5,5 Juta Antrean Berangkat Haji, BP Haji Siapkan Langkah Audit Data Antrean
Sabtu, 21 Juni 2025 | 08:00 WIB

Kepala BP Haji Mochamad Irfan Yusuf alias Gus Irfan bersama Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Niam Soleh saat memberikan keterangan kepada awak media di Kantor MUI Pusat, Kamis (19/6/2025).
Jakarta, NU Online Jateng
Panjangnya antrean keberangkatan haji yang mencapai 5,5 juta pendaftar menjadi perhatian serius Badan Pelaksana Haji (BP Haji) di bawah kepemimpinan Mochamad Irfan Yusuf atau yang akrab disapa Gus Irfan. Menghadapi tantangan tersebut, BP Haji akan melakukan audit menyeluruh terhadap data antrean haji, termasuk menertibkan apa yang disebut sebagai 'kuota batu'.
Langkah tersebut disampaikan Gus Irfan usai kegiatan Konsinyering II RUU Haji dan Keuangan Haji yang digelar oleh Komisi Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (DP MUI) Pusat di Kantor MUI, Jakarta Pusat, Kamis (19/6/2025).
"Kalau memang ada hal-hal yang perlu diperbaiki akan diperbaiki, termasuk antrean kuota batu. Ada namanya, alamatnya, pembayarannya, tapi saat dipanggil tidak hadir. Ini perlu dibenahi agar antrean tidak makin panjang," tegas Gus Irfan.
Mulai tahun 2026, penyelenggaraan ibadah haji akan secara penuh menjadi tanggung jawab BP Haji. Salah satu fokus utamanya adalah menata ulang sistem antrean serta memastikan data calon jamaah yang valid dan aktif.
Meski demikian, Irfan menegaskan bahwa panjang pendeknya antrean tetap bergantung pada kuota yang diberikan Pemerintah Arab Saudi.
"Antrean haji sangat tergantung pada berapa kuota yang diberikan pemerintah Saudi. Kita hanya bisa mengelola dengan sebaik-baiknya," jelasnya.
Selain audit data, Gus Irfan juga menyoroti pentingnya aspek istitha'ah atau kemampuan calon jamaah, terutama dari sisi kesehatan. Menurutnya, banyak jamaah yang secara medis belum layak, namun tetap diberangkatkan.
"Tahun ini kami mendapat catatan dari Pemerintah Arab Saudi, mengapa masih banyak jamaah yang tidak memenuhi syarat kesehatan tapi tetap diberangkatkan," ujarnya.
Hal senada disampaikan Ketua MUI Bidang Fatwa, Asrorun Niam Sholeh. Ia mengingatkan bahwa istitha'ah tidak hanya menyangkut kondisi fisik, melainkan juga aspek lainnya.
"Secara fikih, istitha'ah mencakup lebih dari sekadar kesehatan. Ada rincian makna yang harus dipahami agar jamaah yang berangkat benar-benar memenuhi syarat," terang Niam.
Sementara itu, Sekretaris Tim RUU Haji DP MUI Pusat, Hamam Asy’ari, menekankan pentingnya manajemen dan tata kelola haji yang lebih transparan dan akuntabel. Ia juga menyoroti perlunya pendekatan fikih dalam menentukan kelayakan jamaah.
“Kaidah ushul fiqh mengajarkan dar’ul mafasid muqaddamun ‘ala jalbil mashalih – mencegah kemudharatan lebih utama daripada meraih kemaslahatan. Ini penting dalam menentukan siapa yang layak berangkat, agar bisa meminimalkan risiko, terutama bagi jamaah lanjut usia,” jelas Hamam.
Hamam juga berharap jalur koordinasi dengan Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi dapat dipermudah. Hal ini penting agar pengelolaan ibadah haji Indonesia menjadi lebih fokus, efisien, dan profesional, mengingat besarnya animo umat Islam Indonesia untuk menunaikan rukun Islam kelima tersebut.
“Karena itu, MUI mendorong agar status kelembagaan BP Haji diperjelas, sehingga dapat bekerja secara efektif dan optimal dalam melayani umat,” pungkasnya.