Hari Pramuka ke-64, Gus Rozin Serukan Persatuan dan Pengabdian
Kamis, 14 Agustus 2025 | 10:05 WIB
Nazlal Firdaus Kurniawan
Penulis
Semarang, NU Online Jateng
Ketua Majelis Pembimbing Satuan Komunitas (Sako) Praja Muda Karana (Pramuka) Ma’arif Nahdlatul Ulama (NU) Jawa Tengah KH Abdul Ghaffar Rozin mengajak seluruh kader Pramuka untuk terus menanamkan nilai persatuan dan pengabdian demi kemajuan bangsa. Ajakan itu disampaikan dalam momentum peringatan Hari Pramuka ke-64 yang jatuh pada Kamis (14/8/2025).
“Hari Pramuka adalah pengingat bahwa membentuk karakter generasi muda adalah tugas mulia. Satyaku kudarmakan, darmaku kebaktikan,” ungkapnya melalui akun resmi PWNU Jateng.
Menurut Gus Rozin, gerakan Pramuka menanamkan karakter mandiri, disiplin, berani, dan bertanggung jawab. Nilai-nilai itu sejalan dengan semangat Nahdlatul Ulama dalam menjaga akhlak, membela kebenaran, dan berkhidmah untuk umat serta bangsa.
“Mari kita dorong gerakan kepramukaan di pesantren, madrasah, dan seluruh lingkungan pendidikan. Kita ingin lahir kader bangsa yang kuat iman, kokoh mental, dan siap menghadapi tantangan zaman dengan semangat persatuan dan ukhuwah. Jayalah Pramuka Indonesia, jayalah pemuda pemudi bangsa!” tandasnya.
Sejarah Lahirnya Gerakan Pramuka di Indonesia
Menurut laman resmi Pramuka, gerakan pendidikan kepanduan di Indonesia sudah berakar sejak zaman Hindia-Belanda. Pada 1912, di Batavia (kini Jakarta) terbentuk latihan sekelompok pandu yang menjadi cabang Nederlandsche Padvinders Organisatie (NPO).
Dua tahun kemudian, cabang ini berdiri sendiri dengan nama Nederlands-Indische Padvinders Vereeniging (NIPV) atau Persatuan Pandu-Pandu Hindia Belanda.
Awalnya, keanggotaan NIPV didominasi pandu keturunan Belanda. Namun, pada 1916, lahirlah organisasi kepanduan bumiputera pertama, Javaansche Padvinders Organisatie yang didirikan Mangkunegara VII dari Keraton Solo.
Baca Juga
Pramuka Sarana Bangun Karakter Siswa
Sejak itu, berbagai organisasi kepanduan bermunculan, baik berbasis agama, kesukuan, maupun daerah, seperti Hizbul Wathan (Muhammadiyah), Nationale Padvinderij, Pandu Ansor, Al Wathoni, Tri Darma (Kristen), Kepanduan Asas Katolik Indonesia, dan lainnya.
Kepanduan di Hindia-Belanda berkembang pesat hingga menarik perhatian Bapak Pandu Sedunia, Lord Baden-Powell, yang bersama keluarga berkunjung ke Batavia, Semarang, dan Surabaya pada Desember 1934.
Pandu-pandu Hindia-Belanda bahkan berpartisipasi di ajang dunia, seperti Jambore Sedunia 1937 di Belanda yang diikuti pandu dari berbagai latar belakang: bumiputera, keturunan Belanda, Tionghoa, Arab, dan Ambon.
Di dalam negeri, jambore nasional seperti All Indonesian Jamboree 1941 di Yogyakarta turut mempersatukan gerakan kepanduan.
Pasca kemerdekaan, Kongres Kesatuan Kepanduan Indonesia di Surakarta (27–29 Desember 1945) melahirkan Pandu Rakyat Indonesia sebagai satu-satunya organisasi kepanduan nasional.
Namun, agresi militer Belanda 1948 membuat organisasi ini dilarang di wilayah jajahan, memunculkan kembali berbagai organisasi baru seperti Kepanduan Putera Indonesia (KPI) dan Kepanduan Indonesia Muda (KIM).
Memasuki 1950-an, jumlah organisasi kepanduan di Indonesia mencapai 100 dan tergabung dalam Persatuan Kepanduan Indonesia (Perkindo). Sayangnya, rasa kedaerahan dan perbedaan golongan membuat persatuan rapuh.
Presiden Soekarno bersama Sri Sultan Hamengku Buwono IX—Pandu Agung kala itu—menggagas peleburan seluruh organisasi kepanduan dalam satu wadah bernama Pramuka.
Presiden menunjuk panitia terdiri atas Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Prijono, Azis Saleh, Achmadi, dan Muljadi Djojo Martono.
Gerakan Pramuka tersebut diawali dengan serangkaian peristiwa yang saling berkaitan. Pada 9 Maret 1961 diresmikan nama Pramuka dan menjadi Hari Tunas Gerakan Pramuka. Pada 20 Mei 1961, diterbitkan Keputusan Presiden Nomor 238 Tahun 1961 tentang Gerakan Pramuka dan momen tersebut dikenal sebagai Hari Permulaan Tahun Kerja.
Pada 20 Juli 1961, para wakil organisasi kepanduan Indonesia mengeluarkan pernyataan di Istana Olahraga Senayan, untuk meleburkan diri ke dalam organisasi Gerakan Pramuka. Sehingga disebut sebagai Hari Ikrar Gerakan Pramuka.
Setelah itu, pada 14 Agustus 1961, Gerakan Pramuka diperkenalkan secara resmi kepada masyarakat luas dalam suatu upacara di halaman Istana Negara. Ditandai dengan penyerahan Panji Gerakan Pramuka dari Presiden Soekarno kepada Sri Sultan Hamengku Buwono IX yang juga menjadi Ketua pertama Kwartir Nasional Gerakan Pramuka.
Panji itu lalu diteruskan Sri Sultan Hamengku Buwono IX kepada suatu barisan defile yang terdiri dari para Pramuka di Jakarta, dan dibawa berkeliling kota. Tanggal 14 Agustus itulah yang kemudian ditetapkan sebagai Hari Pramuka dari dirayakan seluruh Pramuka setiap tahunnya.
Terpopuler
1
NU Pati Keluarkan Maklumat Jelang Aksi 13 Agustus
2
Kiai Mustain Nasoha Khatamkan Kitab Minahul Qudsiyah, Lanjutkan Kajian ke Sirojut Thalibin
3
Satlantas Pati Siapkan Rekayasa Lalin, Ribuan Personel Kawal Aksi 13 Agustus
4
Yaaqawiyyu Jatinom: Warisan Ulama, Perekat Umat, dan Syiar Islam Nusantara
5
Seminar Fiqih Kewanitaan, LBM PCNU Purworejo Bekali Kader Perempuan NU Loano Pengetahuan Fardhu Ain
6
Sejarah Hari Jadi Provinsi Jawa Tengah
Terkini
Lihat Semua