Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra

Fragmen

Kisah Pemuda Ansor Jateng Bertemu Kiai Hasyim Asy'ari

Hadratus Syekh KH Hasyim Asy'ari Rais Akbar PBNU (nu online)

Pada 14 Februari 1871 lahirlah seorang ulama besar dengan gelar Hadratus Syekh (Maha Guru) ahli hadits di tanah Jawa. Tidak lain adalah KH Hasyim Asy’ari. Seorang kiai kharismatik pendiri organisasi terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU). Pertanyaanya, tidak sedikit dari kita ingin mengenal lebih dalam dari sosok kiai multidimensi asal Jombang, Jawa Timur ini. Melalui karya monumental Saifuddin Zuhri 'Guruku Orang-orang dari Pesantren', (Yogyakarta: LkiS, 2007) Saifuddin Zuhri mengisahkan pertemuan pertamanya dengan sang Rais Akbar NU.


Bagi Zuhri, pertemuan itu sangatlah berkesan. Betapa tidak, di usia yang begitu muda 20 tahun, ia merasa bangga bertemu langsung dengan Kiai Hasyim. Perlu diketahui bahwa saat itu Saifuddin Zuhri adalah Ketua Gerakan Pemuda Ansor Wilayah Jawa Tengah.


Dikisahkan, Saifuddin Zuhri tertegun saat sepucuk surat datang dari seorang kiai muda energik, Wahid Hasyim. Surat itu berisi permintaan Wahid Hasyim untuk singgah terlebih dahulu sebelum beranjak ke Surabaya. Singkatnya, setiba di Tebuireng, Zuhri diantar Wahid Hasyim menghadap Kiai Hasyim. Kata Saifuddin Zuhri saat itu Kiai Hasyim sedang duduk di atas permadani sambil membaca surat yang diterimanya.


"Wajahnya bersinar, bercahaya. Memancar dari wajah orang yang sangat berwibawa. Ketika aku memberikan salam, Kiai Hasyim sedang duduk di atas permadani yang memenuhi ruangan tamu. Dengan mengenakan baju Jawa seperti piama tak berleher, berwarna putih terbuat dari kain katun, bersarung palekat, dan mengenakan sorban. Kiai Hasyim sedang membaca surat. Aku heran sekali, di umur sekitar 70 tahun masih dapat membaca tanpa kaca mata," jelasnya.


Saifuddin Zuhri mengatakan, saat pertama kali mengenalnya, Kiai Hasyim adalah pribadi yang ketika berbicara sangat hati-hati.Tidak asal bicara. Menurut Zuhri, orang bijaksana itu berfikir dulu, baru berkata, tapi orang sembrono, berkata dulu baru berfikir. "Hadratus Syekh jelas memperlihatkan orang yang bijaksana. Tidak tergesa-gesa dalam mengutarakan buah pikirannya," terang Saifuddin Zuhri.


Saat Kiai Hasyim di Marahi Gurunya


Perihal surat yang dibaca kata Saifuddin Zuhri, Kiai Hasyim memberitahukan surat itu berasal dari ulama terkenal Jawa Tengah. Kiai Hasyim sangat menghormati karib seangkatannya itu. Meski seangkatan, Kiai Hasyim menganggap sebagai gurunya. Saifuddin Zuhri menilai bahwa sikap Kiai Hasyim sangatlah rendah hati (tawadhu).


Saifuddin Zuhri mengatakan, saat itu Kiai Hasyim sedang bersedih. Pasalnya, surat itu berisi hukum mengharamkan terompet dan genderang yang dipakai Ansor saat baris-berbaris maupun pawai. Sementara, Kiai Hasyim memperbolehkan. Kata Kiai Hasyim, selagi itu bertujuan syiar Islam dalam rangka mempersiapkan kekuatan NU, sehingga musuh tidak memandang sebelah mata akan kebesaran NU, maka diperbolehkan.


"Hadratus Syekh memperlihatkan isi surat kepada kami. Beliau baca suratnya dalam bahasa Arab. Beliau baca berulang-ulang, sangat sedih, mengapa gurunya itu memarahinya. Maksudnya berbeda pendapat. Lalu Kiai Hasyim mengatakan akan berusaha sekeras-kerasnya menginsyafkan gurunya," kata Saifuddin Zuhri tertegun. Zuhri menuliskan bahwa silih pendapat di antara ulama tentang hukum genderang dan terompet lalu dibahas dalam Muktamar ke-15 NU di Surabaya tahun 1940 dan hasilnya diputuskan oleh dewan syuriah bahwa hukumnya diperbolehkan.


Memuliakan Tamu


Sisi lain dari ulama ahli hadits itu menurut Saifuddin Zuhri sangat memuliakan tamu. Di kediaman Kiai Hasyim, hampir setiap hari tamu berduyun-duyun datang dari berbagai kalangan; kiai, wali santri, petani, pemuda, pamong praja, dan lain sebagainya. Sekalipun para tamu tidak ada janji sebelumnya, bahkan datang di waktu yang umumnya orang-orang sedang istirahat tapi tetap diladeni.


"Sekalipun ada khadam menyuguhkan minuman dan makanan, tapi Mbah Hasyim sendiri yang menghidangkan. Kadang Kiai Hasyim mengambil dari ndalem. Bahkan ada tamu membawa oleh-oleh pepaya, Kiai Hasyim berkata Alhamdulillah, pucuk dicita ulam tiba, sambil berulang kali mengucapkan terima kasih. Padahal di kebun belakang rumahnya ada juga pohon pepaya," puji Saifuddin Zuhri.


Oleh karena itu kata Saifuddin Zuhri, tidak heran jika Kiai Hasyim sangat dikagumi oleh berbagai kalangan. Hampir para tamu itu merasa senang dan mendapat kenangan terindah yang membahagiakan. "Tidak semua orang menerima tamu dengan senang, gembira. Tapi Kiai Hasyim di umur senja tetap meladeni dengan cara yang menyenangkan. Maka Kiai Hasyim layak dipandang sosok 'Bapak Pengayom'," terangnya.


Demikian, sekilas sisi lain kepribadian Hadratus Syekh KH Hasyim Asy'ari. Seorang kiai kharismatik nan wibawa yang telah memberikan teladan kepada kita bahwa puncak ilmu adalah amal, karena amal adalah wujud dari ilmu yang harus diimplementasikan dalam kehidupan sehari-sahari seperti kisah Kiai Hasyim di atas. Wallahu a'lam bis shawab


Ahmad Faiz Rofii, Anggota Forum Mahasiswa Buntet Pesantren Cirebon-Semarang 

Editor: M Ngisom Al-Barony

Artikel Terkait