Inses dalam Islam: Dosa Terbesar Melebihi Zina, Dikecam Sejak Zaman Nabi Adam!
Selasa, 20 Mei 2025 | 14:00 WIB
Baru-baru ini publik dikejutkan dengan munculnya grup media sosial yang mempromosikan fantasi sedarah, dengan anggota mencapai puluhan ribu. Beberapa postingan secara terang-terangan menggambarkan hasrat menyimpang terhadap anak sendiri, mencerminkan darurat moral yang mendesak untuk ditangani dengan edukasi dan tindakan hukum tegas.
Mengapa Islam sangat mengecam perilaku ini? Sejak kapan larangan perilaku menyimpang ini berlaku? Apa solusi mengatasi perilaku menyimpang ini?
Allah swt secara tegas melarang hubungan sedarah. dalam Al-Qur'an surat An-Nisa' ayat 23:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالَاتُكُمْ
Artinya, "Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu, anak-anak perempuanmu, saudara-saudara perempuanmu, saudara-saudara perempuan ayahmu, saudara-saudara perempuan ibumu ..."
Ayat ini kemudian menjadi prinsip wanita mahram dalam Islam. Wanita mahram adalah wanita-wanita yang haram untuk dinikahi.
Dalam ayat lain Allah swt memerintahkan manusia untuk meninggalkan doa yang tampak dan dosa yang samar. Allah berfirman:
وَذَرُوا ظَاهِرَ الْإِثْمِ وَبَاطِنَهُ
Artinya, "Tinggalkanlah dosa yang terlihat dan yang tersembunyi."
Sebagian ulama tafsir menafsirkan dosa yang tampak dalam ayat sebagai pernikahan dengan wanita-wanita mahram. Artinya, menurut tafsir ini, Allah swt secara tegas menyebutkan bahwa pernikahan dengan wanita mahram adalah sebuah dosa.
Tafsir sebagaimana yang telah dijelaskan salah satunya diutarakan oleh Imam As-Sam'ani:
ظَاهر الْإِثْم هُوَ: نِكَاح الْمَحَارِم، وَبَاطِنُهُ: الزِّنَا
Artinya,"Dosa yang tampak adalah menikahi wanita mahram dan dosa yang samar adalah zina." (Abul Muzhaffar As-Sam‘ani, Tafsir Al-Qur'an, [Riyadh, Darul Wathan: t.th.], juz II, halaman 178).
Zina Terbesar
Dengan pelarangan hubungan pernikahan dengan wanita mahram, maka hubungan badan antara dua orang yang mahram masuk dalam kategori perzinaan. Inses secara otomatis masuk dalam ayat larangan perzinahan.
Ulama kemudian menjelaskan, di antara semua perzinaan, inses adalah perzinaan yang dosanya paling besar. Hal ini karena perilaku menyimpang inses dinilai merusak banyak sekali prinsip-prinsip akhlak karimah dan syari'ah Islam.
Syekh Ibnu Hajar Al-Haitami menjelaskan:
وَأَعْظَمُ الزِّنَا عَلَى الْإِطْلَاقِ الزِّنَا بِالْمَحَارِمِ
Artinya, "Dosa zina yang paling besar secara mutlak adalah zina dengan wanita mahram." (Al-Zawajir, [Beirut, Darul Fikr: 1987], juz II, halaman 226).
Ibnu Nuhas Al-Dimasyqi memberi penjelasan senada bahwa perilaku menyimpang inses memiliki dosa lebih besar dibanding dosa-dosa perzinaan lainnya:
الزِّنَا عَلَى مَرَاتِبَ بَعْضُهَا أَشَرُّ مِنْ بَعْضٍ. الزِّنَا بِالْأَجْنَبِِيَّةِ الَّتِيْ لَا زَوْجَ لَهَا عَظِيْمٌ، وَأَعْظَمُ مِنْهُ الزِّنَا بِالْأَجْنَبِيَّةِ الَّتِيْ لَهَا بَعْلٌ وَأَعْظَمُ مِنْهُ الزِّنَا بِذَوَاتِ الْمَحَارِمِ
Artinya, "Dosa zina memiliki banyak tingkatan dimana sebagiannya lebih buruk dari sebagian lain. Zina dengan Wanita tidak mahram yang belum memiliki suami adalah dosa besar. Lebih besar dari itu adalah berzina dengan wanita tidak mahram yang sudah memiliki suami. Lebih besar dari itu adalah berzina dengan Wanita mahram." (Tanbihul Ghafilin, [Beirut, Darul Kutub Al-‘Ilmiyah: 1987], juz I, halaman 140.
Haram Sejak Masa Nabi Adam
Larangan perilaku menyimpang inses, tidak hanya berlaku di masa syari'at Nabi Muhammad saw. Larangan ini sudah ada sejak zaman Nabi Adam as. Ini menunjukkan bahwa inses adalah perilaku yang sangat dikecam Islam sampai-sampai tak pernah ada satu masapun dimana inses diperbolehkan.
Pada masa putera-puteri Nabi Adam turun ke bumi, hubungan antara saudara memang sempat diperbolehkan. Namun, jelas bahwa kebolehan ini adalah kebolehan darurat. Memandang pada masa itu tidak ada jalan untuk melanjutkan eksistensi generasi manusia, tanpa menikah dengan saudari. Terbukti, hukum haram menikah dengan wanita sedarah langsung diharamkan sejak masa cucu-cucu Nabi Adam, hingga hari kiamat nanti.
Imam Fakhruddin Ar-Razi menerangkan:
اعْلَمْ أَنَّ حُرْمَةَ الْأُمَّهَاتِ وَالْبَنَاتِ كَانَتْ ثَابِتَةً مِنْ زَمَنِ آدَمَ إِلَى هَذَا الزَّمَانِ، وَلَمْ يَثْبُتْ حِلُّ نِكَاحِهِنَّ فِي شَيْءٍ مِنَ الْأَدْيَانِ الْإِلَهِيَّةِ. أَمَّا نِكَاحُ الْأَخَوَاتِ فَقَدْ نُقِلَ أَنَّ ذَلِكَ كَانَ مُبَاحًا فِي زَمَنِ آدَمَ، وَإِنَّمَا حَكَمَ اللَّه بِإِبَاحَةِ ذَلِكَ عَلَى سَبِيلِ الضَّرُورَةِ
Artinya, "Ketahuilah, bahwa keharaman menikahi ibu dan anak perempuan sudah ditetapkan sejak zaman Nabi Adam as hingga masa sekarang. Tidak pernah ada agama yang menghalalkan menikahi ibu dan anak.
Adapun menikahi saudara perempuan, maka dikatakan bahwa itu pernah dibolehkan pada zaman Nabi Adam as. Itupun Allah halalkan atas dasar keadaan darurat." (Mafatihul Ghaib, [Beirut, Dar Ihya’-it Turats Al-‘Arabi, t.th.], juz X, halaman 23).
Kesadaran dan Kehati-hatian
Untuk mengantisipasi perilaku menyimpang ini, perlu ada kontrol untuk hubungan dengan wanita-wanita mahram. Keharmonisan hubungan keluarga perlu dijaga, namun tetap harus dibatasi agar tidak terjerumus dalam perilaku menyimpang ini.
Imam Al-Qarafi memberi gambaran atas kontrol-kontrol yang dimaksud:
وَمِنْ الْمُنْكَرَاتِ أَنْ يَعْمِدَ الْإِنْسَانُ لِأُخْتِهِ الْجَمِيلَةِ أَوْ ابْنَتِهِ الْجَمِيلَةِ الَّتِي يَتَمَنَّى أَنْ يَكُونَ لَهُ زَوْجَةٌ مِثْلُهَا فِي مِثْلِ خَدِّهَا وَثَغْرِهَا فَيُقَبِّلَ خَدَّهَا، أَوْ ثَغْرَهَا أَوْ هُوَ يُعْجِبُهُ ذَلِكَ وَيَعْتَقِدُ أَنَّ اللَّهَ - تَعَالَى - إنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْهِ قُبْلَةَ الْأَجَانِبِ، وَلَيْسَ كَذَلِكَ بَلْ الِاسْتِمْتَاعُ بِذَوَاتِ الْمَحَارِمِ أَشَدُّ تَحْرِيمًا كَمَا أَنَّ الزِّنَى بِهِنَّ أَقْبَحُ مِنْ الزِّنَا بِالْأَجْنَبِيَّاتِ
Artinya, "Termasuk perbuatan yang tercela adalah seseorang mendekati saudari perempuannya yang cantik atau anak perempuannya yang cantik—yang dia berharap dapat memiliki istri seperti itu karena keindahan pipi atau senyumnya—lalu dia mencium pipi atau bibirnya itu karena terpesona olehnya, dengan keyakinan bahwa Allah Ta'ala hanya mengharamkan ciuman dengan orang yang bukan mahram.
Padahal kenyataanya tidak demikian. Justru, menikmati keindahan tubuh mahram jauh lebih diharamkan, sebagaimana zina dengan mahram lebih buruk daripada zina dengan orang yang bukan mahram." (Al-Furuq, [Beirut, ‘Alamul Kutub: t.th.], juz IV halaman 255).
Hubungan Sedarah Bukan Cinta
Inses adalah salah satu dosa terbesar yang merusak tatanan moral individu serta nilai-nilai luhur keluarga dan masyarakat. Islam dengan tegas melarang praktik ini melalui ayat-ayat Al-Qur'an dan penjelasan rinci dari para ulama. Larangan hubungan sedarah tidak hanya berlaku dalam syariat Nabi Muhammad saw, tetapi telah ditegakkan sejak masa Nabi Adam as.
Ini menunjukkan bahwa larangan inses bersifat universal dan telah menjadi bagian dari hukum agama samawi sejak awal kehidupan manusia. Hubungan dengan mahram seharusnya menjadi landasan kasih sayang murni, bukan jalan menuju godaan atau perilaku menyimpang.
Untuk menghindari dosa besar inses, penting bagi setiap individu menjaga batasan dalam interaksi dengan mahram. Keharmonisan keluarga harus tetap dijaga dengan cara yang sesuai syariat, tanpa melampaui batas yang dilarang. Wallahu a'lam.
Ustadz Ahmad Maimun Nafis, Pengajar di Pondok Pesantren Darul Istiqamah, Batuan, Sumenep.