• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Jumat, 26 April 2024

Keislaman

Hasil Munas NU 2017, Beda Amil dan Panitia Zakat (Bagian-1)

Hasil Munas NU 2017, Beda Amil dan Panitia Zakat (Bagian-1)
Foto: Ilustrasi
Foto: Ilustrasi

Salah satu ibadah yang harus dilakukan umat Islam sekaligus menjadi ukuran status keislaman seseorang adalah menunaikan zakat. Kewajiban zakat menjadi salah satu rukun Islam yang dilakukan dengan menyerahkan sebagian hartanya kepada orang lain. Dalam melakukannya, muzakki (orang yang berzakat) bisa memberikannya secara langsung kepada mustahiq (orang yang berhak) ataupun melalui orang lain yang disebut sebagai amil (pengelola zakat). 


Hasil Munas Alim Ulama Nahdlatul Ulama tahun 2017 disebutkan definisi amil adalah orang yang diangkat oleh imam (pemerintah) untuk memungut, mengumpulkan dan mendistribusikan zakat kepada pihak-pihak yang berhak menerimanya yaitu delapan ashnaf (golongan). Jadi amil pada dasarnya merupakan kepanjangan tangan imam dalam melaksanakan tugas yang terkait dengan zakat. 


Namun di masyarakat sampai saat ini, masih banyak ditemukan sekelompok orang yang ‘mengamilkan diri’ dan mengelola zakat, sedekah, dan infak. Kelompok ini dibentuk atas inisiatif dan prakarsa dari masyarakat atau swakarsa dan tidak mendapatkan legalitas dari pemerintah. Tak jarang mereka mengambil bagian dari zakat yang dikumpulkan karena merasa sudah menjadi amil. 


Terkait dengan hal ini, hasil Munas NU tahun 2017 menegaskan bahwa panitia zakat yang dibentuk secara swakarsa oleh masyarakat, tidak termasuk amil yang berhak menerima bagian zakat. Hal ini karena mereka tidak diangkat oleh pihak yang berwenang yang menjadi kepanjangan tangan kepala negara dalam urusan zakat.  


Lain halnya jika pembentukan tersebut sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang berlaku di mana minimal dicatatkan ke KUA untuk amil perseorangan atau amil kumpulan perseorangan. Hal ini berdasarkan Kitab Hasyiyah at-Tarmasi (Muhammad Mahfudl Termas, Hasyiyah at-Tarmasi, Jeddah-Dar al-Minhaj, cet ke-1, 1423 H/2011 M, juz, V, h. 404).  


Namun perlu dilihat fakta bahwa keberadaan amil zakat menjadi sangat penting di tengah-tengah masyarakat karena menyangkut tugas menopang kesejahteraan orang banyak, terutama orang-orang yang lemah. Karena itu Munas 2017 memberikan penjelasan tentang inisiasi pembentukan dan hak pengangkatan amil zakat.  


Imam, dalam hal ini kepala negara, memiliki kewenangan untuk membentuk amil zakat. Namun masyarakat juga bisa turut berperan melakukan inisiasi pembentukannya dengan catatan, sesuai dengan prosedur dan yang telah ditetapkan. 


Dalam konteks negara modern seperti Indonesia, pengangkatan amil adalah kewenangan (imam) kepala negara. Namun demikian, kewenangan itu bisa dilimpahkan kepada para pejabat pembantunya, yang ditunjuk untuk mengangkat amil yang menurut PP No 14 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan UU No 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, adalah gubernur, bupati, atau walikota. Mereka pun boleh mengangkat pegawai (ummal) untuk membantu tugas mereka dalam mengelola zakat. (bersambung)


Sumber: NU Online


Keislaman Terbaru