• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Jumat, 29 Maret 2024

Keislaman

Jangan Takut Disaingi Orang Lain!

Jangan Takut Disaingi Orang Lain!
Ilustrasi (NU Online)
Ilustrasi (NU Online)

Seorang pemuda, sebut saja bernama Sarman, datang kepada kakeknya untuk menyampaikan kesedihannya mengapa hingga setahun ia bekerja, pekerjaannya belum mapan. Ia menceritakan bahwa selama setahun ini ia sudah berganti pekerjaan hingga tiga kali. Kesemua pekerjaan itu tidak ada yang bertahan lama karena selalu saja ada orang yang menyainginya.    

 

Misalnya, pada bulan Januari tahun lalu, atau sejak Sarman pertama kali mencoba belajar bekerja dengan membuka warung es kelapa muda, warungnya secara perlahan memang memiliki beberapa pelanggan. Pada bulan Februari pelanggan makin ramai. Ia mendapat keuntungan yang lumayan dari hasil merintis buka warung es di sisi jalan yang tidak terlalu jauh dari pemukiman penduduknya. 

 

Tetapi pada bulan ketiga, Maret, ada orang lain yang juga membuka warung es kelapa muda tak jauh dari tempat Sarman berjualan. Pelanggan warung Sarman mulai berkurang sejak saat itu. Pada bulan April warung es Sarman sepi pembeli, sementara warung satunya lagi yang belum lama berdiri itu makin ramai.   

 

Selama empat bulan berikutnya, Mei – Agustus, ia berjualan buah-buahan dengan mendapat pasokan dari teman sendiri. Sarman menjual buah-buahan di warung yang sama ketika ia menjual es kelapa muda. Ia berpikir tak perlu memindahkan warungnya ke tempat lain mengingat hal itu perlu keluarkan biaya. Namun, hasilnya pun tak memuaskan.   

 

Dari dua kegagalan itu, Sarman memutuskan untuk tidak lagi berjualan barang-barang. Kali ini ia beralih ke bidang jasa. Ia melihat ada peluang pasar untuk membuka jasa tambal ban sepeda di tempat ia menjual es kelapa muda dan buah-buahan. Ia berpikir menjual jasa tidak besar risikonya dalam menanggung kerugian dibandingkan menjual barang-barang terutama buah-buahan yang bisa membusuk.    

 

Pertengahan bulan September, ia mulai membuka jasa tambal ban. Pada awalnya sepi karena usaha Sarman yang baru ini belum diketahui banyak orang. Pada bulan Oktober usaha Sarman mulai diketahui oleh penduduk sekitar dan para pengendara yang lewat di jalan depan tempat ia membuka usaha. Bulan November usaha Sarman sudah memiliki konsumen yang lumayan jumlahnya. 

 

Namun di bulan Desember ada orang membuka usaha bengkel sepeda motor di pinggir jalan yang tidak terlalu jauh dari tempat Sarman membuka usaha tambal ban. Usaha Sarman terkena dampak karena banyak orang beralih ke bengkel sepeda motor itu. Bengkel itu ternyata juga melayani tambal ban.   

 

Dalam keadaan seperi itu Sarman merasa sedih kenapa setiap usahanya selalu disaingi orang. Tak kuat menahan kesedihannya, Sarman yang sudah yatim itu datang kepada kakeknya untuk mengadukan persoalan hidupnya. Sang kakek menasihati: 

 

“Dalam hidup ini persaingan tak bisa dielakkan. Siapa pun harus sabar sekaligus berani dalam bekerja. Jangan takut disaingi. Jangankan bekerja mencari uang, menganggur pun disaingi banyak orang.”   

 

“Hahaha...” Sarman tertawa lebar.    

 

“Mengapa kamu tertawa?” tanya sang kakek kepada Sarman.    

 

“Apa yang kakek katakan barusan itu lucu sekali, tetapi benar bahwa menganggur saja itu disaingi banyak orang. Hahaha...”    

 

“Nah, kamu paham maksud kakek. Baik, sekarang kamu perlu evaluasi. Coba jawab mengapa kamu selalu kalah dalam persaingan?”   

 

“Nggak tahu kek. Saya pikir ini soal nasib saja,” Jawab Sarman.  

 

“Bukan. Ini bukan soal nasib semata tetapi juga menyangkut ikhtiar kinerjamu. Kamu harus bisa mengevaluasi mengapa kamu selalu kalah dalam persaingan. Misalnya, pertama, apakah rasa es kelapa muda yang kau jual dulu itu tidak lebih enak dari pada pesaingmu.”   

 

“Benar, Kek. Saya pernah mendengar keluhan itu tetapi saya abaikan,” jawab Sarman. 

  

“Kedua, apakah harga buah-buahanmu lebih mahal dari pada pesaingmu?”  

 

“Benar kek. Saya pernah mendengar keluhan itu tetapi saya abaikan,” jawab Sarman lagi.  

 

“Ketiga, apakah cara kerjamu lebih lama daripada pesaingmu dalam menyelesaikan pekerjaan tambal ban?”   

 

“Benar kek. Saya pernah mendengar keluhan itu tetapi saya abaikan,” jawab Sarman lagi.  

 

“Keempat, apakah kamu kurang ramah dalam melayani pelanggan?”    

 

“Benar kek. Saya pernah mendengar keluhan itu tetapi kurang saya hiraukan,” jawab Sarman sekali lagi.   

 

“Nah, itulah hal-hal yang harus kau benahi terkait ikhtiar kinerjamu. Harga, kualitas barang atau jasa, kecepatan pelayanan, dan keramahan dalam melayani sering kali menjadi penentu survive tidaknya usaha kita dalam sebuah persaingan. 

 

Selain itu, kamu harus selalu berdoa memohon sukses dalam usahamu. Lakukan shalat Dhuha sebelum berangkat ke tempat kerja. Jangan lupa baca shalawat di tempat kerjamu, atau baca ayat-ayat Al-Qur’an ketika sedang sepi pekerjaan.   

 

“Terima kasih kek, atas motivasi dan nasihat-nasihatnya,” kata Sarman kepada kakeknya sebelum berpamitan pulang ke rumah.     

 

Muhammad Ishom, dosen Fakultas Agama Islam Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Surakarta 

 

Sumber : NU Online


Editor:

Keislaman Terbaru