• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Jumat, 26 April 2024

Keislaman

SEMARAK RAMADHAN

Pesantren Besongo Semarang: Puasa Melatih untuk Ikhlas 

Pesantren Besongo Semarang: Puasa Melatih untuk Ikhlas 
Kegiatan kultum Ramadhan di Pesantren Darul Falah Besongo, Ngaliyan, Kota Semarang (Foto: NU Online Jateng/Raif)
Kegiatan kultum Ramadhan di Pesantren Darul Falah Besongo, Ngaliyan, Kota Semarang (Foto: NU Online Jateng/Raif)

Semarang, NU Online Jateng
Ustadzah Pesantren Besongo, Ngaliyan, Kota Semarang Dina Arvi Arina mengatakan, puasa Ramadhan selain merupakan kewajiban juga melatih diri untuk menjadi pribadi yang ikhlas.


 Dalam Al-qur'an Surat Al-Baqarah ayat 183 disebutkan
 

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ


“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”. (QS Al-Baqarah:183)


“Oleh karenanya, mari kita tata hati, tata niat kita. Puasa kita niatkan dengan syarat ikhlas. Karena pada hakikatnya puasa adalah mendidik kita untuk berbuat keikhlasan,” ucapnya saat kultum Ramadhan di Masjid Roudlotul Jannah.


Disampaikan, puasa merupakan ibadah yang sangat rahasia (sirriyah). Dikatakan sirriyah karena yang mengetahui seseorang yang melakukan ibadah puasa atau tidak, adalah orang yang bersangkutan dan Allah SWT. 


“Tidak bisa diketahui siapapun, kecuali dirinya dan Allah SWT,” terang Dina  


Dikatakan, Al-ikhlas ruhul amal. Keikhlasan adalah ruh dari amal perbuatan. Amal itu berupa jasadnya dan ikhlas itu ruhnya. Ketika terdapat amal yang tidak disertai keikhlasan, maka itu bagaikan jasad yang tidak terdapat ruhnya. Kalau dibuat perumpamaan, bagaikan boneka-boneka dan patung. Meskipun, ia bergerak, tetapi tidak ada ruhnya.





“Puasa adalah ibadah yang hanya diketahui oleh dirinya dan Allah SWT,” jelasnya.


Oleh karena itu lanjutnya, sebagaimana dalam hadits qudsi 'Assaumu li wa ana ajzi bihi' Puasa itu hanya untukku, dan aku langsung yang akan memberikan balasan darinya. 


Mengutip perkataan Syekh Abdul Qadir al-Jailani dalam kitab Sir al-Asrar bahwa puasa diklasifikasikan menjadi dua yaitu, puasa syariah dan puasa thariqah. Yang membedakan di antara dua puasa tersebut, terletak pada Al-Imsak, Al-Iftar, dan ketika ar-Ru’yah. 


“Dalam puasa syariat yang dimaksud Al-Imsak adalah menahan lapar, minum, dan bersenggama di siang hari. Sedangkan puasa tharekat itu menahan seluruh anggota tubuh, baik indra penglihatan, perasa, pendengaran dan penciuman,” paparnya.


Dijelaskan, letak perbedaan yang kedua ada pada Al-Iftar. Al-Iftar pada puasa syariat, yaitu berbuka pada waktu maghrib. Akan tetapi, Al-Iftar pada puasa tarekat masuk ke surga Allah. Yang ketiga adalah rukyat. Rukyat pada puasa syariat adalah melihat hilal pada yaumal ‘id (hari raya). Sedangkan pada puasa tarekat adalah rukyat (melihat) Allah secara nyata. 


“Semoga Allah memberikan kita kekuatan. Selalu menguatkan kita untuk terus beribadah di bulan Ramadhan ini, terus istiqamah, dengan keikhlasan,” pungkasnya.


Pengirim: Raif


Keislaman Terbaru