Avika Afdiana Khumaedi
Kolomnis
Pernikahan dalam Islam bukan hanya sekedar ikatan sosial atau ritual, melainkan sebuah sarana untuk mencapai kesempurnaan dan melengkapi kehidupan pribadi. Pasangan hidup dipandang sebagai mitra yang saling mendukung dan melengkapi, serta memberikan kekuatan untuk menjalani kehidupan yang penuh berkah. Konsep ini menegaskan bahwa pernikahan adalah kesempatan untuk meraih kesempurnaan hidup, baik di dunia maupun di akhirat.
Kemudian konsep jodoh tidak hanya dipahami sebagai pasangan hidup yang melengkapi, tetapi juga sebagai cerminan diri. Jodoh dianggap sebagai anugerah dari Allah yang ditentukan untuk saling melengkapi, baik dalam hal kekuatan maupun kelemahan, karakter, dan nilai-nilai hidup. Dalam perspektif ini, pasangan hidup tidak hanya sekedar teman hidup, tetapi juga sebagai individu yang membantu seseorang untuk menjadi pribadi yang lebih baik.
Islam mengajarkan bahwa jodoh yang baik akan mencerminkan karakter asli kita dan menjadi pendorong untuk terus berkembang, serta meraih kehidupan yang lebih baik, baik di dunia maupun di akhirat.
Al-Qur'an menggambarkan hubungan suami istri sebagai pakaian bagi satu sama lain:
"هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَأَنتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّ"
Artinya: "Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka." (QS. Al-Baqarah: 187).
Ayat ini mengandung makna bahwa pasangan dalam pernikahan saling melindungi, memberikan rasa nyaman, dan melengkapi satu sama lain, sehingga hubungan pernikahan tidak boleh diputuskan secara tergesa-gesa tanpa adanya upaya untuk memperbaiki. Sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya yang sejalan dengan pandangan Al-Qurtubi, istilah "pakaian" dalam ayat ini menunjukkan bahwa suami dan istri saling melengkapi dan saling membutuhkan. Mereka adalah pasangan yang saling mendukung dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam hal emosional, spiritual, maupun tanggung jawab sosial, sehingga hubungan pernikahan menjadi kokoh dan penuh berkah.
Dalam hadits Sunan Abu Dawud juga dijelaskan dengan redaksi sebagai berikut:
"المرْأَةُ جَاءَتْ فِي خِلَافِ زَوْجِهَا، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «الْمَرْأَةُ قِسْمٌ مِنْ رَجُلٍ»"
Artinya: "Seorang wanita datang menghadap kepada Nabi SAW dalam keadaan tidak sepakat dengan suaminya, maka Nabi SAW bersabda: 'Wanita adalah bagian dari suami.’
Hadis ini mengandung makna bahwa seorang wanita sebagai pasangan hidup adalah cermin dari suaminya, dan hubungan antara keduanya saling melengkapi. Namun, perlu dicatat bahwa teks ini sering diinterpretasikan dengan cara yang beragam dalam konteks kehidupan sehari-hari.
Lalu, ketika kita mendapati pertanyaan apakah jodoh itu cerminan diri dan pelengkap diri?, kita akan menemukan bahwa pernikahan dalam Islam dipandang bukan hanya sebagai ikatan antara dua individu, tetapi juga sebagai perjalanan untuk mencapai kesempurnaan dan saling melengkapi. Dalam pandangan ini, jodoh bukan hanya cerminan diri, tetapi juga pelengkap yang membawa keseimbangan dalam hidup.
Pasangan hidup dalam Islam memiliki peran yang sangat penting, yaitu untuk saling mendukung, memperbaiki, dan membantu satu sama lain dalam menjalani kehidupan yang lebih baik, baik di dunia maupun di akhirat.
Dengan demikian, pernikahan menjadi sarana untuk mencapai kesempurnaan dalam agama dan kehidupan, serta kesempatan untuk semakin dekat dengan Allah swt. Hal ini menjadikan pasangan hidup sebagai bagian integral dalam mencapai kebahagiaan dan kedamaian hakiki, baik di dunia maupun di akhirat.
Terpopuler
1
Rais Syuriyah PWNU Jateng: NU Kokoh Berkat Peran Kolektif Ulama dan Santri
2
Ujian Akhir Santri TPQ Metode Tilawati di Jatinegara-Bojong Libatkan 240 Peserta
3
Keutamaan Bulan Rajab Selain Isra’ Mi’raj Menurut Mbah Maimoen
4
Khutbah Jumat: Bulan Rajab Menuntut Ilmu Ai: Kecerdasan Buatan
5
Khutbah Jumat: Memanfaatkan Teknologi Digital dengan Baik
6
Pasien Diare dan Dengue Shock Syndrome Meningkat di Rembang di Januari 2025,
Terkini
Lihat Semua