Menarik menyimak pengajian daring (online) Ulil Abshar Abdalla yang akrab disapa Gus Ulil. Gus Ulil adalah menantu kiai sekaligus penyair terkenal, Gus Mus, peraih penghargaan sastra kategori puisi Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud dan penghargaan HAM Yayasan Yap Thian Hien pada tahun yang sama 2017. Didukung oleh anasir kekinian, medsos dan dikemas ala pesantren, pengajian daring dihelat Gus Ulil beserta istrinya Ning Ienas Tsuroiya sekalu admin.
Kemenarikan yang perlu disimak adalah pernyataan Gus Ulil yang hampir diulang-ulang selama pengajian mengenai peranan, kontribusi dan sumbangsih pesantren seputar pemertahanan bahasa Jawa. Keberadaan pesantren selama ini, selama Republik ini atau malah selama Nusantara ini ada, berandil tidak kecil mendokumentasikan ujaran dan mengembangkan ujaran tersebut sebagai kerangka pemertahanan bahasa Jawa.
Tentunya, pesantren-pesantren di Jawa yang dimaksudkan sebagai agen yang berperan besar seputar pemertahanan bahasa Jawa. Hampir seluruh pesantren di seantero Jawa menggunakan bahasa Jawa sebagai pengantar transformasi pengetahuan dari kiai kepada santri. Bahkan, lembaga pesantren yang telah mengadopsi pendidikan dengan kurikulum nasional, masih terlihat mempertahankan bahasa Jawa.
Hal ini menandakan bahwa bahasa Jawa ikut diangkat maruahnya melalui bahasa ilmu-pengetahuan (knowledge) oleh lembaga pendidikan lama bernama pesantren. Sebuah bahasa yang telah bersentuhan atau berkaitan dengan ilmu-pengetahuan, kemungkinan besar telah mampu menyimbolkan istilah pengetahuan pada kosa katanya. Dengan demikian, bahasa Jawa telah mampu mewacanakan ilmu-pengetahuan yang diajarkan di pesantren.
Terutama saat pengajian kitab kuning keberadaan bahasa Jawa begitu terasa mewarnai proses belajar-mengajarnya. Sang Kiai membaca kitab tersebut kata per kata (word by word) dengan bahasa Jawa dan ditulis maknanya oleh para santrinya di lembar yang dibaca. Proses itu bukan sebatas memaknai saja, melainkan menjelaskan posisi kata-kata tersebut dalam kaidah gramatikal Arab (Nahwu) dengan menggunakan bahasa Jawa juga.
Sebagai lembaga pendidikan, pondok pesantren sejatinya telah lama mengajarkan muatan lokal yang sekarang ini tengah gencar di dunia pendidikan. Bahasa Jawa sebagai bahasa lokal telah digunakan sebagai bahasa pengantar pendidikan di dunia pesantren di tanah Jawa. Bahkan, huruf pegon atau Arab Melayu dalam tradisi Melayu, menjadi bagian perkembangan muatan lokal tersebut, yaitu huruf Arab berbahasa Jawa.
Lokalitas bahasa Jawa tersebut pertanda pemertahanan bahasa Jawa yang dilakukan oleh pondok pesantren. Lebih-lebih di era milineal sekarang ini perlunya pemertahanan segala yang beraroma lokal, termasuk bahasa lokal. Tumbuh-kembang dan keberadaan pesantren tidak berlebihan jika disematkan sebagai agen yang mempertahankan bahasa-bahasa lokal, termasuk bahasa Jawa di tanah Jawa.
Beberapa khazanah intelektual pesantren ditulis ke dalam bahasa Jawa semakin menambah kuat sebagai agen pemertahanan bahasa Jawa. Dengan kata lain, kosakata dan istilah khas (baca ilmu agama) pada bahasa Jawa pastinya telah terdokumentasi dengan baik melalui sebuah karya ilmiah agama. Dengan demikian, bahasa Jawa yang telah diwacanakan dengan metamorfosis buku akan abadi dan bakal melintas batas zaman.
Misalnya, Kitab al-Ibriz karya K.H. Bisri Mustafa, yang menggunakan bahasa Jawa dalam pemaknaannya semakin memperkuat posisi pondok pesantren dalam pemertahanan bahasa Jawa. Menurut sebuah sumber dikatakan bahwa kitab tersebut masih dibaca sebagai bagian pengajian rutin maka proses pengembangan bahasa Jawa menunjukkan potensi menggembirakan, setidaknya revitalisasi bahasa Jawa dapat terlihat nyata.
Di tengah isu menyedihkan terkait punahnya bahasa lokal, pesantren perlu diapresiasi tinggi, yang selama ini telah mempertahankan bahasa lokal, bahasa Jawa, dengan caranya sendiri. Di samping itu, pesantren telah berperan nyata memosisikan bahasa Jawa pada bahasa ilmu-pengetahuan melalui disiplin ilmu agama. Semakin jamak pula pondok pesantren dapat dikatakan sebagai agen pemertahanan bahasa Jawa.
Momentum Hari Santri 22 Oktober 2020 merupakan saat tepat untuk menengok ke belakang apa yang telah dilakukan pesantren selama ini, termasuk agen pemertahanan bahasa Jawa untuk wilayah Pulau Jawa. Akan tetapi, wilayah Pulau Jawa pada dasarnya tidak hanya terpumpun pada bahasa Jawa saja, tetapi bahasa di luar bahasa Jawa, seperti bahasa Sunda atau ragam dialek bahasa Jawa. Kemungkinan juga pesantren di luar Jawa melakukan hal yang sama, berkontribusi aktif terhadap bahasa lokal setempat.
Dengan menengok ke belakang menjadi pijakan demi menapaki jejak berikutnya dengan segala problematika kekinian. Misalnya, era milenial yang memang harus disikapi dengan semestinya, yang telah ditunjukkan pesantren melalui ngaji daring, Tidak kalah penting, era kenormalan baru (new normal) terkait pandemi, pesantren-pesantren telah menerapkan protokol kesehatan agat tidak terpapar dan terkonfirmasi. Fleksibilitas pesantren seperti itu didorong adagium kaidah fikih terkenal di dunia pesantren, al-muhafazatu ‘alal qadim as-salih wal akhdu bil jadidil ashlah.
Khairul Fuad, peneliti sastra Balai Bahasa Kalbar.