Dinamika

PMII Purworejo Tegaskan Penolakan terhadap RUU TNI demi Menjaga Demokrasi dalam Diskusi 'Tadarus Pergerakan'

Rabu, 19 Maret 2025 | 11:00 WIB

PMII Purworejo Tegaskan Penolakan terhadap RUU TNI demi Menjaga Demokrasi dalam Diskusi 'Tadarus Pergerakan'

Diskusi publik PC PMII Purworejo yang bertajuk "Tadarus Pergerakan". Senin, 17/3/2025

Purworejo, NU Online Jateng – 

Pengurus Cabang (PC) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Purworejo menggelar diskusi publik yang bertajuk "Tadarus Pergerakan" dengan fokus utama membahas perubahan rancangan undang-undang (RUU) Tentara Nasional Indonesia (TNI). Acara yang diikuti oleh anggota, kader, dan pengurus PMII Purworejo ini berlangsung di sekretariat PMII setempat, dan menjadi momentum penting bagi organisasi tersebut untuk menegaskan sikap penolakannya terhadap RUU TNI yang tengah dibahas. Senin, 17/3/2025.

Ketua PMII Purworejo, Fatkhu Rohman, menyampaikan beberapa alasan fundamental di balik penolakan tersebut. Menurutnya, RUU TNI berpotensi menghidupkan kembali dwifungsi TNI, yang memungkinkan prajurit TNI aktif menduduki jabatan sipil di berbagai kementerian dan lembaga negara. Fatkhu menegaskan bahwa langkah ini akan membuka celah bagi militer untuk kembali terlibat dalam struktur sipil yang strategis, yang berisiko menghidupkan kembali peran militer dalam kontrol pemerintahan yang otoriter.

"RUU TNI memberi ruang bagi militer untuk kembali mendominasi jabatan-jabatan sipil. Ini berbahaya, karena dapat mengancam prinsip dasar demokrasi dan supremasi sipil yang selama ini kita junjung," ujar Fatkhu dalam diskusi tersebut.

Selain itu, PMII Purworejo juga mengkritisi perluasan jenis Operasi Militer Selain Perang (OMSP) yang diatur dalam RUU TNI. Mereka khawatir bahwa hal ini dapat menimbulkan tumpang tindih kewenangan antara militer dan aparat penegak hukum, yang seharusnya memiliki ruang otoritas yang jelas dan terpisah.

"Perluasan peran militer dalam operasi selain perang berpotensi menggangu tugas aparat penegak hukum dan menciptakan ketidakjelasan kewenangan yang sangat berbahaya," tambah Fatkhu.

Dalam diskusi yang penuh antusiasme tersebut, para peserta juga menyoroti proses pembahasan RUU TNI yang dilakukan secara tertutup oleh DPR RI. Mereka menganggap rapat pembahasan yang digelar di hotel mewah dan di luar jam kerja DPR bertentangan dengan prinsip transparansi, efisiensi anggaran, dan partisipasi publik yang seharusnya menjadi dasar dalam setiap pembahasan undang-undang.

Selain itu, mereka mengkritisi pernyataan keras dari Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Maruli Simanjutak, yang menyebut kritik terhadap RUU TNI sebagai "otak kampungan". Perkataan ini dianggap mencerminkan sikap arogan dan merendahkan kritik masyarakat yang merupakan bagian dari hak berdemokrasi.

Menutup diskusi, PMII Purworejo mengeluarkan sejumlah pernyataan sikap yang tegas, antara lain:

1. Menolak RUU TNI yang berpotensi mengembalikan dwifungsi TNI dan mengancam supremasi sipil.

2. Mendesak pemerintah dan DPR untuk lebih transparan dan melibatkan masyarakat sipil dalam proses pembahasan RUU TNI.

3. Mengajak seluruh elemen masyarakat untuk aktif mengawal dan memberikan perhatian serius terhadap proses pembahasan RUU TNI.

PMII Purworejo berharap, melalui diskusi "Tadarus Pergerakan" ini, aspirasi masyarakat dapat tersuarakan dengan jelas, serta mendorong pemerintah dan DPR untuk lebih bijaksana dalam mengambil keputusan terkait RUU TNI, demi menjaga prinsip-prinsip demokrasi yang telah diperjuangkan selama ini.


Terkait