Fatayat NU Jateng Desak Komisi Penyiaran Hentikan Tayangan Sinetron Suara Hati Istri
Sabtu, 5 Juni 2021 | 18:00 WIB
Samsul Huda
Penulis
Semarang, NU Online Jateng
Pimpinam Wilayah (PW) Fatayat Nahdlatul Ulama Jawa Tengah mendesak Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menghentikan tayangan sinetron berjudul 'Suara Hati Istri episode Zahra' yang ditayangkan salah satu televisi swasta nasional berjaringan.
Ketua PW Fatayat NU Jateng Tazkiyatul Muthmainnah mengatakan, sinetron itu menampilkan artis berusia 15 tahun yang memerankan istri ketiga. Selain itu konten sinetron terkesan mengkampanyekan pernikahan usia anak.
“Saya berharap KPI bersikap tegas segera menghentikan tayangan sinetron itu, bukan menghentikan sementara, akan tetapi menghentikan selamanya,” kata Iin panggilan akrab Tazkiyyatul Muthmainnah yang juga anggota komisi E dari FPKB DPRD Jateng di Semarang, Sabtu (5/6).
Menurutnya, meskipun KPI telah memanggil pengelola stasiun televisi dan memberikan saran agar mengganti pemeran, hal itu belumlah cukup. Sebab yang terpenting jangan sampai ada stasiun televisi yang menayangkan lagi pernikahan usia anak, apalagi dalam cerita poligami.
"Memang KPI telah menindaklanjuti tayangan sinetron Suara Hati Istri episode Zahra yang sempat dikecam netizen itu dan telah meminta penjelasan. Pihak stasiun televisipun diketahui telah menerima masukan dari KPI dan segera mengganti pemeran dalam tiga episode mendatang," terangnya.
Dia menambahkan, hendaknya hal ini bisa menjadi acuan stasiun televisi untuk selalu mengingatkan production house (PH) agar memerankan pekerja seni yang usianya di atas 18 tahun untuk peran orang yang sudah menikah.
"Penanganan masalah ini mestinya jangan hanya sebatas penanganan masalah usia pemeran sinetron, tetapi konten juga harus jadi fokus perhatian," tegasnya.
Menurut mantan Anggota KPID Jateng ini, tidak sepatutnya televisi menayangkan sinetron yang menceritakan pernikahan anak. “Apalagi dikemas dalam cerita poligami. Di sana juga diceritakan pemain mengalami kekerasan berupa paksaan menikah maupun kekerasan secara psikis,” terangnya.
Saat ini lanjutnya, Indonesia sedang berupaya menekan angka usia nikah anak yang masih tinggi. Di Jateng hampir 12.000 kasus pernikahan anak. Tetapi kenapa justru ada stasiun televisi yang menayangkan sinetron tentang pernikahan usia anak.
Dikatakan, UU Penyiaran menyebutkan anak merupakan khalayak khusus yang harus dilindungi. Televisi harus menjadi media yang ramah anak dengan cara melindungi dan memberikan hak anak.
"KPI jangan lemah tetapi harus tegas, tunjukkan taji KPI agar konten televisi lebih berkualitas. Salah satu fungsi penyiaran adalah hiburan tapi, hiburan yang sehat. Semua lembaga penyiaran harus memegang prinsip itu,” pungkasnya.
Penulis: Samsul Huda
Editor: M Ngisom Al-Barony
Terpopuler
1
Abu Sampah Disulap Jadi Paving, Inovasi Hijau LPBI NU dan Banser Trangkil
2
Khutbah Jumat: Pelajaran Yang Tersirat Dalam Ibadah Haji
3
Semarak Harlah ke-75, Fatayat NU Wonogiri Gali Potensi Kader dengan Semangat Kartini
4
Kasus Pneumonia Jamaah Haji Meningkat, dr Alek Jusran Imbau Jaga Kesehatan
5
Muslimat NU DIY Gelar Bakti Sosial dan Pasar Murah Guna Ringankan Beban Masyarakat
6
Gelorakan Dakwah Lewat Tulisan, NU Online Kumpulkan Jurnalis Muda Nahdliyin se-Jateng dan DIY
Terkini
Lihat Semua