1 Muharram 1446 H Beda dengan Kalender, Berikut Penjelasan Lembaga Falakiyah PBNU
Sabtu, 13 Juli 2024 | 09:00 WIB
Semarang, NU Online Jateng
Banyak dari kalangan masyarakat yang menduga bahwa 1 Muharram 1446 H akan jatuh pada Ahad (7/7/2024). Namun, Lembaga Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LF PBNU) mengumumkan bahwa 1 Muharram 1446 H jatuh pada Senin (8/7/2024).
Ketua LF PBNU KH Sirril Wafa menjelaskan bahwa penentuan awal bulah Hijriah di kalangan PBNU pada dasarnya menggunakan metode rukyatul hilal di lapangan.
Namun demikian, penentuan awal bulan bukan hanya menggunakan rukyatul hilal saja, melainkan juga menggunakan metode perhitungan atau hisab. Sebab, LF PBNU juga menerbitkan kalender setiap tahunnya.
“Karena LF PBNU juga sudah mempunyai atau menerbitkan kalender setiap tahun dan itu tentu dihitung sebelumnya. Jadi ya tidak bisa untuk membuat kalender tanpa hisab, itu dari dulu memang seperti itu,” jelasnya melalui video yang diunggah kanal YouTube Swara NU pada Jumat, (12/7/2024).
Dikarenakan adanya aturan dari PBNU, maka penentuan awal bulan menggunakan metode rukyatul hilal. Hasil rukyatul hilal yang dilakukan di berbagai titik yang ada di Indonesia digunakan sebagai acuan untuk menentukan awal Muharram 1446 H.
Meskipun dalam hitungan kalender, 1 Muharram 1446 H jatuh pada tanggal 7 Juli 2024 bertepatan hari Ahad, tapi rukyatul hilal pada Sabtu (6/7/2024) sore itu tidak berhasil melihatnya, maka Dzulhijjah digenapkan menjadi 30 hari. Hal ini, jelasnya, sesuai dengan aturan organisasi PBNU.
“Maka sesuai dengan aturan organisasi, 1 Muharram karena tidak berhasil melihat hilal, maka Dzulhijjah digenapkan umurnya menjadi 30 hari atau istikmal,”jelansnya.
Lebih lanjut, Kiai Sirril Wafa menjelaskan bahwa ada beberapa metode penentuan awal bulan yang ada di Indonesia. Di antaranya menggunakan kriteria wujudul hilal dan imkanur rukyah.
Wujudul hilal diartikan sebagai kriteria untuk menentukan awal bulan Hijriah berdasarkan ijtimak atau konjungsi terjadi sebelum matahari terbenam lebih dahulu daripada bulan pada saat Maghrib. Jika itu terjadi, maka mulai malam tersebut dianggap sebagai tanggal 1 bulan baru.
Sementara imkanur rukyah adalah kriteria kemungkinan hilal di posisi tertentu berpotensi bisa dilihat. Imkanur rukyah ini merupakan kriteria yang disepakati pemerintah dan NU. Kriteria yang diikuti adalah standar yang diselakati menteri-menteri agama di Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS) dengan tinggi hilal minimal 3 derajat dan elongasi atau sudut antara matahari dan bulan itu 6,4 derajat.
Kendati demikian, Kiai Sirril Wafa mengingatkan bahwa dalam penentuan awal bulan, terlebih pada bulan-bulan yang berkaitan dengan ibadah, Nahdlatul Ulama menggunakan rukyatul hilal.
“Kalau rukyatul hilal tidak berhasil, maka digenapkan 30 hari umur bulannya yang berjalan itu seperti yang terjadi pada bulan Dzulhijjah kemarin ini,” tuturnya.