• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Kamis, 18 April 2024

Keislaman

Adab kepada Non-Muslim

Adab kepada Non-Muslim
Islam tidak membatasi kehidupan sosial pemeluknya untuk berinteraksi dengan orang yang berbeda agama. Islam mempersilakan pemeluknya untuk berinteraksi dengan pemeluk agama lain pada masalah-masalah yang bersifat umum, seperti soal ekonomi, masalah sosial, dan termasuk masalah lingkungan.
Islam tidak membatasi kehidupan sosial pemeluknya untuk berinteraksi dengan orang yang berbeda agama. Islam mempersilakan pemeluknya untuk berinteraksi dengan pemeluk agama lain pada masalah-masalah yang bersifat umum, seperti soal ekonomi, masalah sosial, dan termasuk masalah lingkungan.

Islam tidak membatasi kehidupan sosial pemeluknya untuk berinteraksi dengan orang yang berbeda agama. Islam mempersilakan pemeluknya untuk berinteraksi dengan pemeluk agama lain pada masalah-masalah yang bersifat umum, seperti soal ekonomi, masalah sosial, dan termasuk masalah lingkungan. Buku-buku agama menyebut interaksi umat Islam dan non-Muslim dengan istilah muamalah. Islam tidak melarang muamalah sesama Muslim dan non-Muslim.  

 

Kita menemukan sejumlah riwayat yang menyebutkan interaksi sosial atau muamalah umat Islam dan non-Muslim. Rasulullah SAW sendiri menyewa jasa Abdullah bin Uraiqith yang saat itu adalah musyrikin sebagai penunjuk jalan saat Rasulullah melakukan hijrah. Rasulullah SAW pernah meminjam kapak sekelompok Yahudi untuk kepentingan perang. Shafwan bin Umayyah pernah ikut bergabung dalam pasukan Rasulullah SAW pada perang Hunain. Sedangkan kita semua tahu bahwa Shafwan bin Umayyah tetap berpegang pada kemusyrikan dalam seumur hidupnya.

 

Dalam interaksi Muslim dan non-Muslim, Islam mengajarkan agar umat beragama menghargai keyakinan masing-masing orang. Islam memberikan hak umat beragama untuk mengamalkan nilai-nilai agama sesuai dengan ajaran yang diyakininya. Surat Al-Kafirun menegaskan perbedaan keyakinan umat Islam dan non-Muslim. Surat Al-Kafirun mengajarkan umat Islam dan non-Muslim untuk saling menghargai ajaran agama lain serta tidak menyinggung masalah agama orang lain.  

 

Pada sejarah awal Islam, kita menemukan interaksi sosial dan kedekatan umat Islam yang begitu rapat antara Muslim dan non-Muslim. Kita menemukan dalam sejarah bagaimana hubungan Rasulullah dengan penguasa-penguasa non-Muslim di sekitar negeri Arab. Sejarah juga mencatat umat Islam berinteraksi dengan baik dengan non-Muslim di Madinah. Buku-buku tarikh bercerita semangat perdamaian umat Islam yang datang dari Madinah pada peristiwa Fathu Makkah. Rasulullah SAW sendiri melakukan korespondensi dengan penguasa-penguasa nonmuslim. Rasulullah SAW juga tidak menolak hadiah dan pemberian mereka. Rasulullah SAW menerima dengan baik pemberian mereka. Bahkan, Rasulullah menerima budak perempuan dari penguasa non-Muslim.  

 

Islam mengajarkan umatnya untuk menginisasi perdamaian di lingkungan masyarakat beragama. Islam mengajak segenap umat beragama untuk mencari persamaan ketimbang perbedaan syariat antaragama. Islam mengimbau umat beragama untuk mengagungkan tuhan semesta alam yang menciptakan keragaman beragama itu sendiri. Islam juga tidak mengajarkan umatnya untuk mencari perbedaan-perbedaan dalam beragama yang dapat mengantarkan pada perpecahan sosial. Sedangkan pencarian titik temu dan persamaan dari beberapa agama yang berbeda dimaksudkan untuk merendahkan diri bersama-sama dan mengagumi kebesaran Tuhan Yang Maha Kuasa. (Surat Ali Imran ayat 64).  

 

Perbedaan keyakinan merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari. Setiap agama memiliki konsep ketuhanan dan syariat yang berbeda. Ada sejumlah agama yang memiliki kemiripan dalam banyak hal. Ada juga berbeda jauh. Namun demikian, Islam mengajarkan umat manusia untuk mengelola dengan perbedaan keyakinan di tengah kehidupan sosial agar tidak menjadi masalah sosial. Islam mengajarkan umatnya untuk menghargai bahkan konsep ketuhanan umat agama lain. Islam melarang keras umatnya untuk merendahkan, mencemooh, dan mencaci maki ajaran ketuhanan yang disembah pemeluk agama lain. Tindakan pelecehan dan penghinaan atas sistem ketuhanan dan syariat agama lain berpotensi pada respons serupa dari pemeluk agama lain sehingga melahirkan tindakan balas-berbalas yang tidak berkesudahan. Hal ini yang sebaiknya dihindari. Tidak heran kalau Islam sendiri melarang umatnya untuk menyinggung konsep ketuhanan internal agama lain karena isu ini teramat sensitif dan rawan sekali pada perpecahan dan perselisihan. (Surat Al-An’am ayat 108).

 

Dalam soal ketuhanan, Islam mendeklarasikan bahwa tidak ada paksaan dalam urusan berkeyakinan. (Surat Al-Baqarah ayat 256). Ibnu Jarir At-Thabari menjelaskan konteks turun Surat Al-Baqarah ayat 256. Ia meriwayatkan, Hashin (seorang sahabat Anshar dari Bani Salim bin Auf) memiliki dua putra yang beragama Nasrani. Ia berkonsultasi kepada Rasulullah SAW, "Apakah seharusnya kupaksa kedua putraku karena mereka beragama Nasrani?" Karena peristiwa ini, Allah menurunkan Surat Al-Baqarah ayat 256 yang menyatakan tidak ada paksaan dalam beragama.  

 

Mengapa dalam pandangan Islam, keyakinan agama tidak boleh dipaksakan? Karena sesungguhnya keragaman pandangan agama itu bagian dari kehendak dan kuasa Allah juga. Untuk menyeragamkan keyakinan manusia seisi dunia, Allah sudah pasti mampu dan kuasa. Oleh karena itu, Allah melarang Nabi Muhammad SAW untuk memaksakan keyakinan dan pandangan agama kepada umat manusia. "Jika Tuhanmu menghendaki, tentu semua orang di muka bumi akan beriman. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia agar mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya?" (Surat Yunus ayat 99).

 

Islam mengajarkan umatnya untuk berbuat baik dan adil terhadap pemeluk agama lain yang siap hidup berdampingan secara damai. Islam tidak melarang umatnya untuk bersikap secara baik sebagaimana kepada sesama Muslim terhadap non-Nuslim yang tidak memerangi mereka karena agama dan mengusir mereka dari pemukiman. (Surat Al-Mumtahanah ayat 8-9). Perbuatan baik dan perbuatan adil kepada non-Muslim merupakan hak-hak dasar kemanusiaan yang harus dipenuhi oleh umat Islam. Terhadap non-Muslim seperti ini, umat Islam tidak boleh memusuhi dan memerangi karena perbedaan agama.  

 

 Terhadap pemeluk agama samawi, yaitu Yahudi dan Nasrani, umat Islam memiliki hubungan kekerabatan lebih rapat. Umat Islam disatukan dengan mereka pada satu asal keyakinan yang sama dan para nabi yang mengenalkan konsep ketuhanan yang sama. (As-Syura ayat 13). Umat Islam juga dituntut untuk beriman kepada semua kitab dan para rasul sebelum Nabi Muhammad SAW. Bahkan keimanan umat Islam tidak sah tanpa mengimani keberadaan para rasul dan semua kitab suci sebelumnya. (Al-Baqarah ayat 136).  

 

Kalau saja Ahli Kitab membaca Al-Qur’an, mereka akan menemukan banyak apresiasi atas kitab suci sebelumnya, para nabi dan rasul sebelum Nabi Muhammad SAW. Al-Qur’an juga mengingatkan umat Islam agar menghindari perdebatan masalah agama dengan Ahli Kitab yang dapat memicu permusuhan. (Al-Ankabut ayat 46).

 

Islam mengajarkan umat Islam untuk bersikap baik kepada nonmuslim, terlebih Ahli Kitab. Al-Qur’an mempersilakan umat Islam mengonsumsi makanan pemberian dan daging hewan sembelihan Ahli Kitab. (Al-Maidah ayat 5). Bahkan Nasrani mendapatkan tempat mulia dalam Al-Qur’an. Dalam Al-Qur’an, Nasrani mendapat tempat begitu istimewa di hati umat Islam. (Al-Maidah ayat 82).  

 

Muslim sejak generasi awal hingga hari ini bersepakat bahwa umat Islam dan non-Muslim memiliki hak dan tanggung jawab yang sama dalam masalah kewarganegaraan. Adapun dalam masalah agama dan keyakinan, Islam membiarkan mereka menjalankan dan meyakini ajaran agamanya masing-masing. Nabi Muhammad SAW berpesan sekali terkait hak-hak non-Muslim. Banyak hadits Rasulullah SAW menerangkan ancaman terhadap umat Islam yang menyakiti atau menzalimi hak-hak non-Muslim sebagaimana hadits riwayat At-Thabrani, Al-Khatib, dan Abu Dawud.  

 

Pada kesempatan ini, kami akan mengutip sebuah hadits riwayat At-Tirmidzi, An-Nasai, Ibnu Majah, Ahmad, Al-Hakim, At-Thabarani, Ibnu Hibban, Al-Bazzar, Abu Ya’la, dan Al-Askari yang menyebutkan sabda Rasulullah SAW, "Orang beriman adalah orang baik yang mana keselamatan jiwa dan harta banyak orang terjaga dari kejahatannya."

 

(Alhafiz Kurniawan)  

 

Sumber: Akhlak kepada Non-Muslim

 

 


Keislaman Terbaru