Banyaknya harta dan gemerlapnya dunia belum tentu membuat orang puas dan bahagia, buktinya tidak sedikit orang yang ibarat sudah punya gunung satu ingin memiliki gunung yang lainnya.
Sebaliknya, ada orang yang bekerja seharian lalu membawa pulang uang seadanya untuk sekadar memenuhi kebutuhan di pagi harinya, itu lebih menyenangkan dan membuatnya tidur tenang.
Mengapa?, karena kaya bukan semata banyaknya harta, tapi hati yang merasa cukup itulah yang disebut kaya. Lalu kalau ada orang memiliki harta berlimpah mau bersyukur dan hatinya selalu qanaah, dialah orang yang kaya raya.
Hadits nabi: Pada suatu hari Rasulullah SAW menasehati sahabat Abu Dzar :
قَالَ لِي رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : يَا أَبَا ذَرّ أَتَرَى كَثْرَة الْمَال هُوَ الْغِنَى ؟ قُلْت : نَعَمْ . قَالَ : وَتَرَى قِلَّة الْمَال هُوَ الْفَقْر ؟ قُلْت : نَعَمْ يَا رَسُول اللَّه . قَالَ : إِنَّمَا الْغِنَى غِنَى الْقَلْب ، وَالْفَقْر فَقْر الْقَلْب
Artinya :
“Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berkata padaku, “Wahai Abu Dzar, apakah engkau memandang bahwa banyaknya harta itulah yang disebut kaya (ghoni)?” “Betul,” jawab Abu Dzar. Beliau bertanya lagi, “Apakah engkau memandang bahwa sedikitnya harta itu berarti fakir?” “Betul,” Abu Dzar menjawab dengan jawaban serupa. Lantas beliau pun bersabda, “Sesungguhnya yang namanya kaya (ghoni) adalah kayanya hati (hati yang selalu merasa cukup). Sedangkan fakir adalah fakirnya hati (hati yang selalu merasa tidak puas).” (HR Ibnu Hibban)
KH Ahmad Niam Syukri Masruri, Ketua Lembaga Kajian Informasi dan Dakwah (Elkid), Ketua PW GP Ansor Jateng tahun 1995, dan Sekretaris RMINU Jateng