Tragedi Kekerasan di Pesantren Sukoharjo: KPAI Desak Penegakan Hukum Tegas
Jumat, 20 September 2024 | 12:30 WIB
Semarang, NU Online Jateng
Komisioner Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Aris Adi Leksono, menyayangkan kembali terjadinya kekerasan terhadap anak di lingkungan pondok pesantren, yang kali ini mengakibatkan kematian. Menurutnya, peristiwa ini harus ditindak dengan tegas dan serius.
Korban, seorang santri berinisial AKP (13), meninggal dunia akibat kekerasan yang dilakukan oleh seniornya, MG (15). Kejadian tragis ini terjadi pada 16 September 2024 sekitar pukul 11.00 WIB di kamar 23 gedung asrama putra, di salah satu pesantren di Sukoharjo, Jawa Tengah.
"KPAI menyampaikan duka mendalam kepada keluarga korban. Korban meninggal adalah santri berinisial AKP (13), akibat kekerasan yang dilakukan kakak kelas berinisial MG (15)," kata Komisioner KPAI Aris Adi Leksono, Kamis (19/8/2024).
KPAI telah menerima laporan mengenai kasus ini dan melakukan koordinasi dengan keluarga korban serta Kementerian Agama untuk mendapatkan informasi terkait kronologi kejadian, penanganan, dan langkah-langkah yang diperlukan guna memastikan keadilan bagi korban serta tanggung jawab dari pelaku dan pihak-pihak terkait lainnya.
"Hasil koordinasi menunjukkan data dan informasi terkait kronologi kekerasan yang berujung pada kematian," jelas Aris.
Insiden ini bermula ketika terduga pelaku memaksa korban untuk memberikan uang. Karena korban tidak memiliki uang dan menolak memberikan, terduga pelaku kemudian memukul bagian perut, dada, dan ulu hati korban. Korban pun tidak sadarkan diri, dan karena terlambat mendapatkan penanganan, akhirnya meninggal dunia.
KPAI menilai tingginya angka kekerasan di lingkungan pesantren merupakan masalah serius, terlebih lagi jika sampai mengakibatkan kematian.
"Pesantren seharusnya menjadi tempat yang aman, nyaman, dan menyenangkan bagi anak-anak. Ironisnya, banyak terjadi praktik kekerasan di sana," tegas Aris.
KPAI juga menekankan bahwa kekerasan yang dialami AKP (13) yang berujung pada kematian merupakan pelanggaran terhadap UU RI No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Oleh karena itu, proses hukum harus berjalan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
KPAI berpandangan bahwa penanganan kasus ini harus dilakukan dengan cepat sebagai bentuk penerapan perlindungan khusus bagi anak, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Anak Pasal 59A, yang mencakup upaya seperti:
a. penanganan cepat, termasuk pengobatan dan rehabilitasi fisik, psikis, dan sosial, serta pencegahan penyakit dan gangguan kesehatan lainnya;
b. pendampingan psikososial selama pengobatan hingga pemulihan;
c. pemberian bantuan sosial bagi anak dari keluarga kurang mampu; dan
d. perlindungan serta pendampingan pada setiap proses peradilan.
KPAI mendesak Polres Sukoharjo untuk mengusut tuntas kasus kekerasan yang menyebabkan kematian AKP (13) di pesantren tersebut dan memastikan keadilan bagi korban dan keluarganya.
Dalam proses hukum, Polres Sukoharjo diharapkan mengacu pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
"Peradilan Pidana Anak harus dilaksanakan berdasarkan asas: perlindungan; keadilan; nondiskriminasi; kepentingan terbaik bagi anak; kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak; pembinaan dan pembimbingan anak; serta perampasan kemerdekaan dan pemidanaan sebagai upaya terakhir, serta penghindaran pembalasan," jelas Aris.
Kementerian Agama, bersama Dinas Pengendalian Penduduk, KB, dan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Sukoharjo, diminta untuk memastikan pemenuhan hak keluarga korban, seperti pendampingan psikologis, hukum, dan pemulihan lainnya.
Selain itu, Kementerian Agama bersama dinas terkait harus memberikan pendampingan dalam bentuk trauma healing atau bentuk lain kepada santri pesantren, terutama anak-anak yang menyaksikan atau berinteraksi langsung dengan korban.
Kementerian Agama dan dinas terkait juga diharapkan terus mendampingi pesantren-pesantren di Kabupaten Sukoharjo dalam mencapai standar Pesantren Ramah Anak, serta melakukan edukasi mengenai UU RI No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, khususnya terkait pencegahan kekerasan di lingkungan pesantren.
Kementerian Agama RI bersama Kanwil dan Kemenag Kabupaten/Kota diimbau untuk mengambil langkah inovatif guna mencegah kekerasan di lembaga pendidikan pesantren, salah satunya dengan membentuk Satgas atau Tim Khusus yang memiliki keterampilan dalam perlindungan anak.
"Masyarakat juga memiliki peran penting dalam mencegah dan menangani kekerasan terhadap atau oleh anak, dengan cara meningkatkan pengetahuan dan keterampilan untuk melindungi anak dari berbagai bentuk kekerasan," imbuh Aris.
KPAI mendorong semua pihak di Kabupaten Sukoharjo untuk menjadikan kasus ini sebagai pelajaran serius, serta agar budaya kekerasan di kalangan anak-anak, termasuk di pesantren dan lembaga pendidikan lainnya, tidak ditoleransi. Edukasi mengenai hak-hak anak harus menjadi fokus utama sesuai UU RI No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.