibanggakan  pada saat Idul Fitri.   


“Ini riwayat kitab yang menjadi inspirasi kami (umat Islam) dalam merayakan Idul Fitri,” terang santri Mbah Maimoen Zubair ini.


Gus Baha juga menyatakan orang yang menghidupkan malam Idul Fitri dengan takbiran maka sebagai ganjarannya, hati mereka tidak akan mati, disaat hati yang lain mati.   “Insyaallah kita dijamin punya hati yang ridha, peka, rahmat lil alamin sebagai hadiah dalam menerima kebenaraan,” pungkasnya.


Sumber: NU Online 


Nasional Terbaru