LKKNU Jateng Bersama Dinas Perempuan dan Anak Gelar Sosialisasi Pencegahan Praktik Sunat Perempuan
Kamis, 28 November 2024 | 18:00 WIB

sosialisasi Pencegahan Praktik Pelukaan dan Pemotongan Genitalia Perempuan (P2GP) di Semarang pada Ahad (24/11/2024).
Semarang, NU Online Jateng
Lembaga Kemaslahatan Keluarga (LKK) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah menjalin kerja sama dengan Dinas Perempuan dan Anak (DPA) Provinsi Jawa Tengah guna menggencarkan sosialisasi Penghapusan Praktik Pelukaan dan Pemotongan Genitalia Perempuan (P2GP) atau dikenal dengan sunat perempuan.
Ketua LKK PWNU Jawa Tengah KH Ulil Albab mengatakan bahwa program kerja sama tersebut mulai direalisasikan pada November tahun ini yang diawali dengan sosialisasi perdana pada Ahad (24/11/2024) di Semarang dengan melibatkan tiga Badan Otonom (Banom) NU.
“Tiga banom itu meliputi Muslimat NU, Fatayat NU dan Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU). Selain itu juga diikuti utusan dari LKK PCNU se-Jateng,” kata Gus Ulil saat ditemui NU Online Jateng di Semarang, pada Kamis (28/11/2024).
Menurutnya, program sosialisasi ini merupakan salah satu bentuk upaya memperkuat misi program Relasi Keluarga Maslahah yakni mewujudkan Keluarga Sehat. Agenda penghapusan praktik P2GP merupakan bagian dari upaya LKKNU untuk mewujudkan misi Relasi Keluarga Maslahah dan Keluarga Sehat yang menjadi tanggung jawab bersama antara tokoh agama, tenaga medis dan pemerintah.
Ia menuturkan bahwa LKKNU menghadapi banyak tantangan dalam upaya merealisasikan penghapusan program P2GP, seperti dihadapkan dengan potensi benturan dengan norma sosial yang kuat karena masih ada anggapan bahwa P2GP merupakan bagian dari tradisi.
Ia menambahkan, P2GP atau praktik sunat perempuan juga sering dihubungkan dengan identitas budaya, sehingga upaya untuk merealisasikannya dipersepsikan sebagai serangan terhadap budaya lokal. Bahkan, praktik ini juga dianggap sebagai praktik yang dianjurkan oleh ajaran agama.
“Maka, masih adanya dukungan atau pembenaran dari tokoh agama terhadap praktik ini perlu dikaji secara mendalam. Hal yang mendesak agar segera diambil langkah adalah edukasi secara bertahap kepada masyarakat, sehingga masyarakat memahami secara komprehensif bahwa praktik tersebut membahayakan jiwa manusia,” ujarnya.
Sementara itu, Kementerian Kesehatan telah mencabut Permenkes tentang sunat perempuan melalui Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 6 Tahun 2014. Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa sunat perempuan bukan merupakan tindakan kedokteran karena pelaksanaannya tidak berdasarkan atas indikasi medis dan belum terbukti bermanfaat bagi kesehatan.
“Hal yang dapat dilakukan diantaranya melalui upaya pendekatan holistik, termasuk pendidikan, keterlibatan masyarakat, dan penegakan hukum yang konsisten. Selain itu, kolaborasi antara pemerintah, organisasi non-pemerintah, dan komunitas sangat penting untuk mewujudkan perubahan yang berkelanjutan,” katanya.
Namun, hingga saat ini praktik P2GP masih berlangsung, karena permintaan dari masyarakat untuk dilakukan tindakan sunat perempuan pada anak perempuannya, baik kepada petugas kesehatan maupun non petugas kesehatan.
“Maka, untuk memahami perilaku atas praktik berbahaya yang mengancam jiwa ini perlu dilakukan upaya pencegahan P2GP yang dapat dilakukan secara lebih efektif dan berkelanjutan,” tuturnya.
Lebih dari itu, Kepala DPA Provinsi Jawa Tengah, Retno Sudewi menegaskan bahwa upaya pencegahan ini harus terus dilakukan semua pihak, sebagaimana amanat Peraturan Menteri PPPA Nomor 2 Tahun 2022 tentang Standar Layanan Perlindungan Perempuan dan Anak, UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual terhadap Perempuan, serta PP Nomor 28 Tahun 2024 pasal 102 huruf a (Pelaksanaan UU Nomor 17 Tahun 2023).
“Dinas PPA Jawa Tengah sangat siap untuk terus berkolaborasi dan berkerjasama dengan LKK PWNU dan diteruskan di tingkat kabupaten/kota dalam upaya pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak,” ujarnya.