• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Jumat, 26 April 2024

Dinamika

Pergunu Tegal Gelar Peningkatan Kapasitas Guru PAI non Pesantren

Pergunu Tegal Gelar Peningkatan Kapasitas Guru PAI non Pesantren
Kegiatan Pergunu Kota Tegal peningkatan kapasitas guru PAI non pesantren (Foto: NU Online Jateng/Erik)
Kegiatan Pergunu Kota Tegal peningkatan kapasitas guru PAI non pesantren (Foto: NU Online Jateng/Erik)

Tegal, NU Online Jateng
Peningkatan kapasitas moderasi beragama guru Pendidikan Agama Islam (PAI) tingkat SMA/SMK yang diinisiasi Pimpinan Pusat (PP) Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) bekerjasama dengan Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Santri Nusantara (P3SN) Direktur Pendidikan Agama Islam Kementraian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI) berlangsung di Hotel Karlita Tegal, Jumat (12/11).

 

Ketua Pimpinan Cabang (PC) Pergunu Kota Tegal Khaidar Tantowi menjelaskan, dipilihnya guru-guru PAI tingkat SMA/SMK karena mayoritas bukan lulusan pesantren. Menurutnya, guru-guru yang lulusan pesantren sudah tidak diragukan lagi tentang sikap moderasi dan toleran karena sudah melekat sejak menimba ilmu di pesantren.

 

“Kegiatan ini dikhususkan untuk guru PAI tingkat SMA/SMK. Karena berdasarkan data yang ada menunjukkan mayoritas bukan lulusan pesantren. Ya, walaupun ada juga lulusan pesantren ngajar di sana. Tetapi jumlahnya sangat sedikit sekali,” ujarnya.

 

Disampaikan, kegiatan peningkatan kapasitas bukan hanya di Kota Tegal saja, melainkan di beberapa tempat di Jawa Tengah, seperti Semarang, Solo, Batang, Kendal dan DIY. 

 

Menurutnya, ini salah satu bentuk usaha yang dapat dilakukan agar bangsa Indonesia tetap damai melalui program moderasi bergama. Sehingga dapat menghasilkan guru-guru yang moderat dan toleran.  

 

Wali Kota Tegal Dedi Yon Supriyono mengajak kepada semua guru untuk melaksanakan upacara jika bertepatan dengan hari besar Nasinoal. Menurutnya, cara ini untuk memetakan mana yang terafiliasi dengan gerakan ekstrim dan mana yang tidak.

 

“Hari besar nasional harus upacara diiringi lagu Indonesia raya dan hormat bendera. Kalau tidak mau, ini terdapat embrio atau cikal-bakal teroris,” tegas Dedi.

 

Dijelaskan, cinta tanah air dan jiwa nasionalisme sudah seharusnya melekat di bahu guru. Karena guru rutin seminggu sekali melaksanakan upacara tepatnya hari Senin di sekolah. “Cinta tanah air dan jiwa nasionalisme sudah seharusnya melekat di bahu guru,” ungkapnya.

 

Dedi juga menyinggung tentang proses kaderisasi di NU yang tidak boleh di ragukan lagi tentang nilai-nilai cinta tanah air. Untuk itu, para siswa yang berproses di NU terutama tentang kecintaannya terharap tanah air harus diapresiasi.

 

“Di dalam AD/ART NU sudah jelas sekali arah gerak NU tentang jiwa nasionalisme,” tegasnya. 

 

Di depan para peserta, Dedi menyinggung tugas guru yang tidak boleh diremehkan. Menurutnya, menimba ilmu kepada guru yang salah jauh lebih berbahaya lagi di banding pergaulan yang salah. 
   

“Salah pergaulan bahaya, tapi salah guru lebih berbahaya lagi,” ungkap pria asal Brebes itu.

 

Dedi juga mengapresiasi dilaksanakannya kegiatan moderasi beragama yang dihadiri oleh para guru. Mengingat masa depan bangsa ini tergantung pada guru maka sudah semestinya guru juga perlu dibekali sikap moderasi beragama agar bisa menghasilkan guru-guru yang moderat dan toleran. 

 

Pengirim: Erik Alga Lesmana
Editor: M Ngisom Al-Barony


Dinamika Terbaru