Ketum PBNU: NU Tidak Boleh Berkonsolidasi sebagai Identitas Politik
Rabu, 5 Februari 2025 | 08:30 WIB
Jakarta, NU Online
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) menegaskan bahwa NU tidak boleh dibiarkan tumbuh atau dipaksa menjadi bagian dari identitas politik.
"Nahdlatul Ulama tidak boleh dibiarkan tumbuh apalagi sengaja didorong untuk berkonsolidasi sebagai identitas politik. Tidak boleh, ini fundamental," ujar Gus Yahya dalam Sarasehan Ulama yang diselenggarakan di Hotel Sultan, Jakarta Pusat, pada Selasa (4/2/2025).
Gus Yahya menekankan bahwa NU lahir dengan tujuan untuk mengabdi, melayani, serta berbakti kepada masyarakat dan bangsa.
"Dengan cara itu kehadiran NU menjadi berarti bagi masyarakat, berarti bagi bangsa dan negara," tambahnya.
Ia menyampaikan, jika suatu lingkungan budaya atau agama, termasuk NU, dibiarkan berkembang menjadi identitas politik, maka bisa membahayakan kelangsungan bangsa dan negara.
"Lingkungan budaya yang demikian luas ini tidak boleh berkembang menjadi identitas politik karena itu akan membahayakan kelangsungan bangsa dan negara," ujarnya.
Ia mengingatkan, ketika identitas budaya atau agama dikonsolidasikan dalam persaingan politik untuk merebut kekuasaan, maka dampaknya akan sangat berbahaya.
Menurut Gus Yahya, NU memilih untuk mendukung siapa pun yang memiliki misi untuk menghadirkan maslahat bagi rakyat, tanpa terjebak pada agenda politik tertentu.
Senada, Menteri Agama RI Prof Nasaruddin Umar memberikan pandangannya mengenai pentingnya memahami konteks sosial dan politik dalam pemerintahan saat ini.
Ia menjelaskan bahwa pada zaman sekarang ini, kecerdasan tekstual saja tidak cukup untuk menghadapi tantangan yang ada.
"Era sekarang ini tidak cukup didukung oleh sebuah kepintaran tekstual tapi kita juga harus mampu mengaktualisasikan kecerdasan tekstual itu di dalam kearifan memahami kenyataan kontekstual," ujar Menag Nasar.
Menteri Agama juga mengingatkan pentingnya kearifan lokal dan universal dalam menjalankan peran sebagai ulama di masa depan.
"Menjadi ulama dalam masyarakat modern itu sangat tidak mudah, tidak sesederhana menjadi ulama pada masa-masa yang lampau. Diperlukan kearifan-kearifan lain, kearifan lokal terutama, kearifan universal juga bagian yang tidak terpisahkan untuk kita pahami," katanya.
Ini menjadi sebuah tantangan baru bagi para ulama untuk tidak hanya menguasai teks-teks agama, tetapi juga mampu menghadapi realitas sosial dan politik yang berkembang.
Acara yang mengusung tema Asta Cita dalam Perspektif Ulama Nahdlatul Ulama ini juga dihadiri oleh sejumlah tokoh penting lainnya. Di antaranya Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Prof Abdul Mu'ti, Sekretaris Jenderal PBNU yang juga Menteri Sosial H Saifullah Yusuf, Katib Aam PBNU KH Akhmad Said Asrori, dan Wakil Rais Aam PBNU sekaligus Ketua Umum MUI KH Anwar Iskandar.
Terpopuler
1
Masjid di Jalur Mudik Diminta Buka 24 Jam, Dukung Pemudik dan Program Khataman Al-Qur’an Nasional
2
Baju Lebaran: Anjuran atau Hanya Tradisi?
3
LFNU Kabupaten Tegal Bersama Santri Verifikasi 19 Titik Arah Kiblat
4
Gus Nasrul: Banyak Penceramah Agama yang Justru Wajib Diceramahi
5
Pemprov Jateng Gandeng 44 Perguruan Tinggi Percepat Capaian Program Pembangunan
6
Pesan Gus Adib Lirboyo untuk Santri Safari Ramadan: Utamakan Akhlakul Karimah
Terkini
Lihat Semua