Regional

Tradisi Ancakan dan Tumpeng Sembilan Meriahkan Grebeg Besar Demak

Ahad, 8 Juni 2025 | 15:45 WIB

Tradisi Ancakan dan Tumpeng Sembilan Meriahkan Grebeg Besar Demak

Plh Bupati Demak Muhammad Badruddin saat memberikan sambutan sebelum membuka acara secara resmi.

Demak, NU Online Jateng 

Tradisi Ancakan dan iring-iringan Tumpeng Sembilan menjadi bagian dari rangkaian Grebeg Besar Demak, menjelang Hari Raya Idul Adha 1446 Hijriah, di ikuti ribuan warga padati kawasan Kadilangu, Demak. Kamis (5/6/2025) malam. Rute prosesi dimulai dari Pendopo Notobratan Kadilangu hingga ke Serambi Masjid Agung Demak (MAD), dengan penuh khidmat dan nuansa budaya Islam khas Bumi Wali.

 

Tradisi Ancakan merupakan warisan leluhur dari keluarga besar Sunan Kalijaga yang digelar setiap malam Idul Adha. Nasi ancak yang disajikan dalam wadah anyaman bambu berisi lauk pauk seperti ikan asin, urap, dan sayur-sayuran, menjadi simbol sedekah, ungkapan syukur, dan bentuk penghormatan terhadap peninggalan para Wali, khususnya menjelang prosesi penjamasan keris pusaka Kiai Carubuk.

 

Pelaksana harian (Plh) Bupati Demak Muhammad Badruddin, yang akrab disapa Gus Bad, secara resmi membuka acara dengan memukul gong, dilanjutkan dengan menyuapi perwakilan warga sebagai simbol kepedulian pemimpin terhadap rakyat. Dalam sambutannya, Gus Bad menekankan pentingnya melestarikan tradisi sebagai benteng budaya dan perekat karakter masyarakat Demak yang religius dan rukun.

 

“Tradisi seperti Ancakan ini bukan sekadar peristiwa budaya. Ia adalah penguat spiritualitas dan kebersamaan masyarakat Demak yang sarat makna,” ujarnya.

 

Usai prosesi Ancakan, acara dilanjutkan dengan kirab Tumpeng Sembilan dari Pendopo Kabupaten menuju Masjid Agung Demak. Tumpeng tersebut melambangkan sembilan Wali Songo dan menjadi bentuk penghormatan atas jasa mereka dalam menyebarkan Islam di tanah Jawa.

 

Ketua Takmir Masjid Agung Demak, KH Noor Fauzi, menjelaskan bahwa tumpeng yang telah sampai di serambi masjid akan didoakan bersama, lalu dibagikan kepada warga yang hadir.

 

“Tradisi ini telah berlangsung sejak abad ke-16 dan menjadi wujud akulturasi budaya Arab dan Jawa. Ia juga menjadi bagian dari upaya menghidupkan Lailatul ‘Ied dengan dzikir dan doa,” terang Kiai Noor.

 

Sebagai penutup, digelar pengajian umum dengan tema "Melestarikan Budaya dengan Agama untuk Kesejahteraan Bersama", yang memperkuat pesan bahwa nilai-nilai spiritual dan budaya dapat berjalan selaras dalam membangun harmoni sosial.