• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Minggu, 28 April 2024

Kiai NU Menjawab

Bolehkah Mencatat Materi dengan Ponsel saat Khutbah Jumat Berlangsung?

Bolehkah Mencatat Materi dengan Ponsel saat Khutbah Jumat Berlangsung?
Ilustrasi (NU Online)
Ilustrasi (NU Online)

Assalamu’alaikum war. wab. 

Izin bertanya kiai, bagaimana hukum jamaah Jumat melakukan aktivitas mencatat materi khutbah yang sedang disampaikan oleh khatib, baik mencatat dengan kertas ataupun ponsel? Terimakasih. 

Wassalamu‘alaikum war. wab. 


(Ahmad JS - Yogjakarta)   


Jawaban 

 

Wa‘alaikumussalam war. wab. 


Pembaca terhormat, anjuran bagi makmum saat khatib menyampaikan khutbah adalah mendengarkannya secara seksama, tidak melakukan aktivitas-aktivitas lainnya.   

 

Mendengarkan khutbah secara seksama ini dalam fiqih disebut dengan istilah inshat, yaitu diam dan mendengarkan khutbah secara fokus. Hal ini seiring dengan disyariatkannya khubah dalam shalat Jumat yaitu agar khatib menyampaikan mauidzhah atau nasihat kepada para jamaah.   

 

Dalam hal ini secara teknis, khatib wajib menyampaikan khutbahnya dengan mengeraskan suara hingga terdengar oleh minimal 40 orang jamaah selain dirinya, dan 40 jamaah tersebut harus benar-benar mendengarkannya secara nyata. Karenanya, andaikan seluruh 40 jamaah tersebut atau sebagiannya tidak mendengar khutbah secara nyata, maka menurut qaul ashah (pendapat yang lebih shahih) khutbahnya tidak dihukumi sah. 


  
وَإِسْمَاعُ أَرْبَعِينَ كَامِلِينَ عَدَدِ مَنْ تَنْعَقِدُ بِهِمْ الْجُمُعَةُ بِالِاتِّفَاقِ مَعَ قَطْعِ النَّظَرِ عَنْ الْإِمَامِ بِأَنْ يَرْفَعَ صَوْتَهُ لِيَحْصُلَ وَعْظُهُمْ الْمَقْصُودُ بِالْخُطْبَةِ، فَلَوْ لَمْ يَسْمَعُوهَا لِبُعْدِهِمْ أَوْ إسْرَارِهِ لَمْ تَصِحَّ وَلَوْ كَانُوا كُلُّهُمْ أَوْ بَعْضُهُمْ صُمًّا لَمْ تَصِحَّ فِي الْأَصَحِّ

 

Artinya, “Dan syarat khutbah Jumat keenam adalah memperdengarkan khutbah kepada 40 orang jamaah yang sempurna, maksudnya sejumlah orang yang dapat mengabsahkan shalat Jumat, berdasarkan kesepakatan ulama, tanpa menghitung imam. Yaitu imam (khatib) mengeraskan suaranya agar dapat berhasil menyampaikan mauidzhah kepada mereka yang menjadi tujuan utama dengan adanya khutbah. Andaikan mereka tidak mendengarnya secara nyata karena jauhnya jarak mereka atau karena lirihnya suara imam, maka khutbahnya tidak sah. Andaikan seluruh 40 orang jamaah tersebut atau sebagiannya saja tuli, maka khutbahnya juga tidak sah menurut qaul ashah.” (Al-Mahalli, Syarah Al-Mahalli pada Hasyiyatani, [Surabaya, Al-Haramain], juz I, halaman 323).   

 

Dari sini maka menjadi sangat penting, bahwa saat khutbah berlangsung sudah semestinya para jamaah bersama-sama menjaga suasana ibadah Jumat senantiasa kondusif agar khutbah dapat diterima secara baik oleh seluruh jamaah. Tidak justru melakukan aktivitas-aktivitas yang mengganggu penyampaian khutbah dan menodai kekhidmatan ibadah yang sedang dijalankan. 
 

Dua Pendapat Imam As-Syafi‘i tentang Anjuran Diam saat Khutbah Jumat 

  
Lalu apakah anjuran inshat atau diam fokus mendengarkan khutbah Jumat hukumnya wajib, atau bagaimana?  


Imam As-Syafi‘i dalam qaul qadim (pendapat lama) menyatakan bahwa inshat saat khatib berkhutbah hukumnya wajib. Demikian pula hukum berbicara saat khatib menyampaikan khutbah adalah haram. Sementara dalam qaul jadid (pendapat baru) ia menyatakan bahwa inshat saat khatib berkhutbah hukumnya sunah. Demikian pula berbicara saat khatib menyampaikan khutbah hukumnya tidak haram. 

 

Qaul qadim berpedoman pada surat Al-A‘raf ayat 204: “Wa idza quri-al qur-anu fastami‘u lahu wa anshitu”, yang mewajibkan jamaah untuk fokus mendengarkan khutbah Jumat. Sementara qaul jadid tidak menganggap perintah mendengarkan khutbah dan diam dalam ayat tersebut merupakan perintah wajib. Sebab terdapat dalil lain yang menafikannya yaitu hadits riwayat Al-Baihaqi dari Anas bin Malik dengan sanad shahih yang menunjukkan bahwa Nabi saw tidak mengingkari orang yang memotong khutbahnya sampai tiga kali dan tidak menyuruhnya diam. Ini jelas-jelas menunjukkan bahwa diam saat khutbah Jumat hukumnya tidak wajib. (Al-Mahalli, Syarah Al-Mahalli, juz I, halaman 324). 

 

Pun demikian, bicara saat khutbah berlangsung semampu mungkin dihindari. Andaikan perlu komunikasi dengan orang lain, sebisa mungkin cukup menggunakan isyarat saja. 

 

قَوْلُهُ: وَالْجَدِيدُ أَنَّهُ لَا يَحْرُمُ الْكَلَامُ، وَحِينَئِذٍ يُنْدَبُ الِاسْتِغْنَاءُ عَنْهُ بِالْإِشَارَةِ مَا أَمْكَنَ 

 

Artinya, “Ungkapan An-Nawawi ‘Qaul Jadid menyatakan bahwa berbicara saat khutbah tidak haram’, meskipun tidak haram, sunah menghindar darinya dengan menggunakan bahasa isyarat semampu mungkin.” (Qulyubi, Hasyiyah Qulyubi dalam Hasyiyatani, [Surabaya, Al-Haramain], juz I, halaman 324). 


Hukum Mencatat Materi Khutbah Jumat yang Sedang Disampaikan oleh Khatib   

 

Kembali pada pertanyaan awal, bagaimana hukum jamaah Jumat melakukan aktivitas mencatat materi khutbah yang sedang disampaikan oleh khatib, baik mencatat dengan kertas ataupun ponsel? 

 

Asalkan aktivitas mencatat materi khutbah tersebut tidak mengganggu kekhusyukan ibadah yang sedang berlangsung maka tidak masalah. Terlebih dengan mencatatnya maka mauidzhah atau nasihat yang disampaikan oleh khatib dapat tersimpan dengan rapi dan dapat dibuka kembali suatu saat nanti ketika dibutuhkan.


 وَقَدْ رَوَى أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: قَيِّدُوا الْعِلْمَ بِالْكِتَابِ 

 

Artinya, “Dan sungguh Anas bin Malik telah meriwayatkan dari Nabi saw, bahwa beliau bersabda: “Ikatlah ilmu dengan kitab (tulisan).” (Adabud Dunya wad Din, halaman 61). 

 

Merujuk penjelasan Al-Munawi terkait riwayat ini, menulis ilmu menjadi sangat penting karena begitu banyaknya ilmu yang didengar maka hati tidak akan mampu menghafalkan semuanya. (Al-Munawi, At-Taisir, [Riyadh, Maktabatul Imam As-Syafi‘i: 1988], juz II, halaman 392). 

 

Meskipun secara hukum mencatat materi khutbah saat khatib menyampaikannya diperbolehkan, namun mencatatnya dengan ponsel hemat penulis harus dihindari. Karena bisa jadi di tengah-tengah mencatat, muncul berbagai notifikasi dari HP sehingga mengganggu kekhusukan ibadah diri dan orang lain. Selain itu, juga ada larangan dari takmir-takmir masjid agar para jamaah mematikan ponselnya saat masuk ke masjid, utamanya ketika ibadah Jumat sedang berlangsung. Wallahu a’lam. 

 

Ahmad Muntaha AM, Founder Aswaja Muda dan Redaktur Keislaman NU Online Penulis: Ahmad Muntaha AM

 

Sumber: NU Online

 


Kiai NU Menjawab Terbaru