Pesantren saat ini sudah mulai dianggap kuno bagi sebagian orang, mereka menganggap pesantren adalah penjara suci. Namun pada kenyataannya pesantren saat ini sudah mulai mengikuti perkembangan zaman, yaitu dengan adanya pesantren modern. Pesantren yang juga menerapkan kurikulum seperti sekolah umum, dengan pembelajaran umum, komputer, internet, dan ekstrakurikuler diajarkan tanpa mengurangi pembelajaran agama. Sehingga kelak para santrinya memiliki kemampuan yang hampir sama dengan siswa lulus sekolah umum. Walau memang di dalam pesantren masih menerapkan peraturan yang ketat, seperti tidak boleh membawa handphone, tidak boleh keluar pesantren, tidak boleh berhubungan dengan lawan jenis, dan lainnya.
Pesantren adalah tempat seseorang untuk dididik, digembleng, dan diajarkan cara nglakoni urip biar atine madep mantep marang pangeran. Tidak silau dengan kehidupan dunia, tapi juga tidak berlepas diri dari kehidupan akhirat. Biasanya para kiai atau pengasuh pondok lebih mendidik santrinya untuk hidup prihatin atau sederhana, karena pola hidup yang sederhana ini merupakan sebuah perilaku yang selalu dianjurkan oleh Rasulullah SAW dan kita tidak tahu bagaimana kehidupan yang akan datang.
Dengan hidup sederhana kita juga diajarkan untuk mampu merasakan bagaimana orang-orang di bawah kita, diajarkan untuk bisa hidup mandiri dan juga agar bisa menjadi manusia yang bermanfaat bagi orang lain. Pesantren lebih mengutamakan akhlak yang terpuji daripada pengetahuan atau kepintaran tanpa adanya akhlak.
Beberapa contoh kehidupan santri ialah sedikitnya waktu tidur, makan hanya dua kali dalam sehari dengan lauk yang sederhana, pakaian yang dibatasi dan harus sesuai dengan syariat Islam, hidup jauh dari orang tua, dan harus belajar hidup mandiri, mulai dari mencuci baju sendiri, harus mampu memecahkan masalahnya sendiri, dan lain sebagainya.
Pada awalnya, banyak orang yang gak betah di pesantren. Padahal ketika kita sudah menjalaninya dan sudah bisa beradaptasi, kita akan dibuat susah move on dengan kehidupan pesantren. Mengaji tak pernah henti, pagi sampai sore penuh dengan kegiatan dan hanya ada istirahat ketika pergantian pengajar.
Dalam pesantren kita juga dapat menemukan teman atau sahabat. Bahkan mungkin persahabatan mereka lebih dari arti sahabat itu sendiri. Persahabatan yeng terjalin di antara sesama santri akan terasa bagai saudara. Kenapa ? Karena mereka mengetahui satu dengan lain dari mulai bangun tidur hingga tidur kembali, dari mulai yang suka ngedengkur, yang suka ngigau sampai yang kalau udah tidur susah bangun lagi.
Namun pada generasi sekarang atau generasi alpha, kehidupan santri di dalam pesantren sudah mulai berubah, walaupun tidak semua pesantren merasakannya. Menurut Marcelina yang juga berpraktik di GIM Daycare Bintaro Generasi alpha adalah generasi yang sudah akrab dengan perkembangan teknologi. Mereka menjadikan teknologi sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari.
Kecanggihan teknologi dapat menjadi sarana untuk belajar dan meningkatkan kreativitas. Walaupun banyak orang yang mengatakan bahwa generasi ini adalah generasi yang akan memiliki kecerdasan yang mampu melampaui generasi-generasi sebelumnya. Namun apabila tidak diarahkan dengan benar akan menghasilkan dampak negatif yang lebih buruk daripada generasi-generasi yang lainnya.
Pada generasi inilah pondok pesantren mulai merasakan kesulitan dalam mendidik santri-santrinya, karena para santrinya biasanya sudah membawa racun dari rumah serta mampu meracuni santri yang sudah ada di dalam. Sehingga kalau dilihat santri sekarang dan santri pada zaman dahulu memiliki perbedaan dalam hal akhlak. Sekarang banyak santri yang berani melanggar peraturan pondok pesantren. Ada santri yang tidak patuh dengan guru atau kiainya. Sekarang para guru atau kiai juga harus berjuang lebih keras karena santri sekarang sulit untuk menerima pelajaran yang disampaikan.
Hal tersebut disebabkan dengan adanya teknologi yang tidak dimanfaatkan secara baik oleh santri. Seperti pada saat ini banyak pesantren yang memperbolehkan para santrinya untuk membawa handphone karena pembelajaran dilakukan secara daring. Dengan adanya hal tersebut bukan digunakan secara baik, melainkan disalahgunakan untuk kegiatan yang tidak penting.
Seperti berhubungan dengan lawan jenis, menonton sebuah tontonan yang tidak seharusnya, adanya aplikasi-aplikasi yang membuat santri malas untuk mengaji dan membuat buyar pikiran santri. Sehingga sekarang toxic atau racun tersebut tidak hanya dibawa oleh santri baru namun juga diciptakan sendiri dari dalam.
Seharusnya kita sebagai generasi alpha harus mampu mengendalikan teknologi, bukan sebaliknya yaitu kita yang dikendalikan oleh teknologi. Sehingga teknologi itu hanya akan menjadi toxic bagi penggunanya. Apalagi bagi para kaum santri ketika sudah terkena toxic tersebut maka akan sia-sia perjuangannya selama ini.
Seperti dawuh KHR Muhammad Najib Abdul Qadir “jangan buang-buang umur, kalau hari-hari berganti, minggu-minggu bergulir, masa muda berlalu tanpa memperoleh ilmu, atau menghasilkan karya, terus apa guna usiamu”.
Generasi alpha dengan berkembangnya zaman dan teknologi sekarang banyak santri yang kehilangan adab dan akhlak terhadap guru. Hal ini juga dapat disebabkan karena kesalahan santri menggunakan teknologi, sehingga teknologi tersebut bukan mendatangkan manfaat namun menimbulkan toxic yang berbahaya.
Seperti contoh banyak santri dengan terang-terangan mengunjing atau membicarakan kesalahan atau kejelekan gurunya. Bahkan santri tersebut tega menyindir atau menyebar luaskan kesalahan atau kejelekan guru melalui story di media massa. Zaman sekarang ketika seorang guru memberi nasihat atau peringatan kepada para santri, santri bukan mendengarkan dan meresapi tetapi santri malah semakin keras dan membangkang.
Sekarang banyak santri yang tidak terlihat seperti santri, maksudnya santri tidak memperlihatkan cerminan atau adab dan etika seorang santri ketika sedang berada di luar pondok pesantren. Dilihat dari cara pakaianya dan cara bergaul dengan teman dari luar, sangat memprihatinkan. Mereka berani dengan terang-terangan melanggar peraturan pesantren. Seperti ada santri yang berpacaran, santri yang bebicara kotor atau mengumpat. Walaupun tidak semau santri memiliki akhlak seperti ini, tetapi pada zaman sekarang mengalami peningkatan yang begitu signifikan daripada zaman dahulu. Semoga kita tidak termasuk dalam kategori santri yang seperti itu, amin.
Denis Suryawati, mahasiswa Program Pendidikan Agama Islam (PAI) Sekolah Tinggi Agama Islam Nahdlatul Ulama (STAINU) Temanggung