Khutbah Jumat: Antara Mitos, Sunah Rasul, dan Kearifan Walisongo
Selasa, 12 Agustus 2025 | 13:37 WIB
NU Online Jateng -
Kita telah memasuki bulan Shafar, bulan kedua dalam kalender Hijriyah. Pada masa jahiliyah, bulan ini sering dianggap sebagai bulan sial. Banyak orang kala itu menunda pernikahan, perjalanan, hingga berbagai urusan penting hanya karena terjebak pada keyakinan yang tak berdasar.
Islam datang untuk meluruskan pandangan keliru tersebut. Rasulullah Saw menegaskan bahwa tidak ada kesialan pada bulan Shafar. Seluruh waktu adalah ciptaan Allah Swt, dan setiap detiknya memiliki peluang keberkahan bagi siapa pun yang mengisinya dengan iman dan amal saleh.
Khutbah ini hadir untuk mengajak kita semua meninggalkan mitos, memperkuat keyakinan, dan menjemput berkah di bulan Shafar melalui amalan yang diridhai Allah Swt. Naskah Khutbah Jumat ini berjudul "Meluruskan Mitos dan Menjemput Berkah Bulan Shafar." Semoga bermanfaat.
Khutbah Pertama
الحمد للهِ الَّذِي خَلَقَ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ، وَقَسَّمَ الشُّهُوْرَ وَالأَعْمَارَ، وَجَعَلَ الشَّرَائِعَ نُوْرًا لِمَنْ أَبْصَرَ وَاعْتَبَرَ، نَحْمَدُهُ عَلَى كُلِّ حَالٍ وَفِي كُلِّ دَارٍ، نَسْتَغْفِرُهُ مِمَّا جَنَيْنَا وَزَلَّتِ الْأَبْصَارُ وَالْأَفْكَارُ، وَنَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلٰهَ إِلَّا اللهُ الْمَلِكُ الْقَهَّارُ، وَنَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَمَوْلاَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ النَّبِيُّ الْمُخْتَارُ، ، اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدَنَا وَمَوْلَانَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْأَبْرَارِ، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَالْفَوْزِ وَالِانْتِصَارِ.
Baca Juga
Ketika Sunan Kalijaga Batal Haji
أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيَ الْخَاطِئَةَ الْمُقَصِّرَةَ بِتَقْوَى اللهِ، فَإِنَّهَا وَصِيَّةُ اللهِ لِلأَوَّلِيْنَ وَالآخِرِيْنَ، قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ. وَلَقَدْ وَصَّيْنَا الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَإِيَّاكُمْ أَنِ اتَّقُوا اللَّهَ. صَدَقَ اللهُ الْعَظِيْمِ .
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta‘ala, Dzat yang menciptakan waktu dan menggulirkannya untuk manusia agar mereka dapat memperbanyak amal kebajikan dan meninggalkan keburukan.
Dialah yang menjadikan malam dan siang silih berganti, serta menetapkan bulan-bulan dalam hitungan yang pasti.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, suri teladan dalam mengikis khurafat dan membangun masyarakat dengan tauhid, ilmu, dan amal.
Khatib berwasiat kepada diri pribadi dan kepada seluruh jamaah sekalian untuk senantiasa bertakwa kepada Allah Ta‘ala, yakni dengan menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya, dalam keadaan terang-terangan maupun tersembunyi.
Allah Ta‘ala berfirman:
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِندَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ
Artinya: “Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi; di antaranya empat bulan haram.” (QS. At-Taubah: 36)
Dalam ayat ini dijelaskan bahwa seluruh bulan termasuk bulan Shafar adalah bagian dari ciptaan dan ketetapan Allah. Tidak ada bulan sial atau bulan celaka dalam Islam. Semua bulan adalah waktu yang penuh peluang untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Pada zaman jahiliyah, bulan Shafar dianggap sebagai bulan yang membawa kesialan dan keburukan. Mereka menunda pernikahan, bepergian, bahkan transaksi penting karena takut tertimpa musibah. Keyakinan ini dalam Islam disebut ṭiyarah (تطيّر) yaitu merasa sial karena waktu tertentu, angka tertentu, atau tanda tertentu.
Padahal Rasulullah ﷺ bersabda:
لَا عَدْوَى وَلَا طِيَرَةَ وَلَا هَامَةَ وَلَا صَفَرَ
Artinya: "Tidak ada penularan (yang berdiri sendiri) tanpa izin Allah, tidak ada ṭiyarah (keyakinan sial karena pertanda), tidak ada roh burung mati (yang gentayangan), dan tidak ada kesialan dalam bulan Shafar.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini secara tegas menghapus keyakinan-keyakinan khurafat yang hidup dalam masyarakat Arab kala itu. Rasulullah ﷺ justru melakukan berbagai aktivitas penting di bulan Shafar, seperti perjalanan hijrah, pengiriman pasukan, dan aktivitas dakwah lainnya.
Imam An-Nawawi rahimahullah menjelaskan dalam Syarh Shahih Muslim:
قَوْلُهُ: (وَلَا صَفَرَ): اِخْتَلَفُوا فِي تَفْسِيرِهِ، وَالصَّحِيحُ أَنَّهُ نَفْيٌ لِمَا كَانَتْ تَعْتَقِدُهُ الْجَاهِلِيَّةُ مِنْ أَنَّ فِي شَهْرِ صَفَرَ تَقَعُ الْمَصَائِبُ وَيَتَشَاءَمُونَ بِهِ.
Artinya: "Sabda Nabi ‘tidak ada Shafar’ maksudnya adalah meniadakan keyakinan orang-orang jahiliyah bahwa bulan Shafar adalah bulan sial dan penuh musibah."
Jamaah Jumat rahimakumullah,
Di tanah Jawa, sebagian masyarakat mewarisi keyakinan dari budaya pra-Islam bahwa bulan Sapar (Shafar) adalah bulan “angker” atau penuh bala. Maka muncul tradisi seperti ritual tolak bala, kenduri sapar, apem saparan, dan jamasan pusaka.
Namun, para ulama Walisongo tidak serta merta melarang secara frontal, melainkan mengislamkan tradisi tersebut. Ini adalah pendekatan kultural-dakwah yang santun dan efektif.
Beberapa bentuk pengislaman tradisi Shafar oleh Walisongo antara lain:
Apem saparan, kue putih bulat dari tepung, dijadikan simbol taubat dan harapan ampunan dari Allah.
Sedekah sapar, diisi dengan doa, tahlil, dan pembacaan shalawat, sebagai bentuk tolak bala yang syar’i.
Jamasan pusaka, dimaknai sebagai simbol pensucian diri menjelang datangnya Rabiul Awwal, bulan kelahiran Nabi.
Dalam kaidah usul fikih disebutkan:
الحُكْمُ يَدُورُ مَعَ العِلَّةِ وُجُودًا وَعَدَمًا
Artinya: “Hukum itu berputar bersama illat-nya, jika illat ada maka hukum berlaku, jika illat tidak ada maka hukum tidak berlaku.” (al-Qarafi, al-Furuq, juz 1, hlm. 177)
Jika sebuah tradisi tidak mengandung unsur syirik atau maksiat, bahkan menjadi media dzikir, sedekah, dan syiar Islam, maka ia tidak hanya boleh, tapi juga bermanfaat secara sosial dan spiritual.
Jamaah Jumat rahimakumullah,
Dikisahkan, Sunan Kalijaga mendatangi sebuah desa yang meyakini bulan Sapar sebagai bulan celaka. Beliau tidak membubarkan ritual mereka, tetapi mengalihkannya menjadi pengajian, tahlilan, dan sedekah kepada fakir miskin.
Dari sinilah muncul tradisi Saparan yang hidup hingga kini di Gunungkidul, Bantul, Klaten, dan wilayah lainnya. Tradisi ini tidak bertentangan dengan Islam, justru menjadi sarana silaturahmi, sosial, dan penyebaran nilai-nilai Islam yang santun dan membumi.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Mari kita luruskan niat dan keyakinan kita. Bulan Shafar bukan bulan sial, dan tidak ada waktu yang buruk bagi orang beriman. Yang membuat hidup celaka bukan bulan, tapi dosa dan maksiat. Sebaliknya, yang membawa keberkahan bukan hari atau angka, melainkan amal, taubat, dan ketakwaan.
Alih-alih takut pada mitos dan khurafat, mari kita jadikan bulan Shafar sebagai momentum introspeksi, memperbanyak dzikir, mempererat silaturahmi, dan menebar kebaikan.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَلَّ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ، أَقُولُ قَوْلِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ ٱللَّهَ لِي وَلَكُمْ، فَٱسْتَغْفِرُوهُ، إِنَّهُ هُوَ ٱلْغَفُورُ ٱلرَّحِيمُ.
Khutbah Kedua
ٱلْـحَمْدُ لِلَّهِ ٱلَّذِي أَفَاءَ عَلَيْنَا نِعْمَتَهُ، وَبَصَّرَنَا بِهُدَاهُ، وَجَعَلَ لَنَا فِي ٱلسَّنَةِ ٱلْهِجْرِيَّةِ مَوَاعِظَ وَعِبَرًا، لِنُصْلِحَ بِهَا أَنْفُسَنَا وَنَرْتَقِيَ بِهَا إِلَىٰ مَرَاتِبِ ٱلتَّقْوَىٰ وَٱلصَّلَاحِ. نَحْمَدُهُ تَعَالَىٰ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوبُ إِلَيْهِ.
وَنَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا ٱللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، إِلٰهُ ٱلْخَلْقِ وَمَلِيكُ ٱلْأَمْرِ، وَنَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، ٱلْهَادِي إِلَىٰ ٱلرَّشَادِ، وَٱلْدَّاعِي إِلَىٰ ٱلنُّورِ وَٱلْفَلَاحِ. صَلَّى ٱللَّهُ عَلَيْهِ وَعَلَىٰ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيمًا كَثِيرًا.
أيــُّها النَّاسُ اتَّقُوْا اللهَ وَافْعَلُوْا اْلخَيْرَ وَاجْتَنِبُوْا عَنِ السَّيِّأتِ ، إنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ ُيصَلُّوْنَ عَلى النَّبِيّ يآأيُّهَا الَّذِيْنَ أمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا فَأجِيْبُوْا اللهَ عِبَادَ اللهِ إلى مَادَعَاكُمْ وَصَلُّوْا وَسَلِّمُوْا عَلىٰ مَنْ بِهِ اللهُ هَدَاكُمْ . اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبارِكْ عَلى سَيِّدِنا ُمحمَّدٍ وَعَلى ألِه وَصَحْبهِ أجمَعِين وَعَلىٰ التَّابِعِيْنَ وَتَابِعِ التَّابِعِيْن وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يآٰأرْحَمَ الرَّاِحمِيْنَ .
اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتْ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتْ َاْلأحْيَاِء ِمنْهُمْ وَاْلأمْوَاتْ، إنَّكَ قَرِيْبٌ ُمجِيْبُ الدَّعْوَاتْ. اللّهُمَّ انْصُرْ أُمَّةَ سَيِّدِناَ ُمحَمَّدْ، اَللّهُمَّ أصْلِحْ أُمَّةَ سَيِّدِناَ ُمحَمَّدْ ، اَللّهُمَّ ارْحَمْ أُمَّةَ سَيِّدِناَ ُمحَمَّدْ، اَللّهُمَّ انْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّينْ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْن. وَاجْعَلْ بَلْدَتَنَا إنْدُوْنِسِيَا هٰذِهِ بَلْدَةً طَيِّبَةً َتجْرِيْ فِيْهَا أحْكَامُكَ وَسُنَّةُ رَسُوْلِكَ ياٰحَيُّ ياٰقَيُّوْمُ ياإلۤهَنَا وإلۤهَ كُلِّ شَيْءٍ هٰذَا حَالُناَ ياٰاللهُ لاَيخْفىٰ عَلَيْكَ. ٱللَّهُمَّ ٱدْفَعْ عَنَّا ٱلْبَلَاءَ وَٱلْوَبَاءَ وَٱلْفِتَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، فِي بِلَادِنَا هٰذِهِ وَفِي بِلَادِ ٱلْمُسْلِمِينَ. وَٱجْعَلْ بَلَدَنَا هٰذَا بَلَدًا آمِنًا مُطْمَئِنًّا، سَخَّرْتَ لَهُ ٱلْخَيْرَ وَٱلرَّحْمَةَ وَٱلْبَرَكَةَ، وَسَائِرَ بِلَادِ ٱلْمُسْلِمِينَ. رَبنَّاَ اغْفِرْلَنَا وَلِإخْوَاِننَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإْيمَانِ وَلَاتَجْعَلْ ِفيْ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِلَّذِيْنَ أمَنُوْا رَبنَّاَ إنَّكَ رَءُوْفُ الرَّحِيْمِ.
عِبَادَ الله، إِنَّ ٱللَّهَ يَأْمُرُ بِٱلْعَدْلِ وَٱلْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي ٱلْقُرْبَىٰ، وَيَنْهَىٰ عَنِ ٱلْفَحْشَاءِ وَٱلْمُنكَرِ وَٱلْبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ. فَٱذْكُرُوا ٱللَّهَ يَذْكُرْكُمْ، وَٱشْكُرُوهُ عَلَىٰ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ ٱللَّهِ أَكْبَرُ، وَٱللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ.
Oleh: H Moh Zainal Abidin, Wakil Rais Syuriyah PCNU Surakarta