Refleksi Kemerdekaan ke-80, IKA PMII Jateng Luncurkan Buku Masterpiece Perlawanan Ulama Jawa Tengah Melawan Penjajah
Sabtu, 23 Agustus 2025 | 14:07 WIB

Ketua MUI Jawa Tengah KH Ahmad Darodji saat keynote speech pada Refleksi Kemerdekaan RI ke-80 dan Launching Buku Menyalakan Api Perlawanan Masterpiece Perjuangan Ulama Jawa Tengah Melawan Penjajah
Semarang, NU Online Jateng
Buku Menyalakan Api Perlawanan Masterpiece Perjuangan Ulama Jawa Tengah Melawan Penjajah karya Pengurus Wilayah (PW) Ikatan Alumni (IKA) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Jawa Tengah Dilaunching bersamaan dengan kegiatan refleksi kemerdekaan ke-80 di Aula Wisma Perdamaian Tugu Muda Semarang, Jum'at (22/8/2025).
Acara Refleksi Kemerdekaan ke-80 dan Launching Buku tersebut dihadiri ratusan peserta baik dari Pengurus PW IKA PMII Jawa Tengah, utusan PC IKA PMII Kabupaten/Kota Jawa Tengah serta kader-kader PMII Jawa Tengah. Acara diawali keynote speech yang disampaikan oleh Ketua MUI Jawa Tengah KH Ahmad Darodji dan dibuka oleh Staf Ahli Gubernur Jawa Tengah Bidang Kemasyarakatan dan SDM Ikhwan Hamzah.
KH Ahmad Darodji menyampaikan bahwa dalam memperingati kemerdekaan Indonesia ke-80 kita harus bersyukur kepada Allah swt atas nikmat kemerdekaan yang telah diberikan kepada kita sebagai bangsa Indonesia yang mana nikmat ini diperoleh melalui perjuangan orang-orang tua kita terdahulu terutama para ulama yang menjadi pelopor pejuangan melawan penjajah.
“Dari dulu yang gigih mempelopori perjuangan perlawanan terhadap penjajah itu ya ulama. Namun selama ini kiprah perjuangan para ulama belum banyak yang ditulis sehingga generasi muda sekarang belum banyak yang tahu. Untuk itu guna mengenang dan meneladani perjuangan para ulama sekaligus memupuk jiwa nasionalisme kita semua terutama para generasi muda maka refleksi kemerdekaan ke-80 dan launching buku ini menjadi sangat penting untuk kita apresiasi,” ujar Kiai Darodji
Kegiatan dilanjutkan dengan bedah buku dengan menghadirkan empat narasumber Prof H Musahadi (Ketua PW IKA PMII Jateng), Prof H Arief Junaidi (Ketua LP2M UIN Walisongo), Muslihah Setiasih (mantan Plt. Kepala Kesbangpol Jateng) dan KH Ali Munir Basyir (Pengasuh Pesantren Al Firdaus YPMI Ngaliyan Semarang). Adapun bedah buku dipandu moderator sekaligus penyunting buku M Kholidul Adib.
Dalam paparan pendahuluan Adib menuturkan bahwa buku yang ditulis ini merupakan implementasi deklarasi PW IKA PMII Jawa Tengah saat halal bi halal tanggal 24 April 2025 di Pendopo Bupati Blora. Saat itu PW IKA PMII Jawa Tengah deklarasi akan menulis sejarah 100 ulama pejuang di Jawa Tengah dengan melibatkan penulis anggota IKA PMII di Jawa Tengah. Buku ini mengupas sejarah perjuangan ulama sejak di era kesultanan Demak hingga era kemerdekaan.
“Pada buku edisi pertama yang kali dibedah disusun dalam waktu dua bulan yaitu Mei-Juni dan berisi 51 sejarah singkat ulama pejuang di Jawa Tengah dan insya Allah pada tahun depan depan akan disusul edisi kedua. Tujuan penulisan buku ini ada tiga, yakni; Pertama literasi sejarah 100 ulama pejuang di Jawa Tengah. Kedua meneladani pejuangan para ulama untuk konteks kehidupan sekarang dan ketiga jika memenuhi syarat bisa diajukan sebagai pahlawan nasional," terang Adib
Adib menjelaskan, kegiatan bedah buku ini diadakan di Wisma Perdamaian karena di depan kita ada monumen Tugu Muda yang dibangun untuk mengenang perjuangan masyarakat Semarang yang gigih berjuang melawan penjajah pada peristiwa perang 5 hari tanggal 15-19 Oktober tahun 1945.
"Ini untuk mengenang perjuangan masyarakat Semarang yang gigih berjuang melawan penjajah pada peristiwa perang 5 hari tanggal 15-19 Oktober tahun 1945 atau yang lebih kita kenal dengan pertempuran lima hari," tegas Adib
Menurut Prof H Musahadi bahwa dalam rangka refleksi kemerdekaan ini yang bisa kita gali adalah nasionalisme. Nasionalisme harus dapat kita letakkan dalam konteks sejarah dalam dimensi ruang dan waktu baik pada masa lalu masa sekarang dan masa yang akan datang.
"Masa lalu kita melihat para sesepuh kita berjuang untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Kemudian kita sebagai generasi sekarang dan adik-adik generasi mendatang agar mempersiapkan SDM untuk mengisi kemerdekaan. Setelah itu bisa disusun buku yang lebih mendalam dan jika memenuhi syarat dapat diajukan sebagai pahlawan nasional," harap Prof Musa
Analisa Data
Prof Musa melanjutkan, dalam penulisan buku biografi ulama pejuang ini para penulisnya sudah menggunakan metode analisa data yang dapat dipertanggungjawabkan. Metode analisis data dalam penulisan sejarah meliputi beberapa tahapan yang sistematis, yaitu heuristik (pengumpulan sumber), verifikasi (kritik sumber), interpretasi (analisis dan penafsiran), dan historiografi (penulisan sejarah).
"Buku ini sudah ditulis berdasarkan empat tahapan metode analisa data tersebut," ujarnya
Prof Musa menegaskan, bahwa tujuan dan pentingnya peneliti sejarah memakai metode analisa data adalah untuk memastikan keabsahan dan keakuratan informasi. Metode analisa data membantu sejarawan dalam memastikan bahwa informasi yang digunakan dalam penulisan sejarah adalah valid dan akurat. Metode analisa data ini sangat penting untuk memastikan keakuratan dan keabsahan informasi sejarah yang ditulis.
Walau demikian penulisan sejarah tidak lepas dari subyektivitas. Sejarah kadang ditulis untuk kepentingan pihak tertentu. Penulisan sejarah kadang tidak lepas dari ideologi dan kepentingan penulis dan rezim penguasa sehingga kadang hasilnya kurang ideal. Kita juga melihat penulisan sejarah belum memberikan porsi kepada peran ulama dan santri padahal peran ulama dan santri dalam perang kemerdekaan sangat luar biasa. Buku ini sudah ditulis berdasarkan empat tahapan metode analisa data tersebut.
“Buku ini sudah sangat keren karena mengajak kita semua untuk mengenang sekaligus mendokumentasikan perjuangan para ulama. Buku ini penting karena di tengah tantangan kehidupan bangsa kita yang semakin individualis dan hedonis sehingga kita perlu untuk meningkatkan wawasan kebangsaan, nasionalisme dan patriotisme dengan mengisi kemerdekaan dengan suasana kehidupan bangsa yang lebih baik,” tandas Prof Musa
Senada dengan Prof Musa, Prof H Arief Junaidi juga menganggap penting penulisan sejarah oleh PW IKA PMII Jawa Tengah ini sangat penting. Menulis sejarah perjuangan para kiai se Jawa Tengah ini sangat penting sebagai pijakan untuk merengkuh masa depan.
"Penulisan sejarah ini bagian dari upaya menapaki pijakan sejarah supaya kita dapat menempatkan sejarah dalam locus dan tempat tertentu. Untuk itu kita harus melengkapi diri kita dengan data-data sejarah yang banyak dan valid," ucap Prof Arief Junaidi
Prof Arief Junaidi yang juga konsen pada penelitian sejarah menilai buku yang berisi biografi 51 ulama pejuang tapi masih banyak tokoh ulama pejuang yang belum ditulis pada edisi pertama.
“Sebagai masukan untuk edisi kedua nanti bisa memasukkan nama-nama ulama pejuang yang belum masuk seperti Sunan Tembayat yang ikut mengirim pasukan dalam penyerangan Sultan Yunus ke Malaka tahun 1521. Selain itu ada Sultan Agung yang menyerang VOC di Batavia tahun 1628 dan 1629. Kemudian Pangeran Juminah yang juga ikut menyerang ke Batavia. Ada juga Kiai Rifai Kalisalak dan Kiai Mandhur Temanggung,” tutur Prof Arief Junaidi.
Selanjutnya Muslihah Setiasih mantan Plt. Kepala Kesbangpol Jateng menegaskan bahwa di Jawa Tengah ini perjuangan ulama tidak hanya perang fisik tetapi juga menunjukkan pesan moral yaitu penjaga nilai-moral dan pejuang keadilan. Perjuangan melawan sebelum 45 tidak akan terwujud jika ulama malu-malu maka harus ada keberanian untuk melawan dan itu yang ditunjukkan oleh para ulama dalam melawan penjajah.
Melalui buku ini Muslihah Setiasih mengajak untuk menggali pesan moral dan tidak hanya sekadar dikenang tetapi menjadi energi untuk menghadapi tantangan zaman.
Ia meminta menghidupkan lagi semangat-semangat perjuangan ulama itu untuk menarik hal-hal yang masih relevan pada sekarang yakni bagaimana kita mengisi kemerdekaan ini dengan bepartisipasi dalam demokrasi, kepedulian kita pada kondisi sosial bangsa. Bagaimana kita berkata tidak kepada kemiskinan dan bela negara yang masih sangat relevan.
“Kami (Kesbangpol Jateng, red) membuka diri untuk menjembatani hubungan antara negara dan masyarakat dan menjembatani antar kelompok masyarakat dari mana saja misalnya menghadapi dinamika yang terjadi di masyarakat seperti teman-teman NU Demak saat merespon rob di Sayung Demak kemudian yang baru saja kejadian demonstrasi di Pati dan juga kejadian konflik di Pemalang. Kami dari Kesbangpol selalu hadir dan kami ingin menjadi fasilitator dan dialog di kalangan masyarakat agar tidak terjadi kejadian-kejadian yang kontra produktif,” tandas Muslihah Setiasih yang juga alumni PMII UGM Yogyakarta.
Sementara KH Ali Munir menilai melalui buku ini kita tahu dengan jelas bahwa kontribusi ulama dalam perjuangan kemerdekaan begitu nyata. Jangan sampai membiarkan narasi yang menafikan peran ulama dalam perjuangan kemerdekaan. Para ulama dalam berjuang itu penuh keikhlasan. Para ulama tidak berfikir nanti kalau berjuang mau dapat apa. Mereka benar-benar ikhlas berjuang melawan penjajah yang dzalim.
Menurut Kiai Ali Munir, buku ini dapat memperkuat akar sejarah perjuangan ulama dalam melawan penjajah. Para ulama sejak dulu selalu melawan penjajah bahkan kebanyakan mereka hidup di pedesaan agar tidak terpengeauh oleh penjajah bahkan menghindari tasyabuh atau tidak mau meniru Belanda.
“Saya dulu pernah sowan kepada Mbah KH Muhaiminan Gunardo. Beliau cerita bahwa dahulu senjata para ulama saat perang melawan penjajah itu ada tiga yaitu; bambu runcing Mbah Subkhi Parakan, yang kedua pelepah kelapa di Wedung dan ketiga penjalin Mbah Ali di Sarang. Saya berharap penulis dalam menulis tokoh ulama pejuang ini tidak hanya menemukan buah dan daunnya saja tetapi juga sampai batang dan akarnya bahkan serabutnya. Jika di buku ini baru ditulis sepintas karena keterbatasan halaman maka perlu ada penulisan yang lebih mendalam misalnya satu tokoh ditulis secara mendalam hingga diketahui perilaku sejarah dan pemikiranya,” pungkasnya.