Keislaman

Nasab Anak Hasil dari Hubungan Seks Jarak Jauh

Selasa, 13 Oktober 2020 | 09:01 WIB

Nasab Anak Hasil dari Hubungan Seks Jarak Jauh

ilustrasi: popmama.com

Jika ada seorang perempuan hamil padahal suaminya merantau jauh dari kampung halaman, mungkin ada sebagian orang yang mengira anak yang dikandung perempuan tersebut adalah anak hasil hubungan dengan lelaki lain. Logika sederhananya, mana mungkin suaminya yang tinggal di tempat yang jauh bisa menghamili istrinya di rumah?

 

Tapi dalam kajian fiqih klasik sebelum kemajuan ilmu kedokteran modern, sudah dibahas bahwa bisa saja anak itu adalah anak sah dari sang suami meski pun secara fisik ia berjarak dengan sang istri di rumah. Inilah uniknya fiqih.

 

Ulama madzhab Hanafiyyah ada yang berpandangam bahwa seseorang bisa saja menghamili tanpa menyetubuhi, dan anak yang dilahirkan bernasab kepadanya.

 

Dalam kitab al-Wajiz fil Fiqh al-Islami, Syaikh Wahbah al-Zuhaili mendedahkan tiga syarat bersambungnya nasab seorang anak dengan ayah biologisnya.

 

Pertama, sang suami sudah baligh atau setidaknya mendekati baligh (murahiq) kalau mengikuti pandangan Ulama Hanafiyyah dan Hanabilah. Jika ada lelaki yang belum baligh atau murahiq menikah, lalu istrinya melahirkan anak, maka anak tersebut tidak bernasab dengan lelaki tersebut. Kemungkinan ada pihak ketiga yang ‘berkontribusi’ pada kehamilan si istri.

 

Kedua, anak tersebut lahir setelah waktu yang memungkinan suami-istri berhubungan badan pasca pernikahan. Ini adalah pendapat jumhur ulama (termasuk Syafiiyyah) selain Hanafiyyah. Sedang menurut mereka, kelahiran anak tersebut harus sesudah lewat minimal enam bulan pasca pernikahan, karena durasi minimal kehamilan adalah enam bulan.

 

Ketiga, adanya kemungkinan terjadinya persetubuhan (jima’) antara suami dan istri. Indikatornya, suami istri pernah berkumpul secara fisik meskipun hanya sebentar. Pada syarat ketiga ini, ulama Hanafiyyah memiliki pandangan yang agak aneh. Menurut mereka, syarat ini tidak mengharuskan suami istri pernah berkumpul secara fisik.

 

فلو تزوج مشرقيّ بمغربيّة ولم يلتقيا في الظاهر مدة سنة فولدت ولدا لستة أشهر من تاريخ الزواج، ثبت النسب لاحتمال تلاقيهما من باب الكرامة

 

"Jika seorang lelaki di Timur menikahi perempuan di Barat, keduanya tidak pernah bertemu selama setahun, lalu si istri melahirkan anak sesudah enam bulan dari waktu pernikahan, maka tetaplah nasab si anak, karena ada kemungkinan suami-istri tersebut bertemu dengan jalan karomah” (Wahbah al-Zuhaili, al-Wajiz fil Fiqh al-Islami (Damaskus: Darul Fikr ), Juz 3 hal. 214.

 

Tentu saja pendapat ini ditentang oleh madzhab lain. Alasannya, kalaupun seseorang memiliki karamah bisa melakukan hubungan seksual jarak jauh, itu merupakan kasus langka yang tidak bisa dijadikan landasan hukum, karena hukum dibangun berdasarkan kasus yang lumrah, bukan kasus yang jarang terjadi, sesuai kaidah ushul fiqh

 

 الأصل بناء الحكم على الغالب لا على النادر

 

“Hukum asal mengacu pada kejadian mayoritas, bukan pada kejadian langka.”

 

Pendapat yang dianggap aneh tersebut masuk kategori al-fiqh al-iftirodhi (fiqih pengandaian). Al-fiqh al-iftirodhi adalah fiqih yang mengkaji persoalan-persoalan yang diandaikan terjadi, bukan yang nyata terjadi. Namun siapa sangka ternyata pandangan tersebut menemukan relevansinya 12 abad kemudian. Hari ini, dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, memungkinkan seorang perempuan hamil meski tidak melakukan hubungan seksual, tentu bukan jalan ‘karamah’, melainkan dengan ilmu pengetahuan: Bayi tabung.

 

Dengan sistem bayi tabung, suami yang sedang studi di Eropa, misalnya, bisa 'menghamili' istrinya yang berada di Indonesia. Lalu bagaimana status nasab anaknya? Ulama sekarang tidak harus melakukan ijtihad 'dari nol' karena Imam Abu Hanifah sudah membahas hukum tersebut sejak dua belas abad lalu.

 

Pendapat Hanafiyah meskipun dipandang aneh di zamannya, mungkin pendapat tersebut justru relevan dan dibutuhkan di masa yang akan datang. Jadi, bayi yang lahir dari hubungan jarak jauh dengan melalui bayi tabung, anaknya bisa menjadi nasab ayahnya dengan syarat memenuhi ketentuan di atas.

 

Ustadz Irfandi, EZ

Alumni Pon Pes TPI Al Hidayah Plumbon Limpung Batang