• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Senin, 29 April 2024

Keislaman

Metode Debat dalam Mazhab Asy’ariyah (1)

Metode Debat dalam Mazhab Asy’ariyah (1)
Kitab-kitab ulama Asy’ariyah memperlihatkan cara debat yang elegan: kalimat padat, tepat sasaran, tanpa sedikit pun memakai kata-kata makian ataupun debat kusir.
Kitab-kitab ulama Asy’ariyah memperlihatkan cara debat yang elegan: kalimat padat, tepat sasaran, tanpa sedikit pun memakai kata-kata makian ataupun debat kusir.

Diskusi dengan metode debat yang baik dan benar adalah sebuah jalur dakwah yang dibenarkan oleh agama Islam. Hal ini sesuai dengan ayat Al-Qur’an:

 

   ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ…ـ

 

 “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik….” (QS An-Nahl: 125).  

 

Dalam praktiknya, menurut Imam Haramain al-Juwaini, debat adalah keadaan saat kedua pihak saling menunjukkan pemikiran mereka yang berseberangan serta saling mencoba untuk mematahkan argumentasi satu sama lain (Imam Haramain al-Juwaini, al-Kafiyah fi ilm Jadl, [Kairo: Maktabah Isa al-Bab], 1979, hal. 21).  

 

Sedangkan menurut Grand Syekh al-Azhar Dr. Ahmad Thayyib dalam Nadharat fi Fikr al-Imam al-Asy’ari (2019), metode debat yang diajarkan oleh Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari selaku pendiri mazhab Asy’ariyah memiliki tiga keunggulan dibandingkan metode debat yang diajarkan oleh Aristoteles selaku pembesar ilmu logika dari peradaban Yunani. Ketiga poin tersebut adalah sebagai berikut:

 

1. Memiliki bentuk yang sesuai dengan ciri khas Islam.   Sejak awal, debat yang dianjurkan oleh Al-Qur’an adalah salah satu media dakwah untuk menemukan dan menunjukkan kebenaran tunggal yang pada akhirnya saling diyakini oleh kedua belah pihak. Dan tentunya, niat awal dari perdebatan bukanlah untuk mencari kemasyhuran, pangkat derajat, serta sekadar menjatuhkan lawan politik.  

 

Oleh karena itu, debat yang diajarkan oleh Abu al-Hasan al-Asy’ari memiliki syarat dan kaedah yang baku. Hal ini tentu berbeda dengan metode debat yang disusun oleh Aristoteles dengan segenap metode premisnya yang hanya menjadikan debat sebagai jalan menuju penalaran akal dan penerimaan panca indra. Dan pada akhirnya, metode debat yang digagas Aristoteles hanya menghasilkan kebenaran yang relatif dan tidak dianggap sebagai kebenaran mutlak. Misalnya dalam sebuah debat, pendapat Aristoteles adalah pendapat yang diyakini kebenarannya oleh Aristoteles dan sebaliknya tanpa ada sedikit pun legitimasi bahwa pendapat Aristoteles atau pendapat lawan debatnya adalah kebenaran secara mutlak. Sedangkan debat yang diajarkan oleh Abu al-Hasan al-Asy’ari menghasilkan kebenaran yang disepakati dan diyakini bersama di penghujung debat tanpa sedikit pun menyakiti hati salah satu pihak.  

 

2. Menjadikan Al-Qur’an dan hadits sebagai pedoman dan sumber argumentasi pemikiran.   Pada dasarnya dalam banyak bentuk perdebatan yang dicontohkan oleh Abu al-Hasan al-Asy’ari dan dikutip oleh Ibnu Faurok dalam kitab Mujarrad Maqalat Syaikh Abu al-Hasan al-Asy’ari selalu menjadikan Al-Qur’an dan hadits sebagai sumber pedoman dalam berargumentasi. Para pembesar mazhab Asy’ariyah menjadikan debat sebagai bahan koreksi pemikiran serta jalan untuk memadamkan pemikiran-pemikiran yang melenceng dari pemahaman yang benar mengenai Al-Qur’an dan hadits. Oleh karena itu, dalam berdebat para pembesar ulama mazhab Asy’ariyah memiliki kode etik serta akhlak yang baik dalam menyampaikan kebenaran. Bentuk debat yang dicontohkan dalam banyak kitab-kitab ulama Asy’ariyah terlihat selalu memakai kalimat yang padat, singkat, halus serta tepat sasaran tanpa sedikit pun memakai kata-kata makian ataupun debat kusir.

 

 3. Terfokus kepada ilmu tauhid.   Dalam pembahasan ilmu debat, Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari dalam kitab Adab al-Jadal lebih mengkhususkan debat sebagai sarana dakwah dalam menunjukkan jalan menuju aqidah yang benar dengan fondasi pemikiran yang tepat. Oleh karena itu, peran argumentasi akal yang dapat meyakinkan lawan debat adalah suatu hal yang sangat penting sebagai sarana menuju kebenaran tekstual Al-Qur’an dan hadits. Karena dalam praktiknya, seringkali para ulama Asy’ariyah menghadapi lawan-lawan debat yang hanya menerima argumentasi akal sebagai syarat berdebat misalnya saja kaum Mu’tazilah dan ateis. (Bersambung...)

 

Muhammad Tholhah al Fayyadl, Mahasiswa jurusan Ushuluddin Universitas al-Azhar Mesir, alumnus Pondok Pesantren Lirboyo.

 

Sumber: Mengenal Metode Debat dalam Mazhab Asy’ariyah

 

 

 

 


Keislaman Terbaru