• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Selasa, 7 Mei 2024

Regional

Medsos Bantu Penyebaran Radikalisme dan Terorisme

Medsos Bantu Penyebaran Radikalisme dan Terorisme
Mantan Ketua Dewan Pers Yosep Stanley Adi Prasetyo (kanan) saat menyampaikan materi di Ngopi Coi FKPT Jateng. (Foto: NU Online Jateng/dok)
Mantan Ketua Dewan Pers Yosep Stanley Adi Prasetyo (kanan) saat menyampaikan materi di Ngopi Coi FKPT Jateng. (Foto: NU Online Jateng/dok)

Semarang, NU Online Jateng

Mantan Ketua Dewan Pers Yosep Stanley Adi Prasetyo mengajak masyarakat memerangi radikalisme dan terorisme. Hal itu disampaikan saat menjadi narasumber pada acara ‘Ngopi Coi’ (Ngobrol Pintar Cara Orang Indonesia) sesi Literasi Informasi dalam rangka pencegahan terorisme di Hotel Santika Semarang, Selasa (27/10). 

 

Dalam materi bertajuk ‘Internet, Media Digital, dan Terorisme’, yang dimoderatori Kabid Media Massa, Hukum, dan Humas FKPT Jateng Hamidulloh Ibda, pihaknya menyampaikan materi sampai lima bagian. "Indonesia saat ini sebagai negara dengan media dan pengguna medsos terbanyak," tegasnya.

 

Praktisi media yang menjadi pemateri di BNPT sejak 2016 itu menegaskan, semua orang dengan mudah membuat media, mirip home industry. "Semua orang dengan mudah menjadi wartawan tanpa  pengetahuan tentang jurnalisme, tak tahu kode etik, minus kompetensi. Banyak wartawan jadi-jadian (merangkap LSM,  merangkap pengacara, merangkap preman). Banyak media tak memenuhi syarat UU dan ketentuan  perusahaan pers Indonesia adalah salah satu negara pengguna medsos  tertinggi seperti FB, WA, Twitter," lanjutnya.


 
Selain perkembangan media digital, perkembangan medsos juga menjadikan celah berbagai fenomena seperti lahirnya ruang gema. "Fenomena echo chamber atau ruang gema  menggambarkan pengguna media sosial yang berada  di lingkungan pertemanan yang berpikiran serupa.  Pikiran yang dilontarkan segera mendapat dukungan  dari rekan dan terus berulang hingga dia seolah  percaya bahwa inilah fakta yang terjadi. Ruang gema ini berbahaya, karena membuat  seseorang percaya satu hal yang barangkali salah bila  dibuktikan secara objektif. Dia percaya karena rekan-rekan yang dijumpai di linimasa berpikir hal yang  sama," katanya lagi.


 
Media sosial itu, kata dia, mendekatkan yang jauh. Tapi juga menjauhkan yang dekat. Kita di rumah misalnya, satu keluarga itu sibuk dengan gadget sendiri.


 
Pada sesi materi bagian empat, internet dan radikalisme, Wakil Ketua dan Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) periode 2007-2012 ini juga menegaskan, bahwa radikalisme di dunia maya memang nyata. Kelebihan internet dan media sosial dalam hal  kemudahaan akses, keterjangkauan, dan akses yang  tak terbatas juga dimanfaatkan oleh kelompok teroris  untuk melakukan rekrutmen, mengembangkan  kelompok radikal, dan aksi-aksi terorisme.
 


Dijelaskan pula, bahwa kemajuan teknologi digital  (internet dan medsos)  membantu proses  penyebarluasan ide-ide  radikalisme dan terorisme  hingga ke ruang-ruang  privat yang sulit dideteksi.


 
Atas bahaya itu, ia mengajak masyarakat, khususnya peserta yang hadir dari unsur wartawan, pers kampus, Bhabinkamtibmas, Babinsa, untuk dapat mengelompokkan model media. Pertama, media konvensional adalah media cetak, radio, dan televisi. Kedua, media baru seperti media siber dan streaming. Ketiga, media sosial seperti Facebook, Telegram, Line, IG, Twitter, Blog, dan lainnya.


 
"Kita juga harus dapat membedakan, antara media jurnalistik yaitu media cetak, radio, televisi, baik itu media lama atau konvensional dengan media baru, dan media non-jurnalistik yaitu media sosial," kata dia. Selain itu, agar terhindar dari radikalisme, masyarakat harus dapat menjalankan lima bijak bersosmed, mulai dari jaga privasi, jaga keamanan akun, hindari hoaks, sebarkan hal positif, dan gunakan seperlunya.
 


Editor: Hasan Fauzy


Regional Terbaru