• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Jumat, 26 April 2024

Keislaman

Hasil Munas NU 2017, Beda Amil dan Panitia Zakat (Bagian-2 Habis)

Hasil Munas NU 2017, Beda Amil dan Panitia Zakat (Bagian-2 Habis)
Foto: Ilustrasi
Foto: Ilustrasi

Adapun prosedur pengangkatan amil zakat sama dengan prosedur pengangkatan hakim dan jabatan-jabatan kekuasaan lainnya. Sehingga ada beberapa prosedur pengangkatan amil zakat harus diperhatikan.


Pertama, Amil zakat merupakan salah satu yang masuk kategori jabatan kekuasaan (wilayah). Karenanya, pengangkatan amil zakat menjadi sah apabila dilakukan dengan pernyataan yang mengesahkan kekuasaan atau kewenangan amil zakat. Pengangkatan ini bisa dilakukan secara langsung apabila memang pihak calon amil hadir di tempat pengangkatan atau pelantikan. Dan bisa juga ditempuh dengan cara tidak langsung (dengan surat pengangkatan resmi) apabila ia tidak hadir di tempat pengangkatan. Hal ini seperti dalam pengangkatan calon hakim. 


Kedua, Muwalli atau pihak yang mengangkat. Dalam hal ini bisa kepala negara atau pejabat di bawahnya atau pejabat pembantu) mengetahui bahwa muwalla (pihak yang diangkat/calon amil zakat) telah memenuhi kualifikasi persyaratan untuk diangkat sebagai amil zakat. Konsekuensinya jika pihak yang mengangkat ternyata tidak mengetahui kredibilitas dan kualitas yang dipersyaratkan bagi calon amil yang diangkatnya maka pengangkatannya tidaklah sah. 


Ketiga, Muwalla (calon amil) mengetahui bahwa muwalli berhak mengangkatnya. Di samping itu juga ia mengetahui dengan pasti jika muwalla telah mengangkat dirinya sebagai amil zakat sehingga ia berhak menjadi kepanjangan tangan muwalli dalam soal urusan zakat. Kemudian muwalla menyampaikan kesanggupannya untuk menjadi amil atau atau langsung bekerja. 


Keempat, dalam pengangkatannya, disebutkan tugas amil mengenai penanganan zakat secara jelas. Penyebutan ini menjadi penting agar amil zakat yang diangkat mengetahui sejauh mana wilayah tugas yang diembannya. 


Kelima, dalam pengangkatannya disebutkan daerah kerja amil. Hal ini bertujuan agar ia dapat mengetahui dengan persis mana yang daerah yang menjadi kewenangannya dalam urusan zakat dan yang bukan. Jika ia diketahui, maka pengangkatannya tidak sah. 


Baznas dan Lembaga Amil Zakat 

Dalam pengelolaan zakat di Indonesia, pemerintah telah membentuk Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Dalam UU tersebut disebutkan bahwa Baznas merupakan lembaga pemerintah nonstruktural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri. 


Dalam pasal 17 UU tersebut juga disebutkan tentang lembaga Amil Zakat (LAZ) yang berfungsi untuk membantu Baznas dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. LAZ ini dibentuk oleh masyarakat dan wajib mendapat izin dari menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh menteri. 


Izin dari menteri untuk membentuk LAZ ini hanya diberikan kepada organisasi kemasyarakatan Islam yang mengelola bidang pendidikan, dakwah, dan sosial. Izin juga hanya diberikan kepada LAZ yang berbentuk lembaga berbadan hukum dan mendapat rekomendasi dari Baznas. 


Berdasarkan data dari Kementerian Agama sampai dengan akhir 2021, sudah ada 91 Lembaga Amil Zakat (LAZ) pada skala nasional hingga skala kabupaten/kota yang resmi mendapatkan izin dari pemerintah. Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 333 Tahun 2015 telah diatur perizinan LAZ yang dibagi menjadi LAZ berskala Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota. 


Sumber: NU Online


Keislaman Terbaru