Nasional

3 Puisi Gus Mus yang Kritik Kondisi Sosial

Sabtu, 10 Agustus 2024 | 14:00 WIB

3 Puisi Gus Mus yang Kritik Kondisi Sosial

Gus Mus saat membawakan puisi berjudul Apakah Kau Terlalu Bebal atau Aku Terlalu Peka pada acara bertajuk Untaian Doa dan Puisi untuk Palestina yang diselenggarakan Kementerian Agama (Kemenag) RI di Pusat Perfilman Usmar Ismail, Jakarta, Selasa (2/1/2024). (Foto: NU Online/tangkapan layar Kemenag)

Semarang, NU Online Jateng

KH Ahmad Mustofa Bisri hari ini, Sabtu (10/8/2024) tepat berusia 80 tahun. Selain dikenal sebagai seorang ulama, kiai yang akrab disapa Gus Mus itu juga merupakan seorang sastrawan. Banyak karya sastra yang dihasilkannya dalam bentuk cerpen dan puisi. Ada sejumlah buku kumpulan puisi dan cerpen yang sudah diterbitkannya, di antaranya ialah buku Kumpulan puisi berjudul Wekwekwek Sajak-sajak Bumi Langit


Berikut 3 puisi Gus Mus yang termuat dalam buku Kumpulan puisi berjudul Wekwekwek Sajak-sajak Bumi Langit

 

BAGIMU

BagiMu
Kutancapkan kening kebanggaanku 
Pada rendah tanah


Telah kuamankan sedapat mungkin
Imanku
Kuselamat-selamatkan 
Islamku 
Kini dengan segala milikMu ini 
Kuserahkan kepadaMu, Allah 
terimalah!


Kepala bergengsi yang terhormat ini-
Dengan kedua mata yang mampu 
Menangkap gerak-gerik dunia 
Kedua telinga yang dapat menyadap 
Kersik-kersik berita 
Hidung yang bisa mencium 
Wangi parfum-hingga-borok manusia 
Mulut yang sanggup menyulap 
Kebohongan jadi kebenaran


Seperti yang lain hanyalah 
Sepersekian percik tetes
Anugerah Mu 
Alangkah amat mudahnya 
Engkau melumatnya. Allah!


Sekali Engkau lumat 
Terbanglah cerdikku 
Terbanglah gengsiku
Terbanglah kehormatanku
Terbanglah kegagahanku
Terbanglah kebanggaanku
Terbanglah mimpiku 
Terbanglah hidupku. Allah!


Jika terbang, terbanglah 
Sekarangpun aku pasrah 
Asal menuju haribaan
Rahmatmu


DENGAN APA HENDAK KUEJA ZAMAN?

Dengan apa hendak kueja zaman?
kemarau dan hujan 
tak lagi datang 
pada musimnya 
sungai-sungai mengudik 
membuat bingung laut dan gunung 
jalan-jalan semakin panjang 
dan bercabang 
tak lagi mengantar musafir 
ke tujuan 


Dengan apa hendak kueja zaman?
seharian matahari disimpan 
dalam lemari es para tuan 
semalaman bulan dan bintang 
disekap para preman


Dengan apa hendak kueja zaman? 
setiap hari orang melahirkan 
dan mengubur fakta 
makna-makna semakin bingung 
hendak hinggap di kata-kata mana? 
kata-kata tak lagi tahu 
membawa makna apa?


Dengan apa hendak kueja zaman? 
khalifah hutan membabati hutan 
khalifah pantai mengotori pantai 
khalifah laut menguras laut
khalifah gunung meledakkan gunung
khalifah kehidupan membantai kehidupan 
khalifah yang hamba lupa dirinya 
ditinggal jiwanya 


Dengan apa hendak kueja zaman?


‘NGELMU’

akhirnya kutemukan guru 
yang mau mejang 'ngelmu' 
simpanannya kepadaku


"tapi tak boleh kau tulis," katanya 
"sebab ngelmu bagai napasmu 
mesti merasuk langsung ke sanubari 
jika kau tulis akan mati 
maknanya 
jika kau serap lengkap 
kau bisa menjadi manusia rangkap 
kau bisa berada di mana-mana dalam saat yang sama 
kau bisa tidur sekaligus jaga 
kau bisa dibunuh tanpa kehilangan nyawa 
kau bisa diperdaya sambil memperdaya."


syukur ternyata aku bisa 
menyerap 'ngelmu' tanpa menuliskannya


suatu hari kurapalkan 'ngelmu' guruku itu 
dan tiba-tiba kulihat diriku ada di mana-mana 
rumahku penuh diriku 
di jalanan kulihat diriku 
memacetkan lalulintas 
pasar, terminal, perkantoran, 
hotel, toko, restoran, 
kampus, pesantren, sekolahan, 
sawah, waduk, tegalan, 
mesjid, gereja, tempat hiburan, 
gedung dpr, kebun binatang, taman, 
semuanya penuh sesak oleh diriku.


aku pun bingung
kian-kemari mencari-cari
diriku sendiri
yang sebenarnya.


aku lupa menanyakan kepada guruku 
bagaimana aku kembali 
ke diriku semula 
padahal sang guru kini 
telah tiada.