• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Minggu, 12 Mei 2024

Regional

Kisah Sutarji Berusaha Bangkit dari Krisis Ekonomi

Kisah Sutarji Berusaha Bangkit dari Krisis Ekonomi
Sutarji saat berada di antara dua kolam lelenya (Foto: NU Online Jateng/Hadyan)
Sutarji saat berada di antara dua kolam lelenya (Foto: NU Online Jateng/Hadyan)

Semarang, NU Online Jateng

Pandemi Covid-19 menghantam sektor ekonomi yang mengakibatkan masyarakat banyak yang kehilangan mata pencaharian. Hal ini turut dirasakan oleh Sutarji, kader Gerakan Pemuda (GP) Ansor dari Kelurahan Tembalang, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang.

 

"Saya sekeluarga juga terdampak corona. Kami sangat merasakan merosotnya pendapatan keluarga," kata Sutarji kepada NU Online Jateng, Selasa (2/2).

 

Pemuda yang aktif dari ranting dan kini masuk sebagai pengurus harian Pimpinan Anak Cabang (PAC) GP Ansor Tembalang ini mengisahkan titik terendah dalam mencari nafkah. Bagaimana tidak? Ia tinggal di sekitar Universitas Diponegoro (Undip) dan Politeknik Negeri Semarang (Polines). Semula, rumahnya yang sederhana disulap menjadi tempat kos bagi mahasiswa, sedikitnya tersedia 6 kamar kos. Bahkan ia juga membuka warung makan yang khas sesuai selera mahasiswa dengan harga sesuai dompet.

 

Namun, kata dia Covid-19 menghantam begitu kerasnya bak badai besar menggempur kapal di tengah lautan. Pemutusan hubungan kerja (PHK) banyak terjadi, otomatis daya beli masyarakat jadi anjlok. Bahkan, kebijakan bekerja dari rumah disusul ketentuan sistem pembelajaran jarak jauh secara online. Otomatis mahasiswa pulang kampung. Praktis, Sutarji yang daerahnya terdapat 7 perguruan tinggi kehilangan pendapatan.

 

“Sudah hampir setahun kos-kosan saya kosong, tidak ada mahasiswa yang menempati, semua pulang ke rumahnya, warung makan juga sepi pembeli. Bisa dibilang warga di sekitar kampus hidup dari para mahasiswa. Dari usaha kos-kosan, warung makan, fotokopi, ojek online, semuanya tergantung dari mahasiswa. Kalau tidak ada mahasiswa seperti saat ini ya usaha kita mati. Tidak ada pemasukan sama sekali,” akunya.

 

Selain agar tidak selalu bergantung dengan bantuan pemerintah, ia berusaha menciptakan peluang usaha untuk bangkit dari terjangan krisis ekonomi. Kondisi yang demikian ini menuntutnya lebih kreatif mencari nafkah.

 

"Sekarang ini sedang merintis budidaya lele. Usaha ini merupakan salah satu ikhtiar bangkit dari krisis ekonomi akibat pandemi. Bisa dibilang usaha yang mudah, dan membutuhkan modal yang tidak banyak," ucapnya.

 

Menurutnya, budidaya lele termasuk salah satu usaha yang memiliki prospek cukup bagus, dan memiliki peluang bertahan saat krisis ekonomi. “Lele ini salah satu ikan yang paling digemari oleh masyarakat. Karena tingkat konsumsinya relatif tinggi, maka permintaan di pasaran pun gak pernah sepi. Sehingga peluang usaha ternak lele ini sangat besar,” ujarnya.

 

Merintis budidaya dengan modal sekitar 3,5 juta rupiah dari sisa tabungan, Ketua Karang Taruna Kelurahan Tembalang ini membuat dua kolam lele berbentuk bulat dari terpal dengan diameter sekitar 2 meter dan tinggi 1,5 meter. Masing-masing kolam diisi bibit lele sebanyak 1.000 ekor.

 

“Pembuatan satu kolam lele habis 850 ribu, bibit ukuran 7-9 cm harganya 180 ribu per seribu ekor. Sisanya untuk pakan selama tebar benih sampai panen. Satu kolam habis sekitar 750 ribu. Jadi estimasi untuk modal awal ini sekitar 3,5 juta. Tapi kalau sudah periode kedua karena sudah ada kolam, maka modalnya jadi lebih ringan, gak sampai 2 juta," rincinya.

 

Terkait keuntungan yang bakal didapat dari usaha barunya ini, ia menyebut permintaan pasar yang cukup tinggi dengan harga yang relatif stabil, yakni 15.000-20.000 per kilo. Karenanya peternak lele tidak akan kesulitan untuk memasarkan saat panen.

 

Bismillah, namanya juga usaha, harga jualnya juga bagus. Dan yang pasti, lele ini gak susah jualnya, bisa di pasar, ke warung penyetan, bahkan tetangga sekitar juga banyak yang beli. Selain bisa dijual, lele ini juga bisa dikonsumsi pribadi. Lumayan kalau pas gak ada lauk, hehe," urainya sembari tersenyum.

 

Meski demikian, usaha barunya ini bukannya tak memiliki kelemahan. Karena berada di pemukiman padat penduduk, ia mengaku tak sekali diprotes warga sekitar sebab bau kolam yang tidak sedap.

 

"Tapi saya membaca referensi ada budidaya lele dengan mengunakan metode bioflok, dan itu katanya gak bau. Saya masih ingin mempelajari itu, semoga ada yang bisa membantu pelatihan budidaya lele dengan bioflok. Nanti kalau saya sudah bisa, insyaallah akan menularkan ilmu ini ke sahabat-sahabat yang lain sehingga ada suatu hal yang bisa dikerjakan dan bermanfaat. Kasihan banyak yang ga punya pekerjaan akibat pandemi ini,” katanya penuh harap.

 

Kontributor: M Hadyan

Editor: Ahmad Rifqi Hidayat


Regional Terbaru