• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Jumat, 26 April 2024

Keislaman

Empat Hal yang Harus Diperhatikan Orang Sakit

Empat Hal yang Harus Diperhatikan Orang Sakit
Ilustrasi (NU Online)
Ilustrasi (NU Online)

Orang sakit keras berada dalam kondisi kristis. Artinya ia bisa saja sembuh atau malah sebaliknya semakin dekat dengan ajalnya. Nasib seseorang di akhirat sangat tergantung bagaimana akhir hidupnya di dunia. Jika hidupnya berakhir dalam kebaikan, ia mendapat husnul khatimah. Jika sebaliknya, ia mendapat su’ul khatimah.   

 
Setiap orang mukmin tentu sangat berharap agar hidupnya berakhir dengan husnul khatimah. Allamah Sayyid Abdullah bin Alawi Al-Haddad dalam sebuah kitabnya memberikan nasihat kepada orang sakit tentang hal-hal penting yang harus diperhatikannya sebagaimana kutipan berikut:


 وينبغي للمريض أن يحترز من النجاسات أن تصيبه في بدنه أو في ثيابه، فتمنعه من الصلاة ، وليحذر كل الحذر من ترك الصلاة، وليصلي على حَسَب حاله، قاعدا او مضطجعا، أو كيف أمكنه، ولا يختم عمله بالإضاعة لعماد الدين الذي هو الصلاة.  


Artinya, “Hendaknya orang sakit bersikap hati-hati terhadap najis yang menimpanya baik mengena pada badannya ataupun pakaiannya yang dapat menghalangi keabsahan shalatnya. Juga hendaknya ia berhati-hati jangan sampai meninggalkan shalat. Hendaknya ia tetap shalat sesuai dengan keadaannya baik dengan cara duduk, terlentang, atau sebisanya. Jangan sampai hidupnya berakhir dengan melalaikan tiang agama, yakni shalat.” (Sayyid Abdullah bin Alawi Al-Haddad, Sabîlul Iddikâr wal I’tibâr bimâ Yamurru bil Insân wa Yanqadli Lahu minal A’mâr [Dar Al-Hawi, 1998], cet. II, hal. 54).

 
Dari kutipan di atas dapat diuraikan hal-hal sebagai berikut:  


Pertama, orang Islam dalam keadaan sakit pun harus tetap berhati-hati terhadap najis yang mengena pada badan atau pakaiannya. Hal ini karena najis dapat menghalangi keabsahan shalat. Orang sakit umumnya tidak leluasa dalam bergerak sehingga ketika buang hajat, misalnya, terkadang harus dilakukan di atas tempat tidur. Dalam kondisi seperti ini tidak tertutup kemungkinan ada najis mengena atau menempel pada pakaian atau (anggota) badannya.  

 
Oleh sebab itu, penting sekali ada orang lain yang membantu melayani berbagai kebutuhan orang sakit. Kebutuhan tentu saja tidak hanya menyangkut makan dan minum, tetapi juga apa saja yang tidak mungkin ditinggalkannya, seperti buang hajat, kebersihan dan shalat. Ketiga hal ini berhubungan dan memiliki dampak. Artinya, ketika istinjak tidak dilakukan sebagaimana aturan fiqih, maka berpengaruh terhadap kesucian badan dan pakaian yang pada akhirnya juga berpengaruh terhadap keabsahan shalat.  


Seseorang yang bertugas mendampingi atau menunggui orang sakit, hendaklah memahami permasalahan-permasalahan di atas sehingga dia juga dituntut berhati-hati. Jika ia tahu ada najis yang mengena atau menempel pada (anggota) badan atau pakaian orang sakit yang ia dampingi, maka menjadi kewajibannya untuk mengajukan ganti pakaian dengan pakaian yang suci atau bersih secara fiqih. 
 

Kedua, orang sakit hendaknya berhati-hati jangan sampai lalai melaksanakan shalat. Meski dalam kondisi berbaring dan lemah di atas tempat tidur, orang sakit harus tetap memperhatikan waktu-waktu shalat. Ketika waktu shalat telah tiba, sebaiknya ia segera melaksanakannya.  


Jika tempat orang sakit itu dekat dengan masjid atau mushalla, tentu orang sakit bisa mendengar seruan adzan setiap kali dikumadangkan dari rumah ibadah tersebut. Tetapi jika jauh dari tempat-tempat itu sehingga tidak dapat mendengar adzan dikumandangkan pada saatnya, maka dapat digunakan aplikasi alarm waktu shalat berupa seruan adzan yang dapat diinstal di ponsel Android, misalnya aplikasi Digital Falak atau Muslim Pro. Atau cukup jadwal waktu shalat sesuai dengan lokasi geografisnya sebagaimana dapat dilihat di halaman depan website NU Online.  


Ketiga, hendaknya ia tetap shalat sesuai dengan keadaannya baik dengan cara duduk, terlentang, atau sebisanya. Shalat adalah tiang agama Islam, maka orang Islam wajib shalat dalam keadaan apapun. Tetapi Islam tidak membebani umatnya melebihi kemampuannya. Jika orang sakit hanya bisa shalat dengan tidur miring, itu pun diperbolehkan. Hal yang terpenting adalah melaksanakannya sesuai kemampuan. Namun kewajiban ini tidak berlaku bagi orang sakit yang tak sadarkan diri. Ia tidak wajib shalat dan tidak wajib mengqadha shalat-shalat yang ia tinggalkan ketika telah sadar kembali. 


Keempat, jangan sampai hidupnya berakhir dengan melalaikan shalat. Mati husnul khatimah adalah cita-cita tertinggi bagi setiap orang Islam. Oleh karena itu menjadi sangat penting bagi orang Islam yang sakit untuk tetap memperhatikan kewajiban shalatnya agar cita-cita untuk menggapai husnul khatimah tidak terhalangi oleh kewajiban shalatnya yang terbengkelai di akhir hayat.  Sehubungan dengan itu, maka dari pihak keluarga atau pihak manapun yang menunggui orang sakit, hendaknya membantu si sakit dengan senantiasa mengingatkan kewajiban shalat dan memfasilitasinya dengan baik hingga si sakit benar-benar melaksanakan shalat sesuai dengan kondisinya hingga akhir hidupnya atau sembuh sama sekali.   


Sebagai penutup, perlu ditegaskan kembali bahwa ada empat hal yang harus diperhatikan orang sakit yang beragama Islam, yakni pertama, bersikap hati-hati terhadap najis. Kedua, tidak melalaikan shalat lima waktu. Ketiga, melaksanakan shalat dengan cara yang memungkinkan sesuai kondisi riil. Keempat, tetap shalat hingga akhir hayat sebab bisa jadi Allah tidak memberikan kesembuhan dari sakitnya tetapi malahan memanggil ke haribaan-Nya yang penuh rahmat.  


Muhammad Ishom, dosen Fakultas Agama Islam Unversitas Nahdlatul Ulama (UNU) Surakarta.   


Sumber: NU Online


Keislaman Terbaru