Pekalongan, NU Online Jateng
Madrasah Ibtidaiyah (MI) Sullam Taufiq Kajen, Kabupaten Pekalongan pada tahun pelajaran 2021/2022 berkomitmen merintis madrasah inklusi. Rintisan ini untuk memenuhi kesetaraan hak para penyandang disabilitas memperoleh pendidikan.
"Dari diagnosis dan identifikasi awal ditemukan indikasi bahwa terdapat anak berkebutuhan khusus (ABK) yang memiliki hambatan dalam pembelajarannya. Untuk itu perlu penanganan khusus sehingga hambatan belajar tersebut bisa di atasi," ujar Kepala Madrasah M Syaikhul Alim, Senin (5/7).
Dikatakan, program sekolah inklusi merupakan bagian dari komitmen MI Sullam Taufiq untuk memberikan pelayanan prima kepada peserta didik.
"Penerapan sekolah inklusi ini tidak hanya berhubungan dengan ABK, namun ditekankan juga pada upaya membangun kesadaran bersama pentingnya pendidikan yang menghargai keberagaman, baik keberagaman status sosial, budaya, kecerdasan, gaya belajar, dan lain-lain," terangnya.
Instruktur nasional pendidikan inklusi M Niamil Hida memaparkan adanya miskonsepsi tentang apa itu pendidikan inklusi. Di antaranya perlakuan terhadap ABK yang dianggap suatu penyakit sehingga harus dijauhi.
"Padahal semestinya mereka harus dibantu untuk bisa menemukan dan mengembangkan potensinya," ucapnya.
Niamil Hida menambahkan, untuk merintis sebuah madrasah inklusi, hal mendasar yang harus disiapkan adalah membangun komitmen segenap elemen pendidikan yang ada di madrasah. Penerapan inklusi harus berangkat dari kebutuhan madrasah dalam memberikan layanan pembelajaran kepada siswa.
"Untuk itu, harus dibangun kesamaan persepsi. Ketika komitmen sudah terbangun harus dijalani proses dan praktiknya dengan sebaik mungkin kemudian selalu dilakukan refleksi. Hasil refleksi dijadikan sebagai dasar perbaikan begitu seterusnya sehingga menjadi sebuah siklus," ungkapnya.
Niamil Hida juga menekankan bahwa pendidikan inklusi tidak sepenuhnya bergantung kepada fasilitas dan sarana yang harus terpenuhi dulu. Program inklusi tetap bisa dijalankan di tengah keterbatasan yang ada dengan melakukan penyesuaian.
"Misalnya madrasah tidak harus menyediakan atau mengundang psikolog, ini bisa disiasati dengan membekali guru dengan training-training yang dibutuhkan. Hal lain misalnya program pembelajaran individual (PPI) tidak harus menempati ruang khusus, tapi bisa memanfaatkan ruang lain yang jarang dipakai," pungkasnya.
Kontributor: M Bagus Pamuji
Editor: M Ngisom Al-Barony
Terpopuler
1
Abu Sampah Disulap Jadi Paving, Inovasi Hijau LPBI NU dan Banser Trangkil
2
Khutbah Jumat: Pelajaran Yang Tersirat Dalam Ibadah Haji
3
Semarak Harlah ke-75, Fatayat NU Wonogiri Gali Potensi Kader dengan Semangat Kartini
4
Kasus Pneumonia Jamaah Haji Meningkat, dr Alek Jusran Imbau Jaga Kesehatan
5
Muslimat NU DIY Gelar Bakti Sosial dan Pasar Murah Guna Ringankan Beban Masyarakat
6
NU Care-LAZISNU Dukung Penyelenggaraan Workshop Jurnalisitik Filantropi di Cilacap Jateng
Terkini
Lihat Semua