PMII Demak Angkat Budaya Walisongo Melalui Desain Visual Kekinian
Sabtu, 3 Mei 2025 | 20:00 WIB

Narasumber Desain Komunikasi Visual sebagai Sarana Pelestarian Budaya Walisongo di Masjid Islamic Centre Demak. (Foto: Samsul Maarif)
Samsul Maarif
Kontributor
Demak, NU Online Jateng
Upaya pelestarian budaya Islam yang diwariskan para wali terus digelorakan oleh kalangan muda. Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PC PMII) Kabupaten Demak menggelar dialog interaktif bertajuk 'Desain Komunikasi Visual Sebagai Sarana Pelestarian Budaya Walisongo', bertempat di Masjid Islamic Centre Demak.
Kegiatan ini menjadi momentum strategis untuk merevitalisasi nilai-nilai budaya Walisongo melalui pendekatan kekinian, khususnya desain visual, agar semakin dekat dengan generasi muda di era digital.
Ketua PC PMII Demak, Ahmad Nuruddin, menegaskan pentingnya pelestarian budaya Islam klasik yang telah mengakar sejak masa Kesultanan Demak. Menurutnya, pelestarian budaya membutuhkan kolaborasi, kesadaran kolektif, dan aksi nyata.
“Ini adalah bentuk ikhtiar kami untuk menjaga warisan budaya Islam. Jangan sampai semangat malam ini berhenti di tataran wacana. Perlu langkah konkret dan kolaborasi lintas sektor agar budaya Walisongo tetap hidup dan relevan,” ujarnya kepada NU Online Jateng. Sabtu (3/5/2025).
Hadir sebagai narasumber, Zamzami Almakki, dosen Universitas Multimedia Nusantara yang juga perancang logo Muktamar NU ke-33. Dirinya menguraikan pentingnya pendekatan Human Centered Design (HCD) dalam proses penciptaan karya visual yang berakar pada budaya.
“Desain yang baik bukan sekadar enak dipandang, tapi juga mampu menjawab kebutuhan dan harapan manusia. Prinsip HCD menjadikan manusia sebagai titik sentral proses kreatif,” ungkap Zamzami, yang saat ini sedang menempuh pendidikan doktoral di bidang Ilmu Seni Rupa dan Desain, ITB.
Zamzami menekankan tiga tahapan penting dalam proses desain: Inspiration, Ideation, dan Implementation. Menurutnya, ketiga tahapan ini menjadi jembatan bagi para kreator untuk menghasilkan karya yang tidak hanya artistik, tetapi juga bermakna dan berdampak sosial.
Dalam sesi diskusi, peserta diajak untuk menjawab empat pertanyaan kunci: apa saja wujud budaya Walisongo, apa tantangannya, apa tujuannya, dan siapa sasarannya? Ragam budaya lokal seperti wayang, gamelan, syair, kidung, hingga barongan menjadi topik hangat. Namun, tantangan pun mengemuka: mulai dari anggapan kuno, kurang menarik, hingga minimnya desain kekinian yang mampu memikat generasi digital.
Padahal, pelestarian budaya Walisongo memiliki nilai strategis yang besar: edukatif, historis, membuka lapangan kerja, hingga berpotensi mendongkrak sektor ekonomi kreatif.
“Pembaruan visual adalah kunci. Kita tidak harus memulai dari hal besar. Justru dengan kemampuan kita masing-masing, pelestarian budaya bisa dilakukan secara berkelanjutan,” pungkas Zamzami.
Dialog ini diikuti oleh berbagai unsur organisasi kepemudaan dan keagamaan seperti IPNU, IPPNU, Pagarnusa, Forum TBM Kabupaten Demak, serta mahasiswa STAI Islamic Centre Demak.
Terpopuler
1
Niat Berkurban, Apakah Boleh Memotong Kuku dan Rambut?
2
Sosok Mbah Ijo, Jimat Kesetiaan NU Wonosobo
3
LAZISNU Purbalingga Salurkan Bantuan Sembako untuk Korban Tanah Bergerak di Karanganyar
4
Rais Tanfidziyah PCINU Yaman Asal Batang Tamatkan Studi, Siap Mengabdi untuk Kampung Halaman
5
Kemenag Ajak Guru Ma’arif NU Terus Menjaga Keikhlasan dalam Mendidik
6
PC IPNU-IPPNU Kendal Gelar Latihan Kader Utama, Upaya Cetak Kader Tangguh dan Berideologi Aswaja
Terkini
Lihat Semua