Di musim pandemi Covid-19, kebanyakan orang yang berkurban tidak menyembelih hewan ternaknya di masjid, mushala atau perkantoran, akan tetapi kebanyakan mereka menyerahkan ke rumah pemotongan hewan untuk menghindari kerumunan.
Sudah tiga hari ini, tampak berseliweran hewan-hewan ternak memasuki rumah pemotongan hewan, bahkan terlihat antrian panjang dengan penjagaan ketat. Setelah usai disembelih dan dikuliti, daging-daging kurban dikeluarkan dari rumah pemotongan hewan sudah berbentuk kemasan dalam tas plastik yang siap dibagikan ke kampung atau desa asal orang yang berkurban.
Sedangkan bagi orang yang tinggal di sebelah rumah pemotongan hewan hanya mampu menyaksikan hiruk pikuk kesibukan rumah pemotongan hewan tanpa ada sebungkus daging kurban yang terbabagikan ke masyarakat lingkungan kecuali hanya sesekali hidung mereka mencium bau sate (daging yang dibakar) oleh pegawai rumah pemotongan hewan.
"Alhamdulillah, meski tidak merasakan sate yang baru diangkat dari bakaran, tapi hidungku masih merasakan baunya daging sate yang dibakar" celetuk salah seorang warga. Ketika tetangganya bertanya "mengapa tetap berucap alhamdulillah meski hanya mencium bau aroma sate?", jawabnya "alhamdulillah hidungku masih bisa mencium bau sate, artinya aku tidak sedang covid"
Maklum, ketika hidung seseorang tidak mampu mencium bebauan, ketika lidah seseorang tidak lagi merasakan apapun jenis masakan, itu pertanda ia sedang terpapar atau reaktif Covid-19, maka kalau hidung dan lidah masih berfungsi sebagaimana mustinya, itu adalah bagian dari kenikmatan yang patut disyukuri.
Allah berfirman dalam Al-Qur'an dalam Surat Al-Kahfi Ayat 18 :
وَاِنۡ تَعُدُّوۡا نِعۡمَةَ اللّٰهِ لَا تُحۡصُوۡهَاؕ اِنَّ اللّٰهَ لَـغَفُوۡرٌ رَّحِيۡمٌ
Artinya: Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya. Sungguh, Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS Al-Kahfi : 18)
KH Ahmad Niam Syukri Masruri, Ketua Lembaga Kajian Informasi dan Dakwah (Elkid), Ketua PW GP Ansor Jateng tahun 1995, dan Sekretaris RMINU Jateng