Keislaman

Inilah Sifat Wahdaniyah, Kajian Monoteisme dan Keesaan Tuhan

Selasa, 10 Oktober 2023 | 05:00 WIB

Inilah Sifat Wahdaniyah, Kajian Monoteisme dan Keesaan Tuhan

Ilustrasi (NU Online)

Ulama aqidah membahas sifat wahdaniyah yang menjelaskan tentang keesaan tuhan dari segi zat, sifat, dan perbuatan tuhan. Mereka menyusun argumentasi keesaan tuhan yang juga disebutkan dalam Al-Qur’an.   


Ulama aqidah menjelaskan sifat wahdaniyah sebagai keesaan Allah swt yang suci dari segala bentuk sekutu-Nya. Mereka juga menyusun proposisi yang bermuara pada keesaan Allah swt pada zat, sifat, dan perbuatan-Nya. 


ومعناها ان الله سبحانه وتعالى واحد في الذات والصفات والافعال   


Artinya, “Makna wahdaiyah bahwa Allah swt esa pada zat, sifat, dan perbuatan-Nya,” (Syekh Ahmad An-Nahrawi, Ad-Durrul Farid pada hamisy Fathul Majid, [Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah: tanpa tahun], halaman 16). 


Al-Hud-hudi menjelaskan bahwa kajian sifat wahdaniyah membahas penegasian sekutu atau bilangan/al-‘adad dari tuhan yang menjadi antipode dari wahdaniyah itu sendiri. Sifat wahdaniyah menegasikan sekutu atau bilangan pada zat, sifat, dan perbuatan tuhan. Penegasian sekutu atau bilangan berujung pada pengesaan tuhan.


   الوحدانية في حقه تعالى عبارة عن نفي الكثرة في الذات والصفات والافعال، فنفي الكثرة في الذات يستلزم ان لا يكون جسما يقبل الانقسام ويستلزم نفي نظير له في الالوهية، ونفي الكثرة في الصفات يستلزم نفي النظير له فيها، ونفي الكثرة في الافعال يستلزم انفراده بها بلا قسيم له فيها الله خالق كل شيء   


Artinya: "Wahdaniyah bagi Allah merupakan penegasian bilangan/sekutu pada zat, sifat, dan perbuatan Allah. Penegasian bilangan pada zat berkonsekuensi pada tidak adanya tubuh pada Allah yang dapat terbagi dan berkonsekuensi pada penegasian sekutu bagi Allah dalam ketuhanan. Penegasian bilangan pada sifat berkonsekuensi pada penegasian sekutu bagi Allah di dalam ketuhanan. Penegasian bilangan pada perbuatan berkonsekuensi pada keesaan Allah dalam perbuatan tanpa sekutu bagi-Nya. Allah berfirman, Allah pencipta segala sesuatu,” (Syekh Muhammad bin Manshur Al-Hud-hudi, Syarah Al-Hud-hudi, [Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah: tanpa tahun], halaman 57-58).   


Syekh Nawawi Banten menyebut enam sekutu/bilangan yang dinegasikan melalui sifat wahdaniyah. Sekutu/bilangan intrinsik (al-kammul muttashil) maupun ekstrinsik (al-kammul munfashil) pada zat, sifat, dan perbuatan tuhan. 

 
  1. Sekutu/bilangan intrinsik (al-kammul muttashil) pada zat dipahami sebagai eksistensi bagian-bagian atau sejenis organ tubuh yang membentuk zat tuhan.   
  2. Sekutu/bilangan ekstrinsik (al-kammul munfashil) pada zat dipahami sebagai adanya zat lain yang kualitasnya menyerupai tuhan.   
  3. Sekutu/bilangan intrinsik (al-kammul muttashil) pada sifat dipahami sebagai adanya dua atau lebih sifat tuhan yang sama, misalnya tuhan memiliki dua sifat qudrah, dan dua sifat iradah atau lebih.   
  4. Sekutu/bilangan ekstrinsik (al-kammul munfashil) pada sifat dipahami sebagai adanya sifat qudrah atau iradah pada selain Allah yang menyerupai/menandingi/menyaingi sifat qudrah atau iradah-Nya.   
  5. Sekutu/bilangan intrinsik (al-kammul muttashil) pada perbuatan dipahami sebagai adanya perbuatan pihak lain yang membantu pekerjaan tuhan, yang tanpanya tuhan tidak dapat mengeksekusi kehendak-Nya.   
  6. Sekutu/bilangan ekstrinsik (al-kammul munfashil) pada perbuatan dipahami sebagai adanya perbuatan selain Allah yang berpengaruh pada kehidupan ini, misal makanan yang mengenyangkan, air yang menghilangkan dahaga, senjata yang melukai, bahkan ilmu hitam para tukang sihir, keramat para wali, dan mukjizat para nabi sekalipun.   


Keenam sekutu/bilangan itu mustahil bagi Allah swt. Keenam sekutu itu dinegasikan oleh sifat wahdaniyah tuhan.

 

   والحاصل ان الكموم ستة وكلها منفية بالوحدانية لشمولها الوحدانية في كل من الذات والصفات والافعال   


Artinya, “Walhasil, jenis sekutu/berbilang pada Allah itu berjumlah enam. Semua sekutu itu dinegasikan oleh sifat wahdaniyah/keesaan Allah baik pada zat, sifat, dan perbuatan,” (Syekh M Nawawi Banten, Fathul Majid, [Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah: tanpa tahun], halaman 19).   


Dalam membicarakan keesaan tuhan, ulama tauhid menyusun proposisi sebagai berikut. Ulama tauhid menjadikan eksistensi alam semesta sebagai bukti keesaan Allah swt. Menurut para ulama, seandainya ada sekutu tuhan dalam urusan ketuhanan, mesti ia memiliki dua konsekuensi. Pertama, tuhan dan sekutunya adakalanya bersepakat. Kedua, ada kalanya keduanya berseteru, berbeda paham, dan seterusnya.   


Dalam logika tauhid/pengesaan tuhan, dua konsekuensi ini bermasalah. Kalau tuhan dan sekutunya sedang bersepakat untuk menciptakan atau meniadakan alam, ini sangat bermasalah dan menunjukkan kelemahan atau kekurangan keduanya karena keduanya saling membahu untuk menciptakan atau meniadakan alam semesta. Berarti ada dua pihak yang berpengaruh pada satu objek dan itu mustahil. 


Adapun kalau tuhan dan sekutunya berselisih paham terkait penciptaan maupun peniadaan alam, di mana tuhan ingin menciptakan alam, sedangkan sekutunya tidak menghendakinya. Lanjutan dari itu, mesti hanya kehendak salah satu dari tuhan atau sekutu-Nya yang terlaksana. Kalau begitu, salah satunya lemah. Sedangkan dari awal kita berasumsi bahwa keduanya memiliki potensi dan kualitas yang sama baik tuhan maupun sekutu-Nya. Kalau salah satunya lemah, otomatis yang lainnya juga lemah karena keduanya diasumsikan sebagai pihak yang sama secara kualitas.   


Sebagai simpulan, ulama tauhid menolak kemusyrikan atau sekutu bagi Allah karena keberadaan sekutu tuhan baik saat keduanya bersepakat maupun saat berselisih kehendak tidak dapat berkonsekuensi pada eksistensi alam semesta. Sementara alam semesta sudah tercipta. Artinya, kita meyakini bahwa Allah adalah tuhan yang esa.   


Eksistensi alam semesta menjadi bukti atas keesaan Allah swt, sekaligus menjadi bukti bahwa tiada sekutu bagi Allah pada perbuatan-Nya. Tidak ada perantara atau sebab bagi perbuatan-Nya. Allah maha kaya secara absolut. 


  والدليل على وجوب الوحدانية له تعالى وجود العالم فلو كان له شريك في الالوهية لا يخلو الامرفاما ان يتفقا على وجود العالم…و اما ان يختلفا   


Artinya, “Argumentasi atas wajibnya keesaan Allah swt adalah eksistensi alam. Seandainya, ada sekutu bagi Allah dalam hal ketuhanan, niscaya adakalanya kedua tuhan itu bersepakat atas eksistensi alam.., dan adakalanya keduanya berseteru,” (Syekh Muhammad Fudhali, Kifayatul Awam, [Surabaya, Maktabah Muhammad bin Ahmad Nabhan wa Auladuh], halaman 42-43).   


Syekh Al-Baijuri menerangkan bahwa kajian sifat wahdaniyah merupakan kajian paling terhormat dalam ilmu aqidah ini. Kajian sifat wahdaniyah mengajarkan dan mengingatkan umat Islam pada inti ajaran para nabi dan rasul sejak pertama sampai nabi akhir zaman, Nabi Muhammad saw. 

 

  ومبحث الوحدانية أشرف مباحث هذا الفن   


Artinya, “Kajian sifat wahdaniyah menempati pembahasan paling mulia pada disiplin aqidah ini,” (Syekh Al-Baijuri, Hasyiyah Tuhfatil Murid ala Jauharatit Tauhid, [Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah: tanpa tahun], halaman 35).  


Islam sebagai agama monoteisme mengenal sifat wahdaniyah yang mengajarkan umat manusia untuk mengesakan serta menyucikan Allah dan menegasikan sekutu bagi-Nya. Kajian sifat wahdaniyah mendidik pikiran kita untuk menyucikan Allah swt dari segala sekutu baik itu anak tuhan, orang tua tuhan, atau sahabat tuhan.

 

   وحدانية منزها اوصافه سنية عن ضد او شبه شريك مطلقا ووالد كذا الولد والاصدقا   


Artinya, “Pada wahdaniyah sifat-sifat Allah disucikan secara mutlak dari seteru, serupa sekutu, orang tua demikian juga anak dan sahabat,” (Syekh Al-Laqqani, Jauharatut Tauhid, [Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah: tanpa tahun], halaman 35-37).   


Adapun kelahiran Nabi Isa as tanpa perantara seorang ayah merupakan bukti kuasa Allah. Kelahiran Nabi Isa as tanpa perantara seorang ayah bukan sesuatu yang mustahil aqli. Kelahiran Nabi Isa as tanpa perantara seorang ayah tidak perlu dianggap “menyimpang” dari keumuman secara hukum aqli sehingga harus dinisbahkan sebagai anak tuhan karena, kata Syekh Al-Baijuri, Nabi Adam as lebih istimewa lagi karena diciptakan langsung dari tanah tanpa perantara ayah dan ibu. 

 

  الولد كالوالد في وجوب تنزه الله عنه فليس عيسى ولدا بل خلقه الله تعالى بلا اب بل ادم اغرب حيث خلقه من تراب بلا اب ولا ام فليس غيره منفصلا عنه   


Artinya, “Anak sama statusnya seperti orang tua pada kesucian Allah. Jadi nabi Isa bukan anak Tuhan, tetapi diciptakan oleh Allah swt tanpa ayah. Bahkan Nabi Adam as lebih gharib lagi di mana ia diciptakan oleh Allah tanpa ayah dan tanpa ibu. Jadi tidak ada sekutu selain Allah terpisah dari-Nya. (Syekh Al-Baijuri: 37).  


Sebagai penutup, kami kutip keterangan wahdaniyah atau keesaan Allah dari Kitab Ummul Barahin yang juga mencantumkan argumentasi logis dan dalil naqli dari sejumlah ayat Al-Qur’an.  

 

  ان الوحدانية في حقه تعالى تشتمل على ثلاثة اوجه: احدها نفي الكثرة في ذاته تعالى ويسمى الكم المتصل، الثاني نفي النظير له جل وعز في ذاته او في صفة من صفاته ويسمى الكم المنفصل، الثالث انفراده تعالى بالايجاد والتدبير العام بلا واسطة ولا معالجة فلا مؤثر سواه تعالى في اثر ما عموما قال جل من قائل انا كل شيء خلقناه بقدر، وقال تعالى ذلكم الله ربكم لا اله الا هو خالق كل شيء فاعبدوه وقال جل وعز له ملك السماوات والارض وقال تبارك وتعالى والله خلقكم وما تعملون   


Artinya, “Keesaan pada Allah meliputi tiga hal: pertama, penegasian bilangan pada zat-Nya yang disebut al-kammul munfashil. Kedua, penegasian sekutu pada zat atau salah satu sifat-Nya yang disebut al-kammaul muttashil. Ketiga, keesaan Allah dalam menciptakan dan mengatur alam secara umum tanpa perantara dan tanpa perbaikan. Selain Allah tidak memberi pengaruh apapun sama secara umum. Allah berfirman, sungguh kami ciptakan segala sesuatu dengan takaran (QS. Al Qamar ayat 49). Allah berfirman dialah Allah tuhan kalian. Tiada tuhan selain dia, pencipta segala sesuatu. Sembahlah Dia (QS. Al-An'am ayat 102). Allah berfirman: bagi-Nya kuasa atas langit dan bumi (QS. Al-Hadid ayat 2). Allah berfirman Allah menciptakan kalian dan apa yang kalian lakukan (QS. Ash-Shaffat Ayat 96),” (Syekh Muhammad bin Yusuf As-Sanusi, Syarah Ummul Barahin, [Semarang, Maktabah Thaha Putra: tanpa tahun], halaman 90-92).   


Sifat wahdaniyah, kata Al-Baijuri, merupakan kajian paling istimewa dan paling mulia dalam bidang aqidah ini tidak berlebihan. Kajian keesaan tuhan mengajak umat manusia untuk menolak sama sekali kemusyrikan, syirik, atau penyekutuan terhadap Allah swt.   


Sebagaimana kita tahu, syirik adalah dosa besar yang tidak dapat diampuni. Sementara banyak dalil mengajak umat manusia untuk mengesakan dan menyucikan Allah dan menolak untuk menyekutukan-Nya. Tauhid inilah ajaran inti para nabi dan rasul sejak Adam as sampai Nabi Muhammad saw sehingga Rasulullah saw pernah bersabda, “Afdhalu mā qultu anā wan nabiyyūna min qablī ‘Lā ilāha illallāh’” (Ucapan paling utama yang kukatakan dan para nabi sebelumku katakana adalah ‘Tiada tuhan selain Allah’). Wallahu a‘lam.   

 

Ustadz Alhafiz Kurniawan, Wakil Sekretaris LBM PBNU. 


Sumber: NU Online