Kenangan Kiai Masyhuri Malik Jelang Wafatnya Sang Guru, Kiai Ma'shoem Lasem
Rabu, 28 April 2021 | 07:00 WIB
Afina Izzati
Kontributor
Alumni Pondok Pesantren Al Hidayat Lasem, KH Masyhuri Malik menuturkan kenangannya saat menjelang wafatnya salah satu tokoh NU dan ulama besar di Lasem, Rembang, Jawa Tengah, KH Ma’shoem Ahmad, yang wafat pada bulan Ramadhan, 50 tahun silam. KH Ma’shoem tepatnya wafat pada 12 Ramadhan 1392 H.
“Pada saat saya nyantri di Pondok Pesantren Al Hidayat di bawah pengasuh KH Ma'shoem Lasem. Waktu itu tepat di tanggal 21 Sya'ban 1392 H / Oktober 1972, saya sowan (menghadap) KH Ma'shoem untuk meminta izin kepada beliau, saya bermaksud ngaji pasaran (sebulan khatam) kepada KH Ahmad Jazuli di Pondok Pesantren Ploso Kediri yg dimulai pada 25 Sya'ban - 25 Ramadhan,” ungkapnya.
Mantan pengurus PBNU itu mengungkapkan, kala itu ia mendapatkan izin dari KH Ma’shoem untuk mengaji pasaran, namun hanya untuk beberapa hari saja.
"KH Ma’shoem waktu itu dhawuh: iya cung, budalen khataman pasanan ning Kiai Jazuli Ploso, tapi aja suwe-suwe pasanane, sepuluhan dina wae balik neh ya! (iya nak berangkatlah, khataman puasa di tempat Kiai Jazuli Ploso, tapi jangan lama-lama, sepuluh hari saja balik lagi!" kenangnya.
Kiai Masyhuri lantas mengiyakan perintah ayah Kiai Ali Ma'shoem Krapyak tersebut. “Jawab saya, tanpa pikir panjang terkait dhawuh beliau di kalimat terakhir. Kemudian bergegas berangkat ke Ploso,” ungkapnya.
Pada 12 Ramadhan, ia mendengar ada siaran berita Radio RRI bahwa KH Ma'shoem Lasem meninggal dunia. Ia mengaku kaget, bergegas kembali pulang ke Lasem.
“Saya merasa terpukul, kaget, sedih bercampur penyesalan, bersalah, dan terngiang-ngiang suara di akhir dawuh Almaghfurlah. Kenapa saya dulu tidak kembali di hari kesepuluh seperti dhawuh beliau,” kata Kiai Masyhuri.
Santri yang pernah menyantri selama lima tahun di Pondok Pesantren Al Hidayat Lasem itu mengajak kepada seluruh alumni untuk selalu mengirimkan doa kepada KH Ma’shoem. Selain itu, patut bersyukur karena dapat bertemu langsung dengan ulama besar.
“Kita, merasakan, melihat dan menerima warisan Almaghfurlah berupa keilmuan, keislaman, keteladanan, keikhlasan, kedermawan, mahabbah lil dhua' afa, serta sikap juangnya sungguh luar biasa," tuturnya.
Kontributor : Afina Izzati
Editor : Ajie Najmuddin
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Pelajaran Yang Tersirat Dalam Ibadah Haji
2
Gelorakan Dakwah Lewat Tulisan, NU Online Kumpulkan Jurnalis Muda Nahdliyin se-Jateng dan DIY
3
NU Online dan LAZISNU Gelar Workshop Jurnalistik Filantropi, Cilacap Jadi Tuan Rumah
4
NU Care-LAZISNU Dukung Penyelenggaraan Workshop Jurnalisitik Filantropi di Cilacap Jateng
5
Jelang Konfercab, PCNU Klaten Persiapkan Rekomendasi Isu Pertanian Ramah Lingkungan
6
Ketua PBNU: Jurnalis NU Adalah Saksi Sejarah Perjuangan Nahdlatul Ulama
Terkini
Lihat Semua