Regional

Masjid Agung Demak: Warisan Wali Songo yang Kini Jadi Magnet Wisata Religi Modern

Senin, 19 Mei 2025 | 10:00 WIB

Masjid Agung Demak: Warisan Wali Songo yang Kini Jadi Magnet Wisata Religi Modern

Masjid Agung Demak (Foto: Samsul Maarif)

Demak, NU Online Jateng

Masjid Agung Demak (MAD) tidak hanya menjadi tempat ibadah yang penuh khidmat, tetapi juga menjadi simbol kejayaan Islam Nusantara sekaligus destinasi wisata religi yang terus menarik perhatian masyarakat luas. Masjid bersejarah ini merupakan peninggalan Kesultanan Demak yang berdiri pada abad ke-15 dan menjadi salah satu pusat dakwah Wali Songo di tanah Jawa.


Terletak di pusat kota Demak, masjid ini menjadi saksi bisu perkembangan Islam di Nusantara. Nilai historis yang melekat dan arsitektur khasnya yang masih terjaga, menjadikan Masjid Agung Demak sebagai magnet spiritual dan budaya bagi masyarakat dari berbagai daerah.


Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Demak, Endah Cahya Rini, menyampaikan bahwa Masjid Agung Demak memiliki daya tarik yang luar biasa, terutama karena nilai historis dan spiritualnya yang kuat.


“Banyak yang datang ke sini bukan hanya untuk beribadah, tapi ingin merasakan langsung jejak spiritual para wali,” ujarnya pada NU Online Jateng pada Jumat (16/5/2025).


Menurut data Dinas Pariwisata, selama liburan awal Ramadan, tepatnya dari 27 Maret hingga 8 April 2025, kawasan MAD mencatat kunjungan sebanyak 155.847 orang. Jumlah ini menempatkan MAD sebagai destinasi wisata religi nomor dua di Jawa Tengah, setelah Kota Lama Semarang dan Masjid Sheikh Zayed Solo.


Takmir Masjid Agung Demak, KH Nur Fauzi, menjelaskan bahwa kawasan ini tidak hanya menjadi pusat ibadah, tetapi juga ziarah ke makam para raja Kesultanan Demak, seperti Raden Fatah, Pati Unus, Sultan Trenggono, dan Sultan Prawoto.


“Syekh Maulana Maghribi adalah pionir spiritual sebelum para wali datang. Perannya besar, namun kurang diangkat,” ujar KH Fauzi, merujuk pada tokoh awal penyebaran Islam di kawasan Demak.


Selain makam para raja, masjid ini juga memiliki empat saka guru yang dibuat langsung oleh para Wali Songo, yaitu Sunan Ampel, Sunan Kalijaga, Sunan Giri, dan Sunan Bonang. Serambi masjid pun masih mempertahankan gaya arsitektur Majapahit, mencerminkan perpaduan budaya Hindu-Buddha dan Islam yang harmonis.


Revitalisasi Masjid Agung Demak terus dilakukan secara bertahap. Salah satunya adalah pelestarian atap sirap dari kayu jati Randu Blatung yang telah dilakukan sejak 1984. Ke depan, pengembangan kawasan MAD akan mencakup museum dan perpustakaan berbasis digital sebagai bentuk edukasi sejarah bagi generasi muda.


“Digitalisasi akan kami dorong agar generasi muda bisa memahami sejarah secara menarik dan interaktif,” imbuhnya.


Di sisi lain, pengelolaan masjid juga diperkuat melalui manajemen keuangan yang transparan. Dana operasional masjid sebagian besar bersumber dari kotak amal dan dukungan Badan Kesejahteraan Masjid (BKM), dengan kebutuhan bulanan mencapai Rp400 juta.


“Kami menjaga warisan ini bukan semata bangunan, tapi juga sebagai pusat peradaban dan pembinaan umat. Penguatan IT dan literasi sejarah jadi prioritas agar anak muda tidak salah arah,” pungkasnya.


Masjid Agung Demak bukan sekadar bangunan bersejarah, melainkan warisan spiritual, budaya, dan peradaban yang terus hidup dalam denyut kehidupan umat hingga kini.