• logo nu online
Home Warta Nasional Keislaman Regional Opini Kiai NU Menjawab Dinamika Taushiyah Obituari Fragmen Tokoh Sosok Mitra
Kamis, 25 April 2024

Fragmen

KILAS BALIK MUKTAMAR NU

Pidato Bung Karno pada Muktamar NU di Solo: Saya Cinta Sekali pada NU (5)

Pidato Bung Karno pada Muktamar NU di Solo: Saya Cinta Sekali pada NU (5)
Presiden Pertama RI Soekarno saat sampaikan pidato pada pembukaan Muktamar ke-23 NU di Solo Jateng (Foto: Istimewa)
Presiden Pertama RI Soekarno saat sampaikan pidato pada pembukaan Muktamar ke-23 NU di Solo Jateng (Foto: Istimewa)

'Saya Cinta Sekali pada NU' itu merupakan judul pidato Presiden RI Pertama Soekarno saat membuka Muktamar ke-23 Nahdlatul Ulama (NU) di Solo, Jawa Tengah pada tahun 1962. Rupanya judul pidato Bung Karno itu masih terngiang bagi warga NU.

 

Baca juga:

Muktamar NU dari Masa ke Masa (1)

Untuk Pertama Kalinya, Muktamar NU Dihelat di Jawa Tengah (2)

Muktamar NU Tahun 1930 di Pekalongan Dihadiri Ribuan Ulama (3)

Kota Bengawan Jadi Tuan Rumah Muktamar NU Tahun 1935 (4)


Pada tahun itu, Nahdlatul Ulama (NU) menggelar Muktamar ke-23 di Surakarta (Solo), yakni pada 24-29 Desember 1962 atau 29 Rajab-3 Sya’ban 1382 H. Muktamar tersebut menjadi spesial dengan hadirnya Presiden Soekarno, yang dalam pidatonya menyatakan bahwa keberhasilan kembalinya Irian Barat tersebut berkat kontribusi besar dari NU. 


Dalam buku 'Soekarno dan NU' dijelaskan, NU memang selalu membela pemerintah. Hal ini antara lain bisa dilihat dari Muktamar ke-20 NU di Surabaya 8-13 September 1954 yang memutuskan Presiden Soekarno sebagai waliyul amri ad-dlaruri bis-syaukah atau pemegang pemerintahan dengan kekuasaan penuh.


Dalam buku itu juga dijelaskan bahwa keputusan itu diambil sebagai antisipasi terhadap ancaman pemberontakan yang ingin menggulingkan Soekarno dan mengganti Pancasila sebagai dasar negara. Keputusan itu juga dilakukan untuk menyatukan Nahdliyin terkait sikap NU dalam mendukung pemerintahan Indonesia.




Presiden Pertama RI Soekarno saat menghadiri Muktamar ke-23 tahun 1962 di Solo Jawa Tengah (Foto: Istimewa)


Bulan Oktober 1962 merupakan hari bersejarah bagi Indonesia. Salah satu daerahnya yang masih dikuasai Belanda, Irian Barat (Papua), akan segera kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi setelah melalui sebuah perjuangan yang dikenal dengan sebutan Tri Komando Rakyat (Trikora).


Ketika itu, Rais Aam KH Wahab Hasbullah yang juga menjabat di Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) menyarankan beberapa hal kepada presiden yang kemudian dikenal dengan istilah 'Diplomasi Cancut Tali Wondo', yakni upaya untuk menggalang kekuatan lahir dan batin di segala bidang. 





Atas saran Kiai Wahab tersebut, kemudian lahirlah Trikora. Presiden Soekarno mengakui sumbangan besar dari NU tersebut. Soekarno menyatakannya pada saat berpidato di hadapan ribuan muktamirin di Solo.


“Baik ditinjau dari sudut agama, nasionalisme, maupun sosialisme. NU memberi bantuan yang sebesar-besarnya. Malahan, ya memang benar, ini lho pak Wahab ini bilang sama saya waktu di DPA dibicarakan berunding apa tidak dengan Belanda mengenai Irian Barat, beliau mengatakan: jangan politik keling. Atas advis anggota DPA yang bernama Kiai Wahab Hasbullah itu, maka kita menjalankan Trikora dan berhasil saudara-saudara. Pada 1 Oktober bendera Belanda turun di Irian Barat diganti bendera UNTEA. Dan 1 Mei 1963, bendera satu-satunya di Irian Barat adalah Merah Putih”.



Penulis: Ajie Najmuddin
Editor: M Ngisom Al-Barony


Fragmen Terbaru