Regional

Pentingnya Pahami Al-Qur’an daripada Menghafal 

Sabtu, 18 Maret 2023 | 13:00 WIB

Pentingnya Pahami Al-Qur’an daripada Menghafal 

Kegiatan wisuda santri Salafiyah Kauman Pemalang (Foto: NU Online Jateng/Hanin)

Pemalang, NU Online Jateng 
Pengasuh Pesantren An-Nadwah, Buntet, Cirebon KHM Abbas Billy Al Husaini atau kerap disapa Gus Abbas menyampaikan bahwa Fahmul Qur’an (memahami Al-Qur’an) itu lebih utama dari Hifdzul Qur’an (menghafal Al-Qur’an).


“Bukan berarti menghafal Al-Qur’an tidak penting, pesantren-pesantren NU banyak yang mengadakan program menghafal Al-Qur’an, namun yang pertama kali diajarkan oleh ulama-ulama NU itu sesuai dengan apa yang diajarkan para ulama-ulama terdahulu, yaitu nahwu shorof sebagai dasar untuk memahami Al-Qur’an,” terangnya.


Hal tersebut disampaikan Gus Abbas saat mengisi mauidhah hasanah dalam acara Lailatul Firaq (Wisuda) Pesantren Salafiyah, Kauman, Kabupaten Pemalang pada Selasa (14/3) malam.


Lebih lanjut Gus Abbas menerangkan bahwa ilmu nahwu adalah yang pertama kali dipelajari untuk memahami intelektual Islam. Gus Abbas mengutip nadhom Imrithy supaya mereka paham makna-makna Al-Qur’an dan sunnah yang detail makna-maknanya.


Menurutnya, nahwu itu lebih utama untuk dipelajari pertama kali, karena kalam tanpa nahwu itu tidak bisa dipahami. Dalam nadhom tersebut menggunakan lafadz لَنْ يُــــــفْهَمَا yang bermakna linafyil abad, artinya menafikan selamanya. Memahami Al-Qur’an tanpa dasar nahwu shorof sampai kiamat pun tidak akan bisa.

"Al-Qur’an dan nahwu shorof adalah dua hal yang sangat berkaitan erat dan tidak dapat dipisahkan, namun terkadang ada orang-orang yang mempertentangkan antara keduanya. Seolah-olah yang baik hanya menghafal Al-Qur’an, menghafal keilmuan nahwu shorof semisal: Jurumiyah, Imrithi, Alfiyah, Qowaidul I’lal, dan Qowaidul I’rab tidak baik, hal itu jelas salah besar," tegasnya.





Dijelaskan, Imam Ibnu Malik penulis Alfiyah Ibnu Malik mengatakan bahwa orang yang tidak bisa nahwu shorof dan tidak paham nahwu shorof, kemudian membicarakan Al-Qur’an, menafsiri Al-Qur’an, menafsiri hadits, maka bisa menyesatkan. 


"Karena ada ayat-ayat Al-Qur’an yang tidak bisa dipahami kecuali dengan ilmu nahwu shorof," terangnya.


Dikatakan, membaca Al-Qur’an (dan shalawat) dengan atau tidak memahaminya, Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani menyebutkan keterangan sebagai berikut:


Ketika seseorang membaca Al-Qur’an dan mengetahui artinya, tujuannya untuk tadabur (memahami kandungan Al-Qur’an).

  1. Ketika seseorang membaca Al-Qur’an dan tidak mengetahui artinya, tujuannya untuk tholabul imdad bi syafa'atil Qur’an (mencari anugerahnya Allah melalui syafaatnya Al-Qur’an).
  2. Ketika seseorang membaca sholawat dan mengetahui artinya, tujuannya untuk tholabu sirah wa tarikhu Rasul (mengetahui kisah dan sejarah Rasul).
  3. Ketika seseorang membaca sholawat dan tidak mengetahui artinya, tujuannya untuk tholabul imdad bisyafa’ati rasul (mencari anugerahnya Allah melalui syafaatnya Rasul).
     

Dalam rilis yang disampaikan panitia kepada redaksi NU Online Jateng, Sabtu (18/3/2023) Gus Abbas berpesan kepada para wisudawan dan wisudawati untuk selalu mengharap keridhaan guru. Jangan sampai guru tidak ridha terhadap kita. 


"Barakah guru itu penting dan barakah didapat melalui berkhidmah. Keridhaan guru menjadi penentu keberhasilan seorang murid. Sebagai contoh Imam Syafi’i yang berhasil menjadi seorang mufti besar dan pendiri madzhab Syafi’i karena diridhai oleh gurunya, yakni Imam Maliki," pungksnya.


Pengirim: Hanin Nur Laili