Berbagai permaian tersedia di era teknologi yang serba canggih ini. Tak jarang kita melihat anak yang belum sekolah sudah lihai memainkan permainan yang ada di gawai.
Berbeda dengan permaian tradisional, permaian berbasis teknologi dapat dinikmati setiap saat yang bahkan bisa diakses oleh banyak anak dari berbagai tempat yang berbeda secara online. Generasi di zaman milenial ini dihanyutkan oleh teknologi.
Sisi positifnya, pendidikan anak di zaman yang serba modern ini didukung dengan keterampilan anak menggunakan seluler pintar atau smartphone.
Banyak anak kecil yang sudah bisa membuka YouTube, dan bisa melewatkan iklan yang ada. Ini artinya adalah pendidikan di usia tersebut sudah bisa menerima pelajaran yang diberikan oleh orang-orang di sekitarnya.
Orang tua harus dapat memberikan perhatian tersendiri di bulan Ramadhan yang mulia ini. Sebab, alangkah lebih indah jika materi permainan anak-anak ditambah dengan Al-Qur`an, baik berupa pengenalan huruf hijaiyah, hafalan surat-surat pendek, maupun tadarus bersama.
Kondisi saat ini berbeda jauh dengan masa dahulu. Menengok kehebatan Sayyidina Ibnu Abbas radhiyallahu anhu yang mampu mengkhatamkan hafalan Al-Qur`an di usia sepuluh tahun.
Sahabat yang dikenal sebagai ahli tafsir ini termasuk kritis bagi generasi muda di masanya. Suatu ketika Ibnu Abbas bertanya kepada Nabi Muhammad Sallahu 'alaihi wasallam. Apa sih Al-Muhkam itu? Nabi menjawab: Al-Muhkam adalah Al-Mufashshal. (HR. Al-Bukhari).
Hadits tersebut mengisyaratkan bahwa mengajarkan Al-Qur`an kepada anak-anak adalah boleh, dan bahkan dianjurkan. Sebab, menerima, menghafal di usia kecil lebih mudah daripada di usia tua. Maka mengajak anak-anak belajar Al-Qur`an itu lebih baik daripada bermain-main belaka.
Sayyidina Umar bin Khatthab sangat menganjurkan pengajaran A-Qur`an diberikan kepada anak-anak secara bertahap per lima ayat sebagaimana Jibril menurunkan per-lima ayat kepada Nabi Muhammad. (HR. Al-Khathib dan al-Baihaqi).
Pendapat tersebut diikuti oleh sebagian ulama salaf yang menganjurkan agar anak-anak dikurangi kesempatan bermain di awal usianya, dan diarahkan untuk mencintai membaca Al-Qur'an. Namun sebagian ulama ada pula yang tidak setuju pengajaran Al-Qur'an diberikan kepada anak-anak yang belum mengetahui apa yang diucapkannya.
Dari kedua pendapat tersebut, kiranya pendapat Sayyidina Umar bin Khatthab radhiyallhu anhu bisa kita adopsi untuk mencetak generasi yang baik. Mendidik anak dengan menanamkan cinta terhadap Al-Qur'an.
Wallahu a’lam bis-shawab.
H Mahlail Syakur Sf. Dosen FAI Universitas Wahid Hasyim Semarang, Ketua LTNNU Jawa Tengah