• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Sabtu, 27 April 2024

Keislaman

Kisah Muhammad Kecil Tundukkan Mendung dan Syair Keimanan Abu Thalib

Kisah Muhammad Kecil Tundukkan Mendung dan Syair Keimanan Abu Thalib
Ilustrasi (NU Online)
Ilustrasi (NU Online)

Selain mukjizat, para nabi juga mempunyai irhash, yaitu keistimewaan atau hal-hal di luar nalar yang dialami sebelum diangkat menjadi nabi. Di antara irhash Nabi Muhammad saw di masa kecilnya adalah menaklukkan mendung. Kota Makkah yang dilanda kekeringan dalam waktu yang cukup lama akhirnya diguyur hujan setelah Abu Thalib melakukan ritual istisqa atau meminta hujan dengan wasilah Muhammad bin Abdillah.   


Sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Asyakir yang kemudian dikutip dalam kitab-kitab sirah nabawiyah, seperti As-Rahiqul Makhtum karya Al-Mubarakfuri (I/189), Subulul Huda war Rasyad karya As-Shalihi (II/137), dan Al-Khasaishul Kubra karya As-Suyuthi (I/145). 


Suatu ketika Julhamah atau Jalhamah bin ’Urfuthah datang ke kota Makkah dalam kondisi kekeringan. Dalam riwayat yang lebih lengkap disebutkan, ada orang yang berinisiatif meminta hujan kepada berhala Lata.   


“Datanglah kalian kepada berhala Lata dan ’Uzza,” serunya. 


Ada pula yang melontarkan ide agar penduduk Makkah meminta hujan kepada berhala ’Uzza.  “Datanglah kalian kepada berhala Manat, salah satu dari tiga berhala,” timpalnya. 


Di tengah usaha untuk meminta hujan itu, seketika ada seorang tua renta yang elok rupawan dan tampak kematangan dan kebijakannya, menyampaikan gagasannya secara cerdas. “Mengapa kalian berpaling? Bagaimana kalian malah berpaling dari Tuhan yang haq sementara pada kalian ada keturunan Ibrahim dan Ismail alaihissalam?” katanya penuh kebijakan. 


“Apakah yang engkau maksud adalah Abu Thalib?” tanya mereka penasaran dan penuh selidik.   


“Ya!”, tegas lelaki tua berwibawa itu. 
 

Mereka -demikian pula Jalhamah ikut serta- segera beranjak dan bergegas ke rumah Abu Thalib kemudian mengetuk pintu.  Sosok tampan berkulit cerah kekuningan memakai syal kain yang tiada lain adalah Abu Thalib keluar rumah. Orang-orang pun segera mendekatinya dan menyampaikan maksudnya.  
 

“Wahai Abu Thalib, sungai-sungai telah kering, orang-orang sudah lama tidak mendapatkan hujan, mohon engkau meminta hujan!”, kata mereka tanpa basa-basi.  “Tunggu hingga matahari bergeser ke arah barat dan angin datang bertiup,” jawab Abu Thalib.  
 

Setelah matahari bergeser ke arah barat, Abu Thalib keluar bersama Muhammad bin Abdullah yang masih kecil. Anak itu tampak bercahaya laksana matahari yang menyinari kegelapan, darinya kegelapan awan berdebu menjadi terang, dan di sekelilingnya ada beberapa anak kecil lainnya.  
 

Lalu Abu Thalib melekatkan punggung Muhammad ke Ka’bah. Muhammad pun segera memberi isyarat ke arah langit dengan jari-jari tangannya, sementara anak-anak lainnya melirik-lirik dengan ekor matanya.   


Saat itu tidak ada awan mendung sama sekali di langit, namun tiba-tiba awan berdatangan dari segala arah, dan hujan deras pun mengguyur Kota Makkah yang sudah mengalami kekeringan sangat lama. Sungai-sungai mengalirkan airnya, dan suburlah kota dan pedesaannya.  
 

Saking syukurnya kemudian Abu Thalib melantunkan syair memuji Muhammad bin Abdillah:


وَأَبْيَضَ يُسْتَسْقَى الْغَمَامُ بِوَجْهِهِ * ثِمَالُ الْيَتَامَى عِصْمَةٌ لِّلْأَرَامِلِ
يَلُوذُ بِهِ الْهَلَاكُ مِنْ آل هَاشِمِ * فَهُمْ عِنْدَهُ فِي نِعْمَةٍ وَفَوَاضِلِ
 وَمِيْزَانُ عَدْلٍ لَا يُخِيسُ شُعَيْرَةِ * وَوَزَّانُ حَقٍّ وَزْنُهُ غَيْرُ عَائِلِ


Artinya, “Dan kepada Muhammad bin Abdillah yang berkulit putih cerah, awan mendung diminta hujan dengan perantaranya, sosok istimewa yang menjadi pelindung anak-anak yatim dan para janda.

Dengan berkahnya kebinasaan Bani Hasyim tercegah. Mereka berada di sisinya dalam kenikmatan dan anugerah.

Dan ia laksana timbangan keadilan yang tidak mengurangi sebiji gandum pun, dan ia adalah timbangan yang haq yang tidak melenceng (curang).”

Kisah lengkap ini dapat dibaca dalam kitab Al-Mujalasah karya Imam Ad-Dinawari. (Ahmad bin Marwan Ad-Dinawari, Al-Mujalasah wa Jawahirul ’Ilmi, [Beirut, Darul Kutubil ’Ilmiyah], juz VIII, halaman 423-424).   


Kisah Muhammad bin Abdillah menaklukkan mendung ini diabadikan oleh Imam Abdurrahman Ad-Daiba’i dalam kitab maulidnya dengan kalimat:

 

تُطِيعُهُ السِّحَائِبُ


Artinya: “Awan-awan mendung pun taat kepadanya.” (Abdurrahman Ad-Daiba’i, Maulidud Daiba’i, [Kediri, Pesantren Fathul Ulum Kwagean], halaman 9).   


Syair Keimanan Abu Thalib 


Syair pujian Abu Thalib kepada Muhammad bin Abdillah di atas (berikut syair-syair semisal karyanya), menurut sebagian ulama menunjukkan keimanan di hati Abu Thalib. Tidak mungkin keluar syair seperti itu kecuali dari orang yang beriman atas kenabian Muhammad bin Abdullah.   


Di kalangan Ahlussunnah wal Jamaah, tidak sedikit ulama yang terang-terangan menyatakan bahwa Abu Thalib wafat dalam keimanan. Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan bahkan secara khusus menulis kitab membahas keimanan Abu Thalib dengan judul Asnal Mathalib fi Najati Abi Thalib.   


Dalam kitab Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan sampai pada kesimpulan sebagai berikut :


“Kesimpulannya, orang yang membaca penjelasan ulama tentang biografi Abu Thalib, maka ia akan menyakini seyakin-yakinnya bahwa Abu Thalib hidup dengan memedomani tauhid. Demikian pula nenek moyangnya ke atas sampai Nabi Adam. Dari sini dapat diketahui bahwa ucapan Abu Thalib bahwa ia memedomani agama Abdul Mutahallib, merupakan isyarat bahwa ia memedomani tauhid dan akhlak-akhlak mulia.  


Andaikan dari Abu Thalib tidak keluar berbagai isyarat keimanan (seperti tercermin dalam syair di atas dan semisalnya), kecuali ucapan bahwa ia memedomani agama Abdul Muthallib, maka itu sudah cukup (menunjukkan keimanannya).”   


Demikian kesimpulan Mufti Syafi’iyah kota Makkah atas keimanan dan keselamatan Abu Thalib dari api neraka di akhirat kelak. Pandangan seperti ini juga keluar dari para tokoh besar ulama Ahlussunnah lainnya seperti  Al-Qurthubi, As-Subki, As-Sya’rani dan selainnya. (Ahmad bin Zaini Dahlan, Asnal Mathalib fi Najati Abi Thalib, [Oman-Yordania:, Darul Imam An-Nawawi: 2007], halaman 111). Wallahu a’lam.   


Ustadz Ahmad Muntaha AM, Redaktur Keislaman NU Online


Sumber: NU Online

 


Keislaman Terbaru