• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Jumat, 10 Mei 2024

Regional

Semarakkan Maulid, Prisma Kudus Kenalkan Tradisi Golok-golok Mentok ke Generasi Milenial

Semarakkan Maulid, Prisma Kudus Kenalkan Tradisi Golok-golok Mentok ke Generasi Milenial
Prisma Kudus kenalkan tradisi golok mentok ke generasi milenial (Foto: NU Online Jateng/Afina Izzati)
Prisma Kudus kenalkan tradisi golok mentok ke generasi milenial (Foto: NU Online Jateng/Afina Izzati)

Kudus, NU Online Jateng
Pesantren Riset Sains-Spiritual Moderasi Al-Qur’an(PRISMA) Kudus, Jawa Tengah menyemarakkan maulid dengan menjalankan tradisi golok-golok mentok pada Rabu (28/10) malam.

 

Pengasuh Pesantren Riset PRISMA Nur Said mengungkapkan, kegiatan tersebut sebagai pengingat tradisi yang sudah ada sejak dulu. Dengan mengingat sejarah penindasan kaum perempuan telah berhenti sejak diutusnya Rasulullah.

 

“Tradisi ini sebagai ungkapan rasa syukur. Golok dalam bahasa jawa bermakna parang/pisau panjang yang oleh algojo zaman jahiliah sebagai alat menghabisi bayi perempuan yg dianggap aib. Namun Sejak diutusnya Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul. Tradisi jahiliyah yang tidak manusiawi itu habis (menthok), perempuan mulai dimuliakan sederajat dengan laki-laki,” jelasnya.

 

Kegiatan tersebut lanjutnya, bertujuan membangun kesadaran budaya yang khas bagi anak-anak dan generasi milenial bahwa kehadiran Rasulullah membawa banyak berkah.

 

Nur Said yang juga Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (Lakpesdam) NU Kudus itu mengungkapkan, acara diawali hadrah, wasilah, pembacaan al-barzanji, doa, lalu ulasan falsafah golok-golok mentok kepada santri-santri.

 

“Karena banyak yang belum mengetahui falsafah golok-golok mentok. Sehingga saya bersama istri menceritakannya di depan santri-santri,” ungkapnya.

 

Tradisi Ketan dalam Rantang

Salah satu dosen Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kudus itu mengungkapkan, tradisi golok-golok mentok kerap kali menggunakan sajian makanan dengan rantang keranjang kecil yangberwarna-warni. Dimaksudkan agar memiliki daya tarik bagi anak-anak.

 

“Bahan rantang dari bambu dalam Bahasa Jawa disebut deling (Kendel eling). Ini berarti menjadi umat Islam harus kendel (berani) menghadapi situasi apapun termasuk menghadapi pandemi. Selalu menjadi pioner solutif, namun harus tetap eling (ingat) kepada sang Maha Hidup,” terangnya kepada NU Online Jateng, Jumat (30/10.

 

Sementara itu sambungnya, makanan yang diisikan berupa ketan yang bermakna iketan (ikatan) cinta kasih perlu selalu dibangun dalam membangun relasi dengan Tuhan, sesama manusia dan juga dengan lingkungannya. 

 

“Maka yang memang harus ada dalam tradisi golok-golok mentok adalah rantang bambu (deling) dan ketan. Meskipun zaman sudah modern, jangan sampai wadah yang atau makanannya diganti dengan inovasi yang lain,” harapnya.

 

Menurutnya, penggunaan rantang bambu juga menjadi strategi menyampaikan pesan esensi dari tradisi golok-golok mentok. Ia mengungkapkan, acara diakhiri dengan pentas ekspresi santri.

 

"Di antaranya baca puisi rindu Rasul, kreasi shalawat, dan ditutup dengan makan bersama menu ketan serundeng golok mentok," pungkasnya.

 

Kontributor: Afina Izzati
Editor: M Ngisom Al-Barony
 


Regional Terbaru