• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Jumat, 29 Maret 2024

Keislaman

PCNU Kota Semarang Gelar Bahtsul Masail tentang Kurban, Ini Jawabannya

PCNU Kota Semarang Gelar Bahtsul Masail tentang Kurban, Ini Jawabannya
Bahtsul masail PCNU Kota Semarang tentang penyembelihan hewan kurban (Foto: Dok)
Bahtsul masail PCNU Kota Semarang tentang penyembelihan hewan kurban (Foto: Dok)

Semarang, NU Online Jateng
Rais Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Semarang KH Hanief Ismail mengatakan, kegiatan bahtsul masail di lingkungan bagian dari pelayanan kepada umat untuk menjawab berbagai persoalan keagamaan kekinian.


"Maka bahtsul masail bagian terpenting di NU untuk selalu hadir di tengah-tengah masyarakat. Dan NU Kota Semarang telah membahas secara khusus tentang pelaksanaan penyembelihan hewan," ucapnya kepada NU Online Jateng, Kamis (7/7/2022).


Dikatakan, persoalan ubudiyah, sosial, dan lain-lain jangan sampai tidak ada solusinya, sehingga masyarakat menjadi ragu untuk mengerjakan atau mengamalkan. Jika muncul persoalan keagamaan, maka NU harus hadir.


"Bahtsul masail itu ruhnya Nahdlatul Ulama," ucapnya.


Dalam rillis yang diterima NU Online Jateng, penanggung jawab bahtsul masail PCNU Kota Semarang Ustadz Ahmad Mundzir menjelaskan, bahtsul masail kali ini membahas seputar penyembelihan hewan kurban yang sebentar lagi akan dilakukan oleh umat Islam.


"Alhamdulillah, beberapa masalah yang diangkat sudah mendapat jawaban dari peserta bahtsul masail yang dihelat PCNU Kota Semarang yang berlangsung di Masjid Baiturrohim Gabahan, Semarang Tengah, Sabtu (25/6/2022)," ucapnya.





Berikut as'ilah dan jawabannya seputar penyembelihan hewan kurban:


Di dalam kurban, apakah ada batasan wilayah distribusi? Apabila diilustrasikan di Masjid Agung Semarang, jaraknya sampai mana? Apabila pemindahannya masih berupa uang, tidak ada batasan distribusi. Apabila masih berupa hewan kurban hidup (belum disembelih), juga tidak ada batasan distribusi. Apabila hewan kurban sudah disembelih, maka diperinci:


Jika daging hewan kurban nadzar, ada batasan distribusi yaitu batasannya adalah batas wilayah setempat. Tidak boleh ada sepotong pun daging yang dibawa ke luar daerah. Semuanya harus diberikan ke warga fakir setempat. Apabila diilustrasikan dengan Masjid Agung Semarang, maka harus dibagikan ke warga fakir sekitar masjid.


Jika daging hewan kurban sunnah, maka setiap hewan dari setiap mudhohhi, harus dipisah menjadi dua: Kadar minimal wajib (kira-kira sekitar setengah kilogram daging murni dan segar) yang harus diberikan kepada orang fakir sekitar Masjid Agung Semarang. Sisa dari sekitar setengah kilo boleh dibagikan secara bebas, tidak ada batasan wilayah. Dalam batasan pembagian jika ilustrasinya di Masjid Agung Semarang maka batasnya adalah batas daerah setempat masjid tersebut secara urf.


Bagaimana hukumnya panitia yang mendapatkan banyak hewan kurban, setelah hewan disembelih, dijadikan satu. Kemudian semua daging dibagikan kepada masyarakat tanpa menyisihkan secara spesifik ada bagian bagi orang fakir? Apabila sudah terjadi di masyarakat, bagaimana konskwensinya dan bagaimana solusinya? Hukum panitia langsung mencampur daging menjadi satu tidak diperbolehkan karena jika daging langsung dicampur menjadi satu antara daging satu hewan dengan hewan yang lain dikhawatirkan setelah tercampur nanti ada sebagian hewan yang tidak ada sedikitpun daging yang diberikan kepada orang fakir. Seharusnya panitia mengambil sekedar wajib (sekitar setengah kilogram daging murni dan segar) terlebih dahulu sebelum daging dicampur dengan daging hewan-hewan yang lain.


Apabila dari kurban sapi yang terdiri dari tujuh orang, maka harus menyisihkan masing-masing sapi tujuh potong sebelum dicampur dengan daging sapi-sapi yang lain. Apabila masing-masing mudhohhi menghendaki ingin ikut bertabarruk memakan sebagian daging kurbannya, maka panitia selain menyisihkan daging sekitar setengah kilogram untuk orang fakir, panitia juga mengambilkan sebagian daging dari masing-masing hewan kurban sesuai dengan nama mudhohhi, tidak asal diambilkan dari daging kurbannya orang lain. Apabila panitia memang sejak awal menyengaja diri untuk merekrut dan melakukan pembentukan  kepanitian,  jika  terjadi  kesalahan  atas  ketidatahuannya  tentang  harus memisahkan terlebih dahulu kadar minimal wajib yang harus diberikan kepada mustahiq, sehingga tidak ada yang sesuai sasaran sama sekali, maka panitia dianggap muqashshir yang resikonya adalah membayar ganti rugi (dhoman) dengan berupa memberikan sekitar setengah kilogram daging dengan dibagikan kepada orang fakir. Perlu diketahui bahwa memberikan minimal sebagian kecil daging murni dan segar kepada orang fakir adalah satu hukum yang tidak ada perbedaan pendapat antar ulama


Bagaimana hukum kulit dan kepala hewan kurban dijual baik dijual oleh panitia atau dijual oleh mudhahhi sendiri mengingat banyak masyarakat perkotaan yang malas mengolahnya? Hukumnya adalah haram dan mengakibatkan kurban tidak sah. Solusinya adalah kulit atau kepala hewan kurban diberikan kepada orang miskin kemudian orang miskin tersebut dipersilahkan untuk mengolah, memanfaatkan atau menjualnya sendir. Apabila ia tidak bisa menjualnya sendiri, orang miskin tersebut boleh dibantu panitia untuk menjualkan, namun uang hasil penjualan menjadi milik orang miskin 100 persen. Panitia tidak boleh mengambilnya baik untuk kepentingan panitia atau disumbangkan kepada masjid, mushala, dan sejenisnya.


Penulis: M Ngisom Al-Barony


Keislaman Terbaru