Waketum PBNU: NU Gunakan Pendekatan Akal Selain Rukyatul Hilal dalam Menetapkan Awal Hijriah
Kamis, 22 Agustus 2024 | 18:00 WIB

Wakil Ketua Umum PBNU KH Zulfa Mustofa saat menyampaikan pidato kunci dalam Seminar Sistem Istinbath Hukum Islam dan Bahtsul Masail Metode Penetapan Awal Bulan Hijriah di Aula Asrama Haji Embarkasi Banjarmasin, Kota Banjar Baru, Kalimantan Selatan, pada Kamis (21/8/2024). (Foto: dok. PBNU)
Jakarta, NU Online
Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Zulfa Mustofa mengatakan bahwa rukyatul hilal bersifat ta'abbudi, tetapi NU tetap menggunakan akal (ta'aqquli) dalam menentukan awal bulan hijriah.
Hal itu diungkap Kiai Zulfa saat menyampaikan pidato kunci dalam Seminar Sistem Istinbath Hukum Islam dan Bahtsul Masail Metode Penetapan Awal Bulan Hijriah di Aula Asrama Haji Embarkasi Banjarmasin, Kota Banjar Baru, Kalimantan Selatan, pada Kamis (21/8/2024).
Ta'abbudi merupakan sesuatu yang tidak diketahui 'illat yang terkandung di dalamnya, meskipun hikmahnya bisa dimengerti. Sementara ta'aqquli adalah sesuatu yang diketahui korelasinya secara khusus ('illat).
"Rukyat itu unsur ta'abbudiyah, tapi NU tetap menggunakan akalnya. Manakala akan mengistikmalkan bulan karena ada mendung, genapkan jumlah bulan. Begitu mau menggenapkan bulan, NU memutuskan tak selalu menggenapkan," kata Kiai Zulfa.
Ia menjelaskan bahwa bulan pada penanggalan hijriah berjumlah 29 atau 30 hari. Dengan kata lain, tidak mungkin berjumlah 28 dan 31 hari.
"Bulan itu jumlahnya kalau tidak 29, ya 30 (hari). Mustahil berjumlah 31 dan 28. Kalau bulan sekarang digenapkan 30 (hari), bulan depan jadi 28. Itu mustahil. Berarti NU memadukan unsur ta'abbudi dan ta'aqquli," jelasnya.
Kiai Zulfa menerangkan bahwa ada kelompok yang dalam memahami agama memberikan porsi akal dengan cukup besar. Misalnya dalam menentukan awal bulan hijriah, hanya perlu menggunakan metode hisab, tidak perlu rukyatul hilal.
"Selama sudah ketahuan posisi hilalnya, asal sudah wujud, itu sudah bisa ditentukan awal bulan. Dulu perlu rukyah karena ahli hisab masih dikit," katanya.
Kiai Zulfa menjelaskan bahwa kelompok ini merujuk pada pernyataan Nabi Muhammad yang mengatakan bahwa bulan hijriah itu berjumlah 29 atau 30 hari.
Karena itu, kelompok ini beranggapan hanya cukup memakai hisab lantaran mereka menganggap persoalan rukyatul hilal ini bukan masalah ta'abbudiyah tapi ta'aqquliyah.
Ia mengatakan bahwa dahulu ulama berbeda pendapat. Ada yang mengatakan, hukum agama bersifat ta'abbudiyah sehingga ada kalangan ulama seperti mazhab zhahiri yang menolak metode qiyas.
"Ada juga yang mengatakan semua hukum agama pada dasarnya bisa ditemukan nalarnya, semuanya ta'aqquliyah. Kelompok kedua ini, biasanya luas menggunakan qiyas, semua bisa dirasionalkan. Nah, NU menganggap fifti-fifti (ta'abbudiyah sekaligus ta'aqquliyah)," jelas Kiai Zulfa.
Selengkapnya baca di: https://www.nu.or.id/nasional/kh-zulfa-mustofa-selain-rukyatul-hilal-nu-tetap-gunakan-akal-dalam-tentukan-awal-hijriah-ptYHz