Nasional

Ketum PBNU: Warga NU Harus Teguh pada Mazhab Aswaja, Tak Boleh Buat Mazhab Sendiri

Ahad, 18 Mei 2025 | 13:00 WIB

Ketum PBNU: Warga NU Harus Teguh pada Mazhab Aswaja, Tak Boleh Buat Mazhab Sendiri

Gus Yahya dalam kegiatan Silaturahmi dan Upgrading Instruktur PD-PKPNU Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Banten, yang digelar di Pondok Pesantren Al-Itqon, Bugen, Kota Semarang, pada Ahad (18/5/2025). (Foto: Rauyan)

Semarang, NU Online Jateng

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Yahya Cholil Staquf, menegaskan bahwa seluruh warga Nahdlatul Ulama harus teguh mengikuti mazhab para muassis NU, yakni Islam Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja), dan tidak boleh membuat mazhab sendiri. Hal ini disampaikan saat memberikan pengarahan dalam kegiatan Silaturahmi dan Upgrading Instruktur PD-PKPNU Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Banten, yang digelar di Pondok Pesantren Al-Itqon, Bugen, Kota Semarang, pada Ahad (18/5/2025).


“Barang siapa bergabung ke dalam jam’iyah ini maka harus mengikuti mazhabnya para muassis, nggak boleh bikin madzhab sendiri,” tegasnya.


Ia menjelaskan bahwa NU sejak awal didirikan sebagai jam’iyah diniyah ijtima’iyah yang dilabeli sebagai jam’iyah-nya para ulama. Maka dari itu, pendirian NU membawa misi untuk mengajak umat mengikuti ajaran para muassis, bukan untuk menempuh jalan baru yang menyimpang dari risalah Aswaja.


"Para muasis telah menjelaskan mazhab beliau-beliau itu dengan gamblang di dalam berbagai maraji' yang masih kita simpan sampai sekarang yang semua dapat kita pelajari sampai sekarang," ujarnya. 


Gus Yahya mengingatkan bahwa seluruh permasalahan yang dihadapi umat, baik dalam konteks organisasi maupun masyarakat luas, harus diselesaikan melalui sudut pandang Islam Ahlussunnah wal Jama’ah.


“Apapun yang kita hadapi, apapun masalah yang kita temui, sepanjang pergulatan jam’iyah ini harus dilihat dan dicarikan jalan keluarnya melalui sudut pandang Islam Ahlussunnah wal Jama’ah. Tidak boleh ngarang madzhab sendiri,” ujarnya.


Dalam kesempatan itu, Gus Yahya juga mengingatkan para instruktur PD-PKPNU agar berhati-hati terhadap berbagai wacana dan ideologi kontemporer yang tidak bersumber dari nilai-nilai keislaman. Salah satunya adalah feminisme, yang menurutnya dibangun dari perspektif konflik, bukan keseimbangan dan kesetaraan dalam Islam.


“Awas kalau sampai mengajarkan feminisme, tidak boleh. Feminisme itu ideologi yang dibangun dari perspektif yang bukan agama. Itu sebagian besar dibangun dari perspektif Marxis, yang melihat relasi antarpihak sebagai relasi konflik,” ujarnya.


Meski demikian, ia menegaskan bahwa NU tetap mendukung akses setara bagi laki-laki dan perempuan dalam pengembangan kapasitas diri.


“Akses untuk mendapatkan fasilitas pengembangan kapasitas diri wajib dibuka untuk semua orang baik laki-laki maupun perempuan, nggak boleh ada pembatasan,” ujarnya. Ia menegaskan hal itu sesuai dengan sabda Nabi SAW: tholabul ‘ilmi faridhotun ‘ala kulli muslimin wal muslimat (mencari ilmu itu wajib bagi setiap Muslim, baik laki-laki maupun perempuan).


Gus Yahya juga mengingatkan agar setiap program dan pelatihan NU senantiasa memperkuat orientasi keilmuan dan madzhab Aswaja. Hal ini agar kader NU tidak terjebak pada ideologi luar yang bisa melemahkan jati diri organisasi.


Acara ini diikuti oleh para instruktur PD-PKPNU dari lima provinsi, yaitu Jawa Tengah, DI Yogyakarta, DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten, serta dihadiri sejumlah pengurus dari PWNU hingga PCNU se-Jawa Tengah NU.