• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Senin, 6 Mei 2024

Nasional

HARLAH NU

Rais Aam PBNU Sebut di NU untuk Menata Hidup, Bukan Ikut Hidup

Rais Aam PBNU Sebut di NU untuk Menata Hidup, Bukan Ikut Hidup
Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar di acara pembukaan kombes NU di Pesantren Al-Munawwir Krapyak, Yogyakarta (Foto: NU Online Jateng/M Ngisom Al-Barony)
Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar di acara pembukaan kombes NU di Pesantren Al-Munawwir Krapyak, Yogyakarta (Foto: NU Online Jateng/M Ngisom Al-Barony)

Bantul, NU Online Jateng
Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Miftachul Akhyar mengatakan, NU adalah organisasi yang bertujuan untuk menata hidup bukan ikut hidup untuk mewujudkan kemaslahatan dunia secara keseluruhan.


"NU bukan nunut urip tapi noto urip (NU bukan ikut hidup tapi menata hidup)," kata Kiai Miftach dalam pembukaan Konferensi Besar NU 2024 di Pesantren Al-Munawwir, Krapyak, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta DIY), Senin (29/1/2023). 


Kiai Miftach yang juga Pengasuh Pesantren Miftachus Sunnah Surabaya itu menganjurkan untuk mengikuti perintah organisasi NU yang dimulai dari komando garis perintah pimpinan paling tertinggi NU. 


"Oleh karena itu di beberapa tempat saya sampaikan, isma athi'u (dengarkan taatilah) karena itu sangat dipesankan Rasulullah saw. Jamiyyah yang mardhiyyah (NU) ini organisasi terbesar sedunia bahkan terbesar dunia dan akhirat. Ini nikmat yang besar diberikan kesempatan ikut menata, di samping memperbaiki diri," tegasnya.


Disampaikan, untuk menata kehidupan warga NU dan masyarakat harus dapat menerjemahkan makna agama Islam secara benar ke seluruh penjuru dunia. "NU ingin memerankan, ingin menjadi mutarjim (penerjemah) semampunya menerjemahkan dakwah islamiyah yang besar, dakwah yang merangkul tidak memukul, dakwah yang  membina tidak menghina, dakwah yang menyayangi tidak menyaingi dan dakwah yang simpatik," ucapnya.
 


Untuk membangkitkan NU lanjutnya, dirinya mengajak untuk adil dalam menilai seseorang, sehingga tidak boleh salah menilai sesuai dengan kemampuan masing-masing.


"Apa yang dianggap besar, punya nilai ya kita besarkan, mengagumkan apa yang memang agung dan mengecilkan apa yang hakikatnya kecil karena ulama adalah sosok yang mampu memberikan mereka yang punya , memberikan hak mereka yang memang haknya," ungkapnya. 


Tindakan tersebut, menurut Kiai Miftach sesuai dengan perintah agama Islam yang berkutat pada syariat yang diturunkan Allah kepada para hambanya. "Karena agama kita sebagai agama yang terakhir, tentu lebih sempurna dari agama yang terakhir tentu lebih sempurna dari agama sebelumnya dan menyempurnakan dari kekurangan agama lain," katanya.


Sebelumnya, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf mengajak para pengurus NU di semua tingkatan harus mengubah budaya kerja untuk hasil yang strategis mengingat tanggungan NU yang tidak kecil dalam menghadapi tantangan zaman.


"Kita harus memacu kinerja untuk mengawal kemenangan Indonesia karena di tengah tantangan sejarah berskala peradaban ini, Indonesia harus menang, supaya kita semua tetap berdaulat," kata Gus Yahya panggilan akrabnya.


Dirinya mengingatkan agar dalam menjalankan kinerja itu tidak seperti mengejar layangan putus. Mengejar layangan putus hanya senang turut ramai-ramai, tetapi susah untuk memperoleh hasil. 


"Kalaupun didapat layangan itu, tetapi banyak yang merebutnya sehingga rusak tidak berguna," pungkasnya.


Penulis: M Ngisom Al-Barony


Nasional Terbaru